Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Readopting the ABOGE: Penguatan Kapasitas Pengetahuan Mengenai Kepercayaan Aboge
17 Juli 2024 8:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yoga Andika Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Disrupsi kebudayaan akibat tidak terbendungnya modernisasi yang terjadi di Indonesia membuat budaya benda dan nonbenda semakin dilupakan generasi saat ini. Salah satu kebudayaan nonbenda yang hampir punah adalah upacara maupun ritual adat berdasarkan kepercayaan lokal yang saat ini mulai ditinggalkan karena praktiknya yang dianggap tidak umum bagi masyarakat muda. Para pemuda saat ini lebih memilih untuk mengamalkan ajaran agama murni atau lebih dikenal dengan istilah “puritan”. Hal inilah yang kemudian membuat kepercayaan lokal yang ada di masyarakat mulai ditinggalkan, salah satunya adalah kepercayaan Islam Aboge.
ADVERTISEMENT
Islam Aboge atau Kepercayaan Aboge adalah aliran sinkretis hasil akulturasi ajaran Islam dengan kosmologi Jawa. Istilah Aboge merupakan akronim dari frasa Alif rebo wage yang mengacu pada sistem penanggalan (almanak) yang digunakan untuk menentukan hari keagamaan. Selama ini, ajaran Islam Aboge di Dusun Binangun cenderung diwariskan secara lisan. Sayangnya tidak semua penganut memiliki pemahaman mendalam akan aliran yang tersebut. Di antara ±500 penganut Islam Aboge di dusun tersebut hanya 1 orang, yakni sesepuh Sarno Kusnandar, yang memahami almanak Aboge. Sayangnya pengetahuan yang dimilikinya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani penganut Islam Aboge di Dusun Binangun. Dengan hanya 1 orang yang memiliki pemahaman mendalam, maka kelompok tersebut akan rentan mengalami ketidakjelasan fikih serta almanak.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Penelitian kami mengkaji bagaimana masyarakat penghayat kepercayaan Aboge di Dusun Binangun, Kelurahan Mudal, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo terus mengalami penurunan pada penganut ajarannya terutama dengan tidak adanya pemuda penghayat kepercayaan Aboge yang melanjutkan ajaran orang tuanya yang merupakan penghayat kepercayaan Aboge. Penelitian ini dimulai ketika tim PKM RSH Islam Aboge diumumkan lolos ke tahap pendanaan. Tim PKM RSH Islam Aboge sendiri beranggotakan 5 (lima) orang yaitu Yoga Andika Saputra sebagai ketua, Kunti Dewi Masyithoh, Keisha Viandita Sugiyanto, Fadia Auni dan Abdullah Ubab serta Harto Wicaksono S.Pd. M.A. selaku dosen pembimbing tim PKM ini. Dari bulan April hingga Juli, tim PKM RSH telah meneliti dan berinteraksi langsung dengan penghayat kepercayaan Aboge yang ada di Dusun Binangun. Kami meneliti bagaimana mereka mengamalkan ajaran dalam kehidupan mereka seperti tata cara beribadah, praktik masyarakat seperti perkawinan dan yang paling penting adalah mempelajari tentang sistem penanggalan mereka yang berbeda dengan sistem penanggalan Hijriah atau Asapon.
Berangkat dari permasalahan mengenai ketidakpastian fikih dan almanak yang rentan dialami oleh penganut kepercayaan Aboge menuntun Tim PKM RSH Islam Aboge menemukan langkah yang sesuai untuk melestarikan ajaran Aboge yang selama ini tidak memiliki bentuk tertulis sebagai dasar ajaran bagi penganutnya. Readopting The Aboge merupakan suatu program yang ditawarkan oleh Tim PKM RSH Islam Aboge dalam melestarikan dan menjaga bentuk budaya non benda yang diamalkan oleh penganut Aboge tidak hilang dimakan zaman. Program ini dilaksanakan pada 27 Juni 2024 dan berbentuk sebuah forum yang berisikan 15 orang kepala keluarga yang menganut ajaran Aboge. Melalui program ini, penghayat kepercayaan Aboge dapat mendiskusikan ajarannya dan menuangkan hasil pemikirannya ke dalam tulisan. Kemudian, hasil tulisan mereka ini akan digabungkan menjadi sebuah buku yang nantinya dapat diberikan kepada keturunan mereka sehingga keturunan mereka memiliki pegangan dalam melestarikan ajaran Aboge.