Konten dari Pengguna

Kerjasama Riset Internasional vs Paten Komersil

Yetti Rochadiningsih
Analis Kebijakan Ahli Muda. Pemilik Media Online suarakreatif.com
16 Agustus 2021 16:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yetti Rochadiningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya riset masih terbilang ringan bagi peneliti asing yang melakukan kerjasama riset di Indonesia. Hal itu bila dibandingkan dengan apa yang diperoleh para peneliti asing yang datang ke Indonesia dalam rangka kerjasama riset. Meskipun ada beberapa komponen pembiayaan yang harus dipenuhi pihak mitra luar negeri, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Riset dan Teknologi, sekarang menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN. Dengan besaran biaya riset yang terbilang relatif ringan, pada kenyataannya manfaat yang diperoleh peneliti asing jauh lebih banyak daripada pihak mitra penelitiannya sendiri di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kerjasama riset internasional banyak dilakukan oleh negara maju seperti: Amerika; Jepang; Jerman; Perancis; Inggris; China; dan Australi. Umumnya para pelaku riset itu sendiri antara lain: mahasiswa program master atau doktor, dosen, peneliti, dan ada juga professor. Sementara bidang riset yang paling diminati sejak dulu hingga kini adalah penelitian berbasis pada bidang biodiversitas.

Indonesia Kaya Biodiversity

Sudah sejak lama semua orang tau bahwa Kalimantan atau lebih dikenal dengan Borneo oleh orang asing, menginspirasi banyak ilmuwan mancanegara untuk melakukan penelitian hingga pembuatan film dokumenter ilmiah di hutan Kalimantan. Bahkan sepanjang sejarah pemberian izin riset kepada peneliti asing, Kalimantan merupakan salah satu pulau yang banyak diminati. Sebagaimana pernah dilaporkan Word Conservation Monitoring Center bahwa Indonesia merupakan kawasan yang sangat penting karena kaya akan tumbuhan obat. Seperti halnya tanaman obat di Kalimantan Tengah banyak menyebar di daerah pedalaman dan kawasan hutan yang merupakan habitat alami tanaman tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejak jaman nenek moyang dulu, sebagian masyarakat di Kalimantan Tengah secara turun temurun telah menggunakan tanaman obat dari kawasan tersebut sebagai obat tradisional. Sayangnya, jenis tanaman obat yang begitu beragam belum terinventarisasi dengan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan serius untuk melindungi dan menginventarisasi tanaman obat sebagai pengetahuan tradisional, hingga dapat digunakan sebagai referensi bagi kegiatan pengembangan melalui kegiatan penelitian di bidang biotek yang berorientasi pada kekayaan intelektual baik yang bernilai strategis maupun bernilai ekonomi tinggi.

Riset Jangka Panjang

Untuk setiap riset jangka panjang, khususnya riset di bidang biologi, lebih spesifik lagi bioteknologi, sudah sepantasnya pihak Indonesia selaku mitra kerjasama penelitian sekaligus sebagai tuan rumah yang memiliki serta menguasai sampel material yang menjadi obyek penelitian bersama, secara tegas mengupayakan kesetaraan untuk dapat perolehan manfaat secara proporsional sesuai kontribusi dalam kemitraan riset tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk durasi riset jangka pendek memang sulit untuk mencapai output berupa paten, sebagai bentuk suksesnya suatu kerjasama riset internasional. Namun paling tidak penelitian jangka pendek idealnya dapat menghasilkan publikasi ilmiah bereputasi internasional, dimana peneliti Indonesia yang berkontribusi dalam kegiatan kerjasama riset dimaksud bisa memperoleh manfaat dari publikasi ilmiah tersebut.
Memang pada praktiknya di lapangan tidak semudah itu. Ketika Subdit Perizinan Peneliti Asing dengan beberapa anggota Tim Reviewer melakukan monitoring dan evaluasi jumlah capaian dan dampak hasil dari kolaborasi riset dengan peneliti asing, beberapa dosen dari perguruan tinggi yang pernah menjadi mitra kerja peneliti asing justru banyak yang curhat dan sambat.

Jumlah Paten Jalan di Tempat

Data Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) menunjukkan bahwa daftar paten oleh peneliti Indonesia hanya satu per enam dari peneliti asing di Tanah Air. Hal ini diakui oleh Direktur Inovasi Institut Teknologi Surabaya, Achmad Affandi, dan Direktur Paten DTLST, Rahasia Dagang dan Paten, Dede Mia Yusanti, karena masih kurangnya kerjasama antara peneliti dengan industri yang mengerti kebutuhan pasar.
ADVERTISEMENT
Sebagai data perbandingan pada 2009, paten yang didaftarkan di Indonesia sejumlah 415 sedangkan dari peneliti asing sebanyak 4.103 aplikasi. Paten yang mendapat grant di Indonesia mulai tercatat pada 2016 sebanyak 292 paten dari peneliti Indonesia, sedangkan dari asing sebanyak 2.713 paten terdaftar.
Biasanya peneliti kita handal dalam penelitiannya, tapi ketika menuangkan invensinya itu ke dalam draft paten seringkali tidak memenuhi prinsip dan persyaratan klaimnya. Jadi harus dilakukan revisi berkali-kali. Itu sebabnya mengapa (paten) dalam negeri agak lama (bertambah jumlahnya)," detikNews, Sabtu (25/4/2020).
Di samping permasalahn tersebut, tingkat kesulitan mereka hadapi pada tahap negosiasi dalam membuat perjanjian kerjasama dengan peneliti asing selaku mitra kerja mereka, dimana para peneliti harus melakukan negosiasi untuk menentukan kesepakatan dalam menghasilkan capaian output dan outcome serta kepemilikan hak kekayaan intelektual yang dihasilkan dari kerjasama riset.
ADVERTISEMENT

Permasalahan dan Solusi

Menurut hemat penulis, jika permasalahan telah ditemukan seharusnya semakin mudah diselesaikan, bukannya semakin ruwet. Dengan kolaborasi riset internasional diharapkan hasil penelitian bidang biodiversity berpotensi menghasilkan paten semakin bertambah paling tidak beberapa di antaranya dapat dikomersilkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) akumulasi produk hak kekayaan intelektual jenis paten yang berhasil dilindungi berdasarkan jangka waktu perlindungan terhitung tahun 2015 sampai dengan 2020 berjumlah 18.686 paten, Sumber: Laporan Tahunan DJKI (2020).
Negara-negara yang dikategorikan negara maju rata-rata memiliki produktivitas paten dua kali lipat dibandingkan dengan publikasi ilmiah di jurnal internasional. Sebagai contoh, China menghasilkan 1,381,594 paten terdaftar tahun 2017, sedangkan publikasi ilmiah di jurnal internasionalnya sebanyak 535.896 tahun 2017. Sama halnya dengan Korea Selatan yang menghasilkan 204,775 paten terdaftar tahun 2017, sedangkan publikasi ilmiah di jurnal internasionalnya sebanyak 83.879 tahun 2017. Begitupun dengan Jepang yang menghasilkan 318,481 paten terdaftar tahun 2017, sedangkan publikasi ilmiah di jurnal internasionalnya sebanyak 130.632 tahun 2017, WIPO statistics database (Last updated: January 2021).
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan Kepala Sub Direktorat Valuasi dan Fasilitasi Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) – Juldin Bahriansyah di Hotel Mercure Nusa Dua, Bali, Selasa (25/6).
Terbukti memang dampak kerjasama riset dengan peneliti asing dapat mendongkrak perolehan publikasi internasional dalam beberapa tahun belakangan, namun tidak berdampak pada perolehan paten yang bersifat komersil. Adakah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh para pihak selama kerjasama berlangsung atau setelah kerjasama selesai?
Jadi bagaimana agar pihak Indonesia tidak terus menerus kecolongan paten dan bisa memperoleh keuntungan atau manfaat yang sebanding dengan kontribusinya dalam kemitraan riset internasional. Sepertinya ini akan menjadi pekerjaan rumah para pelaku kegiatan riset dan inovasi di Negeri tercinta ini untuk mencermatinya.
ADVERTISEMENT
Khusus untuk penelitian jangka panjang, lakukan monitoring selama penelitian berlangsung secara berkala, agar penelitian tetap berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan awal, bisa saja selama berjalannya penelitian terdapat ide baru yang memiliki kelebihan tertentu dari penemuan sebelumnya, hingga menghasilkan suatu invensi.
Kemudian lakukan evaluasi terhadap perjanjian-perjanjian kerjasama terutama pada penelitian yang memiliki nilai komersil, jika di dalam perjanjian tersebut belum mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti kepemilikan data, publikasi bersama atau paten di samping hak lainnya yang memang sudah selayaknya di peroleh, maka peneliti Indonesia selaku mitra kerja berhak mengajukan revisi untuk menambah pasal tersebut.
Hal inilah yang seringkali terabaikan, bahkan mungkin sudah menjadi tradisi. Kita cukup puas dengan Perjanjian yang telah disepakati di awal saja, dengan perolehan hak yang apa adanya. Padahal hasil riset bisa saja berpotensi paten dan bernilai komersil.
ADVERTISEMENT
Namun Penulis meyakini suatu saat Indonesia mampu berdikari. Jayalah negeri ku. Dirgahayu Indonesia ku! (Yetti Rochadiningsih – Anggota Tim Forum Pengamat Kekayaan Intelektual/FORMATKI/FIPO).
Dokumentasi: https://pixabay.com/