Konten dari Pengguna

Pernikahan Dini sebagai Efek Tren Anti-jomblo

Yessy Marga Safitri
Penyuluh Keluarga Berencana (BKKBN) dan Penyuluh Antikorupsi
28 September 2021 14:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yessy Marga Safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata jomblo? Sedih, malu, kasihan atau justru senang?

Ilustrasi pernikahan dini. Foto: Muhammad Faisal N/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pernikahan dini. Foto: Muhammad Faisal N/kumparan
ADVERTISEMENT
Zaman sekarang jomblo, atau lebih tepatnya lajang, dianggap sebagai sesuatu yang memiliki citra negatif. Lihat saja di media, banyak berita, lelucon dan meme yang menempatkan jomblo sebagai sosok yang menyedihkan. Ngenes, bahasa kekiniannya. Padahal masih banyak jomblo berkualitas di luar sana yang memilih untuk sendiri karena ingin fokus pada hal lain, belajar atau bekerja misalnya, sebelum mencari pasangan dan berumah tangga.
ADVERTISEMENT
Akibat citra negatif jomblo ini, banyak anak muda yang berlomba-lomba untuk mendapatkan pasangan sedini mungkin untuk menunjukkan eksistensi dan nilai jualnya. Tak jarang kita melihat di media marak anak SD yang sudah mulai berpacaran, bahkan saling memanggil dengan sebutan yang belum pantas, seperti ayah-bunda misalnya.
Ironisnya, usaha anti jomblo ini kerap kali menimbulkan fenomena buruk di kalangan anak muda. Banyak anak muda yang belum matang secara mental yang berpacaran melebihi batas norma. Hal ini mengarah pada fenomena hamil di luar nikah. Tidak bisa dipungkiri bahwa generasi saat ini terlalu lekat dengan internet sehingga sulit membendung arus informasi yang masuk ke mereka, termasuk konten-konten seksual yang belum pantas dilihat oleh anak di bawah umur. Tidak adanya pendidikan seksual sejak dini baik dari orang tua maupun guru di sekolah, ditambah dengan kurangnya pendidikan moral dan agama, dapat menyebabkan anak di bawah umur yang terpapar konten pornografi tidak mampu menahan nafsu yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya akibat hamil di luar nikah, pernikahan dini juga dapat terjadi akibat efek dari tren anti jomblo lainnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mendapatkan pasangan secepat mungkin merupakan kebanggaan tersendiri bagi sebagian orang. Tidak heran jika saat ini banyak orang yang menikah tepat setelah lulus kuliah atau bahkan pada saat masih di bangku kuliah. Padahal menurut BKKBN, usia menikah yang ideal adalah 25 tahun untuk pria dan 21 tahun untuk wanita. Pada usia tersebut, seseorang tidak hanya dinilai matang secara fisik saja, tetapi juga matang secara mental.
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa selain menurunkan risiko keguguran akibat hamil di usia terlalu muda, menikah di usia yang matang juga dapat menurunkan risiko perceraian. Pada usia ini, pemikiran seseorang lebih dewasa sehingga lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dan lebih mampu mengontrol emosi. Selain itu, pada usia tersebut diperkirakan seseorang sudah mendapatkan pekerjaan yang stabil sehingga mandiri secara ekonomi dan mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
ADVERTISEMENT
Memang ada banyak alasan di balik terjadinya pernikahan dini, tapi jangan sampai Anda atau orang-orang di sekitar Anda terjebak pernikahan dini hanya karena tren anti jomblo ya.