Konten dari Pengguna

Membedah Isu Kepunahan Bahasa Manusia Menurut Elon Musk

Yoga Pratama
Reporter, penulis di waktu luang
3 Juni 2020 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yoga Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Elon Musk menjadi bahan perbincangan banyak orang di dunia belakangan ini. Sensasi yang pertama adalah soal nama anaknya yang tidak lazim, yakni X Æ A-12. Baru-baru ini pendiri SpaceX tersebut juga mengeluarkan pernyataan menggemparkan. Menurutnya, bahasa manusia akan punah dalam kurun waktu paling cepat lima tahun ke depan berkat perangkat neuro-teknologi Neuralink yang sedang digarapnya.
ADVERTISEMENT
Perangkat tersebut berbentuk chip yang ditanam di tengkorak manusia yang elektrodanya bisa masuk ke area otak secara perlahan-lahan. Dengan perangkat tersebut, seseorang tak perlu berbicara lagi, bahkan orang tersebut akan mampu berkomunikasi secara cepat dengan presisi yang mantap.
Ingin berbicara bahasa yang berbeda? Mudah sekali. Tinggal download programnya. Tak hanya itu, perangkat tersebut juga bisa mengatasi masalah penglihatan. Pada dasarnya, menurut Musk, alat ini bisa menyembuhkan kelainan apapun yang bisa menimpa otak manusia, termasuk epilepsi, stroke, dan Alzheimer.
Dengan perangkat tersebut tertancap di batang tengkorak, seseorang akan mampu melakukan interface dengan lawan bicaranya secara non-verbal dan tanpa kontak fisik. Penyampaian pesan akan terjalin dengan cara saling transfer data dari satu pembicara ke pembicara lain tanpa harus menggunakan mulut untuk bersuara. Akibatnya, kedua pembicara bisa saling mengetahui isi pikiran lawan bicaranya masing-masing, seakan-akan sedang mempraktikkan telepati.
ADVERTISEMENT
Musk berdalih bahwa selain untuk mengatasi kelainan otak, perangkat ini juga diciptakan dengan tujuan agar manusia bisa menyampaikan sebuah konsep atau ide yang kompleks secara mudah ke lawan bicaranya untuk menghindari masalah miskomunikasi. Selama ini, menurutnya, penyampaian pesan dari orang yang satu kadang masih ditangkap berbeda oleh orang lainnya. Hal itu disebabkan salah satunya oleh lemahnya tingkat decoding di pihak pendengar. Musk mencoba menghapus kegagalan komunikasi itu lewat Neuralink.
Entah respon apa yang harus masyarakat dunia ungkapkan mengenai rencana ini. Barangkali ada yang menyambutnya dengan sukacita karena Musk menjanjikan kesembuhan pada berbagai jenis kelainan otak, tapi yang menanggapinya dengan kegetiran tampaknya jauh lebih banyak.
Di satu sisi, rencana ini bisa dilihat sebagai simbol utopia di masa depan. Di sisi lain, hal ini bisa menciptakan distopia mengerikan yang familiar kita temukan di seri Black Mirror.
ADVERTISEMENT
Permasalahannya, berbahasa merupakan sebuah hasrat dasar manusia, sebuah hasrat yang inheren, alias melekat sejak lahir. Mengapa kita berbahasa? Karena kita ingin berinteraksi sosial dengan manusia lainnya. Mengapa harus berinteraksi sosial? Karena manusia adalah makhluk sosial.
Bahasalah yang membedakan manusia dengan hewan, setidaknya begitu kata Aristoteles. Filosofi dasarnya sesederhana itu. Membunuh bahasa sama dengan membunuh manusia.
Pada prinsipnya, manusia yang dilahirkan ke bumi sudah didesain sedemikian rupa untuk mampu berbahasa. Manusia sudah dilengkapi perangkat natural seperti laring yang dilengkapi pita suara hingga mulut yang biasa kita gunakan sebagai alat artikulasi.
Tentu saja organ-organ tersebut tercipta dengan tujuan tertentu, yang tak lain dan tak bukan adalah untuk mengungkapkan ide-ide abstrak dari dalam kepala, kepada orang lain dalam bentuk bahasa verbal, sehingga terjadi interaksi sosial di antara sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Sekarang, mari bayangkan sebuah kelompok masyarakat yang tak berbicara secara verbal lagi: bagian neo-cortex (area otak yang bertanggung jawab untuk bahasa) tak berfungsi selayaknya, mulut tak lagi bergerak, bahkan mungkin raut wajah menjadi datar-datar saja.
Kita akan bertransformasi dari sesosok manusia dengan hasrat-hasrat sosial di dalam jiwanya menjadi seonggok robot―hanya saja berdaging dan bertulang―yang secara modern merepresi hasrat-hasrat manusiawinya sendiri. Kita akan menjadi cyborg sepenuhnya.
Apabila rencana ini terealisasi, kemungkinan besar bahasa manusia tidak akan berkembang atau berevolusi. Musk bahkan memprediksi bahasa akan menjadi usang dan tak terpakai lagi. Artinya, lama-kelamaan bahasa manusia akan punah. Interaksi sosial kita hanya akan bergantung pada sebuah perangkat artifisial yang harus dicas terlebih dahulu ketika baterainya mati.
ADVERTISEMENT
Padahal, dengan perangkat alamiahnya, manusia sudah membangun sebuah institusi sosial abstrak bernama bahasa, setidaknya sejak pertama kali ungkapan-ungkapan verbal digunakan sebagai password atau tanda pengenal kelompok di awal peradaban hingga menjadi bahasa yang kita punya saat ini.
Manusialah yang menciptakan kosakata lalu menyimpannya dalam sebuah kontrak sosial yang tak kasat mata untuk digunakan oleh generasi-generasi setelahnya. Manusialah yang membuat bahasa arbitrer di mana makna sebuah kata bisa berubah dari waktu ke waktu.
Dengan perangkat temuan Musk, kita tidak akan menemukan lagi slang-slang kreatif yang praktis seperti “mager”, “woles”, “kentang” hingga “mantul”. Neuralink belum tentu bisa memperkaya variasi sebuah kata umpatan menjadi “anjay”, anjir”, “anjrit”, “anjer”, dan sebagainya. Tak peduli seberapa benci kita dengan slang-slang tersebut, itu adalah salah satu produk evolusi bahasa manusia.
ADVERTISEMENT
Terawatnya kemanusiaan sejak berabad-abad lalu hingga kini bisa terjadi berkat interaksi sosial yang konstan. Interaksi sosial tersebut bisa berlanjut karena terjaganya dan berkembangnya bahasa manusia. Dan tercapainya evolusi bahasa tersebut bergantung pada individu manusianya sendiri―yang natural dan non-artifisial.
Sebaliknya, apabila bahasa manusia terbunuh, maka kemanusiaan akan ikut mati juga. Dengan kata lain, secara implisit perangkat Neuralink milik Musk sedang berencana mengubur kemanusiaan.
Rencana Musk ini barangkali tidak akan membunuh manusia secara fisik. Akan tetapi, psikologi manusia akan terepresi. Dalam berbahasa, manusia mengkombinasikan unsur psikologis dan fisiologis.
Ide-ide abstrak di dalam kepala bersifat psikologis. Sementara pengungkapan ide-ide tersebut dalam bentuk bunyi (fonem) bersifat fisiologis karena melibatkan laring dan mulut. Dan ketika psikologi manusia terepresi, gangguan mental seperti depresi dan perilaku agresif adalah bayarannya.
ADVERTISEMENT
Dalam waktu secepat-cepatnya lima tahun dari sekarang, kita akan menyaksikan Black Mirror di kehidupan nyata. Saat mendapati pengalaman surealistik itulah kita baru akan sadar kalau pada akhirnya perkembangan teknologi tak selamanya bisa mengangkat derajat manusia. Ia bisa juga membunuhnya.