Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Tindak Pidana Pajak: Denda Damai Bisa Diberlakukan Kapan Saja?
8 Februari 2025 10:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari YENNY ROSA KARETH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![dibuat oleh AI](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkg0zenrqwa721y6wt0dc7w9.jpg)
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, publik dan media massa sempat dikejutkan oleh pernyataan Menteri Hukum mengenai penerapan denda damai bagi pelaku korupsi. Namun, pernyataan tersebut kemudian dikoreksi, dengan penegasan bahwa denda damai hanya berlaku bagi pelaku kejahatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Denda damai bagi pelaku kejahatan ekonomi sejalan dengan asas atau prinsip hukum ultimum remedium yaitu penerapan sanksi pidana yang merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum. Ketentuan penegakan hukum terhadap tindak pidana pajak diatur dalam BAB VIII mengenai ketentuan pidana dalam Pasal 38–43 UU KUP.
Penegakan hukum pidana dalam perpajakan bertujuan untuk memulihkan kerugian pada pendapatan negara dan memberikan efek jera bagi wajib pajak yang tidak patuh. Setiap ketentuan pidana memiliki rumusan pasal yang khas. Misalnya pasal 38 UU KUP.
Pertama, subjek atau pelaku tindak pidana, seperti dalam Pasal 38 UU KUP, yang menetapkan bahwa subjek hukum dalam pelanggaran ini adalah setiap orang. Kedua, pemidanaan, di mana Pasal 38 menyoroti unsur kealpaan sebagai bentuk kesalahan dalam hukum pidana.
ADVERTISEMENT
Ketiga, tindak pidana atau perbuatan yang dilarang, yang dalam Pasal 38 mencakup ketidakpatuhan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), mengisi SPT dengan data yang tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang keliru.
Keempat, akibat dari tindak pidana, yaitu dampak yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut. Dalam konteks Pasal 38 UU KUP, akibatnya adalah kerugian terhadap pendapatan negara. Kelima, pidana atau sanksi yang dijatuhkan.
Pasal ini mengatur hukuman berupa denda sebesar minimal satu kali dan maksimal dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, serta pidana kurungan dengan durasi minimal tiga bulan dan maksimal satu tahun.
Sebagai bagian dari kejahatan ekonomi, denda damai tindak pidana pajak juga mengacu pada asas ultimum remedium, di mana sanksi pidana menjadi pilihan terakhir dalam penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, mekanisme denda damai dalam penyelesaian tindak pidana pajak merupakan implementasi dari prinsip tersebut, yang memungkinkan pelaku untuk menghindari hukuman pidana dengan membayar sejumlah sanksi denda yang ditetapkan.
Kapan Denda Damai Bisa Diberlakukan dalam Kasus Pajak
Prinsip ultimum remedium ini tercermin dalam berbagai tahapan penyelesaian sengketa pidana pajak:
Saat ditemukan bukti permulaan tindak pidana
Sesuai pasal 43 A UU KUP, berdasarkan Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper). Bukti permulaan itu sendiri merupakan suatu keadaan, benda, ataupun bukti yang dapat memberikan petunjuk atas adanya suatu tindak pidana perpajakan.
Berdasarkan PMK 177 tahun 2022 pemeriksaan bukper dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Jika pemeriksaan dilakukan secara terbuka maka terhadap orang pribadi atau badan yang akan dilakukan pemeriksaaan akan diberikan surat pemberitahuan pemeriksaan bukper.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, dengan mempertimbangkan risiko tertentu pemeriksaan bukper dilakukan secara tertutup sehingga orang pribadi atau badan yang akan diperiksa tidak diberikan surat pemberitahuan tersebut.
Walaupun PPNS DJP telah melakukan proses pemeriksaan, seperti memanggil WP untuk melakukan klarifikasi mengenai potensi kerugian pendapatan negara kepada Wajib Pajak dan menemukan bukti permulaan yang cukup untuk ditindaklanjuti ke proses penyidikan, pemeriksaan tersebut dapat dihentikan dengan denda damai sesuai pasal 8 ayat (3) UU KUP.
dimana, secara tertulis wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkap ketidakbenaran perbuatannya sepanjang dimulainya penyidikan (SPDP) belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Jumlah denda yang harus dibayarkan sebesar jumlah pajak yang sebenarnya terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
ADVERTISEMENT
Saat Penyidikan-Penuntutan-Vonis Hakim
penyidikan merupakan suatu proses keberlanjutan dari proses pemeriksaan yang mengindikasi adanya bukti permulaan telah terjadi suatu tindak pidana perpajakan. Untuk dapat melaksanakan penyidikan PPNS DJP memerlukan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) sebagai landasan hukum untuk menjalankan wewenangnya.
Wewenang PPNS DJP tertuang didalam pasal 44 ayat 2 UU KUP, wewenang tersebut diperoleh dalam rangka mengumpulkan bukti dan meneliti keterangan atau laporan agar tindak pidana tersebut menjadi terang dan menemukan tersangkanya.
Meskipun surat perintah penyidikan telah diterbitkan, SPDP telah disampaikan kepada jaksa penuntut umum, serta proses penyidikan termasuk pemanggilan, pemeriksaan, penetapan tersangka, hingga penyerahan berkas perkara dan tersangka kepada jaksa penuntut umum telah berlangsung, penghentian penyidikan tetap dimungkinkan demi kepentingan penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Dasar hukum dari dihentikan penyidikan yaitu pasal 44B UU KUP, dengan syarat wajib pajak,tersangka, atau terdakwa melunasi kerugian pendapatan negara dan sanksi administrasi berupa denda. Jika perkara pidana telah dilimpahkan ke pengadilan, proses penuntutan dan putusan hakim tetap berlangsung tanpa menjatuhkan pidana penjara.
Penerapan denda damai dalam tindak pidana perpajakan dilakukan demi kepentingan penerimaan negara, dengan adanya denda damai memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk meningkatkan kembali kepatuhannya terhadap peraturan perpajakan.
Namun, penerapan denda damai dalam tindak pidana pajak dapat memberikan kesan penegakan hukum bisa “dibeli” dengan uang atau denda sehingga dalam penerapannya harus dilakukan dengan kehati-hatian dan cermat sehingga denda damai dapat menjadi instrumen mendorong kepatuhan kepada wajib pajak, bukan celah untuk melakukan pelanggaran.
ADVERTISEMENT