Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Djokovic dan Australia Terbuka Masih Menyeramkan bagi Sir Andy Murray
12 Januari 2017 18:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT

Menjadi seorang Andy Murray tidaklah semudah yang Anda bayangkan.
ADVERTISEMENT
Dia memang baru saja dinobatkan menjadi ksatria baru Kerajaan Inggris. Akan tetapi, hal itu hanya mampu dia peroleh setelah mampu meraih berbagai gelar prestisius di cabang olahraga tenis. Ketika dia berhasil, maka dia akan diakui sebagai orang Inggris Raya. Namun jika gagal, label "Orang Skotlandia Keparat" sudah siap ditempelkan beramai-ramai ke jidatnya oleh orang-orang Inggris.
Walau terlihat menyebalkan, hal ini sebenarnya dapat diartikan sebagai sebuah bentuk kerinduan orang Inggris yang teramat sangat untuk mampu merajai olahraga yang mereka ciptakan sendiri. Setelah upaya mereka di sepak bola tak kunjung berhasil, prestasi Andy Murray... maaf, Sir Andy Murray, di dunia tenis tentu jadi pelepas dahaga yang cukup menyegarkan.
Tahun 2016 lalu memang merupakan tahun yang spesial untuk Sir Andy. Satu gelar Grand Slam dan satu medali emas Olimpiade berhasil diraih pria 29 tahun tersebut. Yang lebih manis lagi, dia meraih gelalr Grand Slam itu di halaman belakang rumahnya; di Wimbledon. Keberhasilan itu membuat Murray menyamai rekor petenis legendaris Inggris, Fred Perry, sebagai petenis Britania kedua yang berhasil meraih lebih dari satu gelar Wimbledon.
ADVERTISEMENT
Namun, meski mampu meraih dua prestasi besar itu, Murray sesungguhnya bukan petenis yang benar-benar dominan karena dia terus dibayang-bayangi Novak Djokovic di sepanjang tahun. Bahkan, Murray harus takluk dua kali dari Djokovic di dua final Grand Slam berbeda. The Joker berhasil menundukkan Murray di final Australia Terbuka dan Prancis Terbuka.
Murray sebenarnya mampu membalas dua kekalahan ini dengan dua kemenangan pula. Akan tetapi, dua kemenangan Murray atas Djokovic "hanya" bisa diraihnya di ajang yang levelnya ada di bawah dua Grand Slam itu, Roma Masters dan ATP World Tour Finals di London.
Total, pada tahun 2016 lalu, Djokovic mampu memenangi delapan dari 17 turnamen tunggal yang dia ikuti. Ini belum termasuk laga beregu Piala Davis di mana Inggris gagal dibawanya lolos ke semifinal usai menyerah dari Argentina. Sementara itu, di nomor ganda, baik ganda putra maupun ganda campuran, tak ada satu gelar pun yang mampu diraih Murray.
ADVERTISEMENT
Adapun, pada musim kompetisi 2016 lalu, Murray berhasil mencatat rekor kemenangan 78-9. Dari 78 kemenangan itu, enam di antaranya dia peroleh atas petenis Kanada, Milos Raonic, termasuk kemenangan di final Wimbledon. Kalah enam kali, Raonic tak mampu sekali pun mampu mengalahkan Murray. Sementara itu, selain dua kekalahan dari Djokovic di dua final Grand Slam, satu kekalahan Grand Slam diderita Murray dari petenis asal Jepang, Kei Nishikori, di perempat final Amerika Serikat Terbuka.
Sir Andy Murray total menghadapi 51 lawan berbeda tahun lalu dan dia berhasil mencatatkan rekor positif atas 48 di antaranya. Tiga petenis yang menjadi "duri dalam daging" Murray adalah Rafael Nadal (1-1), Juan Martin del Potro (1-1), dan tentu saja, Novak Djokovic (2-3). Rekor negatif atas Djokovic ini menjadi salah satu noda hitam di tahun yang selebihnya berlangsung cemerlang.
ADVERTISEMENT
Satu lagi hal menarik dari rekor Sir Andy pada tahun 2016 adalah kesukaannya pada lapangan keras (hard court). Dari 17 turnamen, Murray berhasil masuk di 13 partai final, dan dari 13 partai final itu, 8 di antaranya merupakan turnamen yang berlangsung di lapangan keras. Enam trofi pun akhirnya berhasil dibawa pulang Murray dari 8 final itu.
Sebaliknya, "hobi" Murray di lapangan keras ini agak berbanding terbalik dengan rekornya di lapangan tanah liat (clay court). Di lapangan jenis ini, Murray memang berhasil melaju ke tiga final berbeda, tetapi hanya ada satu trofi yang berhasil dibawa pulang. Tiga final di lapangan tanah liat ini seluruhnya dilalui Murray bersama Djokovic.
Senin (16/1/2017) depan nanti, Australia Terbuka akan kembali digelar. Grand Slam ini merupakan satu dari dua turnamen Grand Slam yang belum pernah dijuarai oleh Murray, bersama Prancis Terbuka. Murray tentu saja akan sangat penasaran dengan turnamen yang satu ini mengingat sebelum 2016 lalu, dia sebenarnya sudah mampu sampai ke final hingga empat kali. Lima kali final, lima kali kalah, dan empat dari lima kealahan itu diderita Murray dari Novak Djokovic.
ADVERTISEMENT
Australia Terbuka dan Novak Djokovic memang masih menjadi hantu tersendiri bagi Andy Murray. Dari tujuh pertemuan di final Grand Slam dengan Novak Djokovic, Murray baru bisa menang sebanyak dua kali. Djokovic pun hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Tahun lalu, petenis Serbia ini selain mampu memenangi dua Grand Slam, juga mampu melaju ke satu final Grand Slam lain (Amerika Serikat Terbuka) sebelum dikalahkan Stanislas Wawrinka.
Gelar Sir memang sebuah beban tersendiri bagi siapa pun yang menerimanya. Di usianya yang masih 29 tahun, tentu tuntutan itu masih akan terus dialamatkan kepada Murray untuk bisa menyandang gelar itu dengan sebaik-baiknya. Jika dia mampu mempertahankan performanya pada tahun 2016 pun, itu sudah lebih dari cukup bagi mereka yang berharap kepadanya. Bayangkan seandainya di tahun 2017 ini Sir Andy Murray mampu mengalahkan dua momoknya yang paling menyeramkan itu.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, mampukah Sang Ksatria memberi pelajaran pada Si Badut?