Prolog: Liga Europa, Sebenar-benarnya Ladang Kesempatan

14 September 2017 11:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trofi Liga Europa (Foto: Reuters/Eric Gaillard)
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Liga Europa (Foto: Reuters/Eric Gaillard)
ADVERTISEMENT
Liga Europa musim 2017/18 akan dimulai Jumat (15/9) dini hari nanti dan kami tahu bahwa Anda tidak terlalu antusias menyambutnya, kecuali jika Anda adalah penggemar klub yang akan berlaga di sana, tentunya.
ADVERTISEMENT
Para tifosi Atalanta, misalnya. Sudah 26 tahun klub kebanggaan warga Bergamo ini absen dari kompetisi antarklub Eropa dan kini, mereka kembali setelah pada musim lalu berhasil mengejutkan Serie A dengan mengakhiri musim di peringkat keenam. Bagi mereka, ajang Liga Europa ini adalah sesuatu yang layak untuk dirayakan dengan semeriah mungkin.
Faktanya adalah, tidak semua klub Eropa adalah Real Madrid atau Bayern Muenchen. Mereka, klub-klub itu, hanyalah puncak dari gunung es. Mereka adalah kaum 1% jika dibandingkan dengan klub-klub sepak bola lainnya. Jika Liga Champions adalah pertunjukan opera, maka Liga Europa adalah pesta rakyat.
Di Liga Europa, kesempatan untuk ikut serta memang lebih terbuka lebar. Jika peserta fase grup Liga Champions adalah 32 klub, di Liga Europa ada 16 klub lebih banyak. Ini belum termasuk klub-klub peringkat ketiga di fase grup Liga Champions yang akan turut serta di fase gugur Liga Europa. Dengan kata lain, Liga Europa adalah sebenar-benarnya ladang kesempatan.
ADVERTISEMENT
Sevilla, contohnya. Apabila tak ada ajang ini, maka mereka akan selamanya hanya menjadi klub papan tengah di Spanyol sana tanpa banyak dipedulikan orang. Namun, keberhasilan mereka merajai Piala UEFA/Liga Europa pada milenium ketiga ini membuat klub Andalusia tersebut menjadi bahan perbincangan yang cukup menarik.
Dari keberhasilan Sevilla itu mencuatlah nama-nama seperti Dani Alves dan Ivan Rakitic. Kedua pemain itu kemudian direkrut oleh Barcelona dan pada prosesnya, turut berjasa mengantarkan raksasa Catalunya itu meraih hadiah utama di Eropa: Liga Champions.
Selain kedua pemain itu, nama Monchi yang merupakan mantan direktur olahraga Sevilla juga menjadi tenar. Oleh publik, pria berkepala pelontos itu kini disebut sebagai seorang genius dalam urusan transfer dan mengembangkan pemain muda.
ADVERTISEMENT
Selain Sevilla, ada juga Atletico Madrid yang sebelum menjadi finalis di dua musim kompetisi Liga Champions, sudah terlebih dahulu menjuarai Liga Europa. Pada musim 2011/12 lalu, legenda klub Diego Pablo Simeone kembali ke Atletico Madrid sebagai pelatih.
Simeone mengais reputasi di Liga Europa. (Foto: Reuters/Sergio Perez)
zoom-in-whitePerbesar
Simeone mengais reputasi di Liga Europa. (Foto: Reuters/Sergio Perez)
Bersama Simeone, Atletico bertransformasi dari kuda hitam di Spanyol menjadi salah satu klub elite di Eropa dan titik baliknya adalah keberhasilan mereka di Liga Europa musim itu. Sejak itu, tak sekali pun nama Atletico dan Simeone tidak diperhitungkan oleh para pengamat baik itu di La Liga maupun Liga Champions.
Lalu, yang paling fenomenal tentu saja Jose Mourinho dan Porto-nya pada awal 2000-an dulu. Meski nama Mourinho baru benar-benar dikenal publik tatkala membawa Porto menjuarai Liga Champions 2003/04, pada musim sebelumnya dia sudah terlebih dahulu mencuri perhatian di ajang Piala UEFA. Dari dua keberhasilan itulah julukan The Special One datang.
ADVERTISEMENT
Bicara soal Jose Mourinho, pada musim lalu dia berhasil meraih gelar Liga Europa keduanya. Kali ini, klub yang beruntung merasakan tangan dinginnya adalah Manchester United dan atas keberhasilan itu, "Iblis Merah" pun mendapatkan sebuah keuntungan luar biasa, yakni dengan lolos ke Liga Champions meski di Premier League mereka hanya finis di tempat keenam.
Sejak 2015 lalu, UEFA memang sudah menerapkan insentif baru di mana juara Liga Europa berhak untuk lolos langsung ke Liga Champions musim depan tak peduli di peringkat berapa mereka mengakhiri musim di liganya. Inilah yang disebut orang-orang sebagai hadiah Liga Europa yang sesungguhnya karena sebelumnya, kompetisi ini memang tidak terlalu dianggap serius.
Reyes dengan trofi Liga Europa 2016. (Foto: David Ramos/Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Reyes dengan trofi Liga Europa 2016. (Foto: David Ramos/Getty Images)
Tottenham Hotspur era Harry Redknapp dulu, misalnya, seringkali hanya menurunkan para pemain pelapis kala berlaga di Liga Europa. Selain itu, klub-klub Italia juga seringkali dituduh menyepelekan kompetisi ini hingga akhirnya, sejak Parma pada musim 1998/99, belum ada lagi klub Italia yang mampu menjuarai Liga Europa. Dengan insentif tadi, diharapkan Liga Europa bakal semakin semarak.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya kemudian, kenapa harus ada hadiah lolos ke Liga Champions itu? Jawabannya adalah semata-mata karena uang.
Di antara dua kompetisi ini memang ada disparitas yang cukup mencolok soal berapa uang yang didapat sebuah klub. Pada musim lalu, Manchester United hanya mendapat uang sebesar 13 juta euro dari uang hadiah. Sementara, juara Liga Champions, Real Madrid, bisa mendapat uang sampai 54,2 juta euro.
Jumlah itu belum termasuk uang hak siar yang jika dihitung, Real Madrid secara keseluruhan mengantongi uang sampai 89,5 juta euro. Sedangkan, uang tambahan hak siar yang diterima Manchester United hanya sekitar 10-12 juta euro dan dengan demikian, uang yang diterima United pun tidak sampai sepertiga uang yang dikantongi Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Uang Liga Europa United tidak seberapa. (Foto: Lee Smith/Reuters )
zoom-in-whitePerbesar
Uang Liga Europa United tidak seberapa. (Foto: Lee Smith/Reuters )
Bagi klub-klub Eropa, Liga Champions adalah prasyarat untuk bisa meraih kesuksesan secara berkesinambungan. Masalahnya, uang yang terlibat di sana memang sangat, sangat besar. Ini belum termasuk bagaimana nantinya, siapa pun yang bisa berkiprah dengan apik di Liga Champions bakal mendapat sorotan yang ujung-ujungnya, bisa digunakan untuk menarik keuntungan finansial juga.
Suka tidak suka, potret sepak bola modern memang seperti ini adanya. Meski klub yang membeli kesuksesan kemudian menjadi musuh bersama, sejatinya tidak ada klub yang tidak membeli kesuksesan. Sepak bola sudah menjadi industri dan oleh karenanya, semua-muanya membutuhkan uang.
Liga Europa, di sini pada akhirnya memang hanya menjadi batu pijakan untuk menapak ke level berikut dan musim ini, klub-klub seperti Everton, Arsenal, Lazio, dan Real Sociedad akan berupaya untuk menggunakan batu pijakan ini seoptimal mungkin.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, tak seperti Milan yang punya kans nyata untuk lolos langsung ke Liga Champions, klub-klub itu diprediksi bakal agak kesulitan untuk melakukannya. Bukan tidak mungkin, memang, tetapi mengingat pesaing-pesaing yang mereka miliki di liga domestik, ada baiknya mereka berkonsentrasi penuh di ajang ini saja seperti Manchester United musim lalu.