Di Negara Demokrasi, Jabatan Publik Ada yang Serasa Feodal

I Putu Yoga Saputra
S2 Magister Administrasi Publik, Universitas Nasional - Juru Bicara Muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Konten dari Pengguna
14 November 2023 17:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Putu Yoga Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Feodalisme, Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Feodalisme, Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia diklaim sebagai negara yang menggunakan sistem demokrasi. Hal tersebut secara empiris dan normatif dapat dilihat dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat juga bukti normatif pada batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Kedaulatan Berada di tangan Rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pada pasal 28 juga berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
Jika dipadukan dengan definisi demokrasi menurut para ahli, maka isi dari Undang-Undang di atas secara implisit menegaskan bahwa Indonesia merupakan Negara yang menggunakan sistem demokrasi. Salah satu wujud sederhana sistem demokrasi di Indonesia adalah adanya pemilihan umum untuk menentukan keterwakilan rakyat baik di eksekutif maupun legislatif.
ADVERTISEMENT
Sifat kekuasaan di sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah tidak mutlak, hal tersebut dapat dilihat dari jabatan-jabatan public yang di batasi masa kekuasaannya contohnya Presiden dan wakil presiden yang dibatasi 10 tahun maksimal menjabat. Namun, dalam Negara Demokrasi seperti Indonesia saat ini, terdapat jabatan-jabatan public yang tidak diatur batas maksimal kekuasaannya.
Hal tersebut dapat kita lihat contohnya dari para anggota legislatif bahwa terdapat anggota legislatif yang menjabat bahkan bisa lebih dari 10 tahun atau 2 periode masa pemilihan umum. Padahal antara Anggota legislatif dan juga presiden sama-sama dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih langsung oleh rakyat.
Namun mengapa masa jabatan anggota legislatif tidak turut dibatasi juga? Bukankah dalam negara demokrasi seharusnya kekuasaan atau batas maksimal jabatan publik harus ditentukan terkhusus untuk anggota legislatif?
ADVERTISEMENT
Hal ini rasanya akan mustahil diwujudkan, sejak isu ini bergulir, banyak anggota DPR RI yang tidak menyepakati usulan ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tersebut merupakan Open Legal Policy yang artinya perubahan hanya dapat dilakukan oleh si pembuat undang-undang tersebut.
Dengan penolakan yang terjadi oleh para DPR maka akan sangatlah mustahil jika dilakukannya revisi Undang-Undang yang mengatur tentang batas maksimum Anggota DPR.
Padahal apa pun bentuk jabatan publik yang dipilih langsung melalui pemilihan umum harus dibatasi masa maksimum jabatannya sampai tidak boleh dicalonkan atau mencalonkan diri lagi. Hal ini menjadi sesuatu hal yang sangat penting mengingat bangsa kita menerapkan sistem demokrasi, harus ada pergantian subjek kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Beberapa argumentasi para anggota DPR yang menolak usulan ini agaknya sedikit kurang masuk akal. Contohnya seperti yang dikatakan oleh Politikus PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan yang mengatakan bahwa “jabatan legislatif berbeda dengan jabatan eksekutif.”
Bukankah memang fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif itu memang berbeda? Penulis menyimpulkan bahwa argumentasi itu di luar konteks. Bahwa meskipun fungsi yang dimiliki berbeda, jabatan yang diraih melalui pemilihan umum tersebut erat kaitannya dengan wewenang dan juga kekuasaan.
Di mana pun itu, kekuasaan yang cenderung tidak dibatasi maka akan terjadi kekuasaan yang korup. Kekuasaan yang korup bukan hanya tentang korup anggaran saja, namun korup kebijakan. Terlebih, DPR memiliki wewenang fungsi control dan juga penyusunan Undang-Undang. Dan jika masa kekuasaan anggota DPR tidak dibatasi limitasi maksimalnya, maka jangan heran jika setiap undang-undang yang disusun dan ditetapkan di DPR tidak berpihak ke rakyat kecil.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini sedikit menggoyahkan penulis tentang Negara Demokrasi, apakah benar Indonesia menerapkan sistem Demokrasi? Jika benar, mengapa beberapa jabatan publik yang dipilih langsung oleh rakyat bisa dipilih terus tanpa batas yang ditentukan terkhusus untuk anggota legislatif?
Hal ini belum berbicara jauh tentang masa jabatan Ketua Umum Parpol, bahkan ada Ketua Umum Parpol yang menjabat sampai lebih dari 20 Tahun. Ini sangat memprihatinkan juga, yang di mana partai politik merupakan tulang rusuk demokrasi, namun jauh dari prinsip Demokrasi kekuasaan.