Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Konsep Diri Positif dan Pengasuhan
4 April 2022 17:56 WIB
Tulisan dari Yessy Marga Safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, asuh diartikan sebagai menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih dan memimpin supaya dapat berdiri sendiri. Dalam kaitannya antara orang tua dan anak, pola asuh dapat diartikan sebagai cara orang tua dalam mendidik anak sehingga anak dapat menjadi individu yang mandiri.
ADVERTISEMENT
A. Konsep Pengasuhan
Dalam konsep pengasuhan dikenal istilah RPM3, yaitu singkatan dari Responding (merespon), Preventing (mencegah), Monitoring (mengawasi), Mentoring (mendampingi) dan Modelling (menjadi contoh). Kelima konsep tersebut mempunyai arti sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Responding adalah merespon anak dengan tepat. Anak membutuhkan respon yang tepat dan benar terhadap apa yang mereka tanyakan atau mereka lakukan untuk dapat mengetahui apa yang benar dan salah serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
b. Preventing adalah mencegah anak berperilaku yang bermasalah atau beresiko. Orang tua juga perlu preventing terhadap anak, mencegah dan mengawasi anak agar tidak berperilaku yang negatif atau berisiko terhadap diri mereka sendiri.
c. Monitoring adalah mengawasi anak ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar atau memberikan perhatian secara penuh. Jika interaksi yang terjadi negatif, maka anak akan berperilaku negatif kepada orang tua dan keluarganya.
d. Mentoring adalah mendampingi atau membantu secara aktif dalam tindakan dan perilaku anak. Agar anak tidak berperilaku negatif, maka orang tua perlu mengarahkan anak untuk berperilaku yang baik dan benar.
ADVERTISEMENT
e. Modelling adalah menjadi contoh yang positif bagi anak. Orang tua dituntut untuk selalu memberikan contoh yang baik pada anak-anaknya.
B. Tipe Pola Asuh dan Pengaruh Pengasuhan
Menurut BKKBN, pola asuh dalam keluarga dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Otoriter (Authotarian), yaitu pola asuh yang memaksa. Semua perintah orang tua harus dipatuhi oleh anak-anaknya dan hukuman merupakan konsekuensi atas ketidakpatuhan anak. Sering kali anak melaksanakan perintah atau tugas dari orang tua karena takut mendapat hukuman. Dampak negatif dari pola asuh ini adalah tidak terdapat kehangatan antara orang tua dan anak. Anak juga cenderung lebih suka menyendiri, penakut, mudah cemas, kurang komunikatif, sulit membuat keputusan, kurang percaya diri. agresif dan nakal di lingkungan luar. Meskipun begitu, pola asuh ini juga dapat membentuk anak menjadi disiplin, bertanggung jawab, mandiri dan idealis.
ADVERTISEMENT
b. Permitif (Indulgent), yaitu pola asuh yang memanjakan. Dalam pola asuh ini, semua kehendak anak dituruti dan orang tua jarang memberikan teguran terhadap anak. Dampak negatif dari pola asuh ini adalah anak menjadi sangat manja, keras kepala dan sering trantum (ngambek) jika permintaannya tidak dituruti, namun pola asuh ini juga dapat membentuk anak menjadi percaya diri, asertif (tegas) dan kreatif.
c. Demokratis (Authoritative), yaitu pola asuh dengan komunikasi yang stabil, artinya anak diberi kebabasan untuk berpendapat namun tetap berada di bawah kontrol orang tuanya. Orang tua berperan untuk membantu tumbuh kembang anak serta mendukung bakat minat yang dimiliki oleh anak. Dalam pola asuh ini orangtua membuat aturan dan bersikap tegas terhadap anak-anaknya namun tetap fleksible dengan memberikan dukungan kepada anak-anak untuk mengatur diri mereka sendiri. Dengan pola asuh ini, anak akan tumbuh menjadi individu yang cedas, kreatif, patuh dengan perintah secara wajar, percaya diri, mudah beradaptasi dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Dari ketiga pola asuh di atas, pola asuh demokratis terkesan menjadi pola asuh yang paling baik, namun sebenarnya ketiga pola asuh di atas dibutuhkan dan dapat dilakukan secara bergantian, tergantung pada kondisi dan situasi yang dihadapi oleh anak. Misalnya untuk anak yang cenderung nakal dan suka melakukan hal yang berbahaya, orang tua perlu menjalankan pola asuh otoriter, sementara ketika anak sedang berada dalam kondisi tidak percaya diri atau bahkan depresi, orang tua perlu untuk menjalankan pola asuh permisif untuk menyenangkan anak dan membuat mereka lebih percaya diri.
D. Faktor Penting Pengasuhan dan Tingkah Laku Positif
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan orang tua adalah dengan memberlakukan pembagian peran “Si Baik” dan “Si Jahat”, misalnya ibu berperan menjadi “Si Baik” tempat anak berkeluh kesah, sementara ayah berperan menjadi “Si Jahat” yang ditakuti anak. Hal ini sebenarnya tidak baik dilakukan. Kedua orang tua harus memiliki peran yang sama dan seimbang agar anak menjadi dekat kepada keduanya. Selain itu, sangat penting untuk melatih anak agar menuruti perkataan orang tua karena rasa sayang dan hormat, bukan karena rasa takut.
ADVERTISEMENT
Untuk membentuk anak menjadi individu yang santun dan disiplin, orang tua perlu mendorong perilaku yang baik di dalam diri anak, atau yang dikenal dengan tingkah laku positif. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan untuk menanamkan tingkah laku positif pada anak:
a. Menjadi contoh yang baik
Anak cenderung mengamati perilaku orang tua di rumah dan menirunya. Oleh sebab itu jauh lebih penting mencontohkan tingkah laku positif langsung dibanding memberi tahu secara verbal berulang kali. Misalnya orang tua membiasakan diri mengucapkan kata “maaf, tolong dan terima kasih” saat berinteraksi dengan anak sehingga lama kelamaan anak terbiasa mengucapkannya.
b. Ciptakan lingkungan yang mendukung tingkah laku positif
Lingkungan sekitar anak-anak dapat memengaruhi perilaku mereka. Oleh sebab itu, ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman serta terjaga kebersihannya.
ADVERTISEMENT
c. Simpel dan Positif
Petunjuk yang orang tua berikan kepada anak harus singkat, jelas dan sesuai dengan usianya. Dengan begitu, anak dapat mudah memahami dan mengingatnya. Selain itu, gunakan kalimat yang positif, misalnya dibanding mengatakan “Jangan buka pintunya!”, lebih baik katakan “Tolong tutup pintunya”.
d. Mendengarkan anak dengan aktif
Agar anak merasa didengarkan, tunjukkan ketertarikan atas cerita yang ia sampaikan. Misalnya dengan mengangguk atau sesekali mengulang apa yang dikatakan anak. Didengarkan secara aktif membuat anak merasa nyaman dan dihargai sehingga mencegah tantrum dan membantu mengatasi emosi anak.
e. Mudahkan proses komunikasi
Ketika orang tua melihat perilaku anak yang kurang menyenangkan, coba posisikan diri setara dengan anak. Berlutut di depannya dan berbicara sambil menatap matanya. Cara ini membantu membentuk interaksi yang baik dengan anak.
ADVERTISEMENT
f. Tanamkan tingkah laku positif dengan cara menyenangkan
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menggunakan lagu atau permainan. Contohnya lagu “Bangun Tidur Ku Terus Mandi” dan permainan yang merangsang kemampuan berpikir dan menyelesaikan masalah seperti lego (bongkar pasang).
g. Hindari pertentangan
Berikan anak pilihan dan biarkan ia menentukan keputusan. Dengan begitu, anak akan merasa memiliki kebebasan dan mandiri. Hormati setiap keputusan anak selama itu tidak berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain.
h. Berikan pujian jika anak berperilaku baik
Jika anak berperilaku baik dan sesuai keinginan orang tua, berikan umpan balik yang positif. Misalnya jika orang tua melihat anak membereskan kamarnya sendiri setelah bermain, orang tua dapat memujinya dan menunjukkan rasa bangga atas perilakunya tersebut. Hindari memarahi anak jika ia tidak berperilaku sesuai dengan aturan. Beri pengertian kepada anak dan arahkan ia ke tingkah laku positif. Orang tua juga sebaiknya tidak mengejek anak jika ia belum bisa melakukan suatu hal dengan baik.
ADVERTISEMENT
i. Jangan mengingkari janji kepada anak
Jika selalu menepati janji, anak akan mempercayai dan menghormati orang tua. Anak akan yakin orang tua tidak akan mengecewakannya. Anak juga secara tidak langsung berlatih untuk tidak berubah pikiran ketika sudah berjanji. Oleh sebab itu, apabila orang tua sudah berjanji untuk mengajak anak berjalan-jalan setelah ia membereskan mainannya, maka itu harus ditepati. Jangan mengingkari janji karena itu akan membuat anak kecewa dan tidak lagi memercayai ucapan orang tua.
j. Hindari ‘menyuap’ anak
Kesalahan utama dan terbesar orang tua adalah ‘menyuap’ atau bahkan ‘mengancam’ anak untuk melakukan sesuatu. Cara ini membuat anak terbiasa melakukan sesuatu karena iming-iming hadiah atau untuk menghindari hukuman.
k. Beri tahu anak tentang tanggung jawab dan konsekuensi
ADVERTISEMENT
Seiring bertambahnya usia anak, orang tua dapat memberikannya tanggung jawab. Ini membantu anak untuk memahami kewajiban dan konsekuensi atas perilakunya sendiri. Sebagai contoh, jelaskan kepada anak jika dia tidak mau menyikat gigi maka giginya akan berlubang dan sakit.