Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Apresiasi Sastra Prosa: Jakarta Sebelum Pagi
23 Oktober 2022 18:07 WIB
Tulisan dari Yulia Nur Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berawal dari seorang teman yang merekomendasikan saya untuk membaca karya-karya Ziggy, saya tertarik pada satu novel berjudul Jakarta Sebelum Pagi. Dalam benak saya menerka apa arti dari judul tersebut, memang ada apa di Jakarta saat sebelum pagi?. Maka ketika saya bersama mahasiswa lain melakukan kunjungan ke Perpustakaan Jakarta di Cikini, saya pun langsung menuju rak sastra Indonesia dan mencari novel peraih karya fiksi terbaik versi majalah Rolling Stone tahun 2016 tersebut. Sedikit membutuhkan waktu untuk mencari keberadaan novelnya di antara jejeran buku sastra lainnya.
Buku yang saya temukan adalah cetakan cover kedua dengan tebal 270 halaman. Karena di rasa tidak cukup untuk menghabiskan halamannya dalam sekali duduk, saya pun meminjam novel tersebut agar bisa dibaca di rumah. Jika dilihat dari sinopsisnya, novel ini seperti memiliki nuansa misteri ditandai oleh kata stalker. Saya pun semakin penasaran dibuatnya.
ADVERTISEMENT
Pada bagian awal cerita, saya disuguhkan oleh karakter Emina dengan pemikiran yang cukup nyentrik. Penulis bernama lengkap Ziggy Zezsyazeoviennazanrizkie ini cukup berani membawakan tokoh utama yang eksentrik. Dalam buku ini, Emina digambarkan sebagai perempuan milenial yang hidupnya hanya diisi dengan bekerja di perusahaan, memiliki seorang teman bernama Nissa dengan kewaspadaan tinggi tentang stalker yang meneror Emina. Penokohan Nissa cenderung seperti orang pada umumnya yang akan was-was terhadap stalker, apalagi latar tempat dalam cerita ini adalah di ibu kota Jakarta. Walaupun temannya itu sudah menasihati Emina untuk melaporkan si stalker ke polisi, perempuan itu lebih memilih untuk mencari tahu sosok yang menerornya dengan kiriman balon perak di balkon apartemennya. Melalui pencariannya itu, Emina dipertemukan dengan Suki, anak kecil ajaib penjaga toko bunga. Seperti sudah digariskan takdir, Suki membantu Emina mengungkap sosok pengirim balon perak yang ternyata adalah dirinya sendiri, tentu saja atas suruhan si stalker bernama Abel Fergani.
Motif pemuda berusia 24 tahun itu adalah hanya karena ingin di-notice oleh Emina karena dirinya terlalu malu untuk berkenalan secara langsung. Jika melihat realitas kehidupan, kisah antara Emina dan Abel cukup mustahil, terlebih kata stalker memiliki konotasi makna yang negatif. Namun Ziggy mampu membawakan interaksi Emina dan Abel dengan baik sehingga sisi realistis yang saya punya bisa menerima hubungan yang dibangun oleh keduanya. Karena sosok Abel digambarkan sebagai anak dari korban perang Aljazair yang mengakibatkan dirinya memiliki fobia terhadap suara dan sentuhan, maka interaksi antara Abel dan Emina dibawakan secara ringan. Bagi saya penyuka genre soft-romance, novel Jakarta Sebelum Pagi berada pada jajaran buku yang akan saya rekomendasikan. Namun sangat disayangkan penggambaran suasana kota Jakarta pada dini hari kurang ditonjolkan, alur cerita lebih difokuskan pada petualangan Emina dan Abel bersama surat-surat yang mereka temukan.
ADVERTISEMENT
Saya cukup dibuat jatuh cinta dengan karakter Abel Fergani. Walaupun cara yang dipilih cukup unik sekaligus ekstrem, tetapi kegigihan hatinya untuk berteman dengan Emina patut diacungi jempol. Karakter Emina yang banyak bicara, dipasangkan dengan sosok Abel si fobia suara. Ziggy memilih untuk tidak menjelaskan akhir dari kisah mereka. Ada pelajaran yang mengubah persepsi saya terhadap kehidupan setelah membaca novel ini. Seperti yang dikatakan Abel bahwa kita bisa fokus pada masa sekarang tanpa mencemaskan apa yang akan terjadi di masa depan. Selama ini saya terlalu sibuk memikirkan kejadian yang akan datang dan tanpa sadar malah menyia-nyiakan hari ini. Akan lebih baik jika kita bekerja dengan baik untuk hari ini. Melalui sosok Suki juga, sedikit menyentil saya karena kebiasaan Emina yang selalu mengecat rambut agar eksistensi dirinya tetap ‘dilihat’ orang disadarkan oleh Suki bahwa kita tidak seharusnya memikirkan apa yang akan orang lain pikirkan tentang kita. Dengan kata lain, kita bisa fokus pada diri sendiri. Novel ini cocok dibaca di waktu senggang karena alurnya yang cukup ringan.
ADVERTISEMENT