Menuju 2024, Indonesia Butuh Narasi Gagasan

I Putu Yoga Saputra
S2 Magister Administrasi Publik, Universitas Nasional - Juru Bicara Muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Konten dari Pengguna
10 Maret 2023 18:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Putu Yoga Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampanye hitam. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampanye hitam. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Tak terasa pesta demokrasi di Indonesia sudah semakin dekat. Jika mengacu pada laman resmi KPU dan juga PKPU, proses pencalonan presiden akan dilaksanakan pada 19 Oktober 2023-25 November 2023 atau sekitar 38 hari sejak tanggal pencalonan dimulai.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya menuju masa kampanye yang dimulai pada 28 November 2023-10 Februari 2024 atau sekitar 75 hari untuk masa kampanye. Dan, waktu pemungutan dan perhitungan suara dilakukan pada tanggal 14 Februari 2024, empat hari setelah masa kampanye berakhir. Jadi, akan ada 38 hari masa pencalonan presiden dan 75 hari untuk masa kampanye.
Pemilihan umum merupakan sebuah hal yang identik dilakukan oleh negara yang menganut sistem demokrasi untuk melakukan peralihan kekuasaan, baik itu eksekutif maupun legislatif.
Jika kembali menyelami secara mendalam tentang subtansi dari sebuah pemilu, mengacu UU No 7 tahun 2017 pada pasal 4 menyatakan tujuan dari pemilu adalah memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu, serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya jika kembali mengacu pada UU NO 8 tahun 2012 tentang pengertian pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Republik Indonesia 1945. Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan Lembaga demokrasi.
Penulis mencoba menafsirkan dan menyimpulkan Kembali tentang pemilu itu sendiri, yang mana pemilu merupakan ruang bagi rakyat untuk memilih pemimpin atau wakil rakyat dalam momentum pergantian kekuasaan secara periodik.
Maka dalam hal ini, rakyatlah yang memiliki hak untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin dan juga wakil rakyatnya. Tentu ini menjadi momentum yang penting bagi rakyat Indonesia untuk dapat mengevaluasi segala bentuk kebijakan yang telah dijalankan oleh pemimpin dan wakil rakyat sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan diberi amanah untuk menjalankan isi dari UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengevaluasi dan menentukan siapa yang layak untuk menjadi pemimpin serta wakil rakyat merupakan hal yang paling inti dari pemilu itu sendiri dengan harapan untuk masyarakat Indonesia yang baik lagi.
Namun, rakyat hanya memiliki waktu sekitar 38 hari untuk pencalonan serta 75 hari saja untuk mengevaluasi dan menilai seberapa layak pemimpin dan wakil rakyat untuk melanjutkan segala kebijakan yang telah dianggap baik serta segala kebijakan yang dianggap kurang baik.
Semua itu rakyatlah yang berhak menilai, karena sesuai dengan amanah undang-undang kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Jika momentum pemilu dianggap sebagai momentum untuk menyempurnakan Indonesia menjadi lebih baik lagi, tentu narasi gagasan menjadi hal yang sangat penting untuk ditawarkan ke rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemilu 2024 harus menjadi ajang para calon pemimpin dan wakil rakyat untuk menawarkan berbagai macam produk gagasan untuk mewujudkan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Hal tersebut tidak lepas dari berbagai persoalan yang terjadi bangsa kita.
Penulis mencoba mengambil contoh dalam aspek pendidikan mengingat UUD 1945 mengamanahkan untuk bangsa kita mampu mewujudkan kecerdasan bangsa. Jika mengacu pada situs resmi Kemendikbud, RAPBN TA 2022 untuk pendidikan dialokasikan sebesar Rp 541,7 triliun. Namun anggaran sebesar itu tidak menjamin bahwa masalah dan peningkatan kualitas mutu pendidikan dapat terselesaikan begitu saja.
Jika melihat data dari World Population Review Indonesia berada di peringkat ke-54 dari 78 negara. Terjadi selisih 34 peringkat dengan negara Polandia yang berada di peringkat 20 dunia, di mana antara Polandia dan juga Indonesia merupakan sama-sama negara berkembang. Wajar saja jika masih ada banyak pelajar Indonesia yang lebih memilih mengenyam pendidikan di luar negeri dikarenakan mutu pendidikan yang lebih baik dari Indoensia.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari dataindonesia.id, tahun 2021 Australia menjadi tujuan terbanyak para pelajar Indonesia untuk menempuh pendidikan. Terdapat 12.852 orang yang mengenyam pendidikan di negeri kangguru tersebut. Hal tersebut relevan jika melihat data bahwa pendidikan di Australia menempati peringkat 11 dunia.
Setelah Australia, Malaysia menjadi tujuan terbanyak ke-2 untuk para pelajar di Indonesia dengan total 9.902 orang. Disusul dengan Amerika Serikat dengan jumlah 8.039 orang, Jepang 4.722 orang, dan Inggris 3.420 orang.
Tentu ini bukan menjadi satu-satunya problem. Dikutip dari Kompas.com, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) menyampaikan bahwa terdapat sekitar 2-3 juta lulusan SMA dan SMK tiap tahunnya, namun yang dapat diserap baru sekitar 38 persen saja.
ADVERTISEMENT
Tentu ini masih jauh jika berharap untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki SDM yang maju di tengah bayang-bayang bonus demografi yang melanda Indonesia di tahun 2045. Hal tersebut disebabkan oleh kuota penerimaan SNMPTN yang tidak sebanding dengan jumlah yang mendaftar.
Dikutip dari beritasatu.com, Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi menyebutkan peserta yang eligible atau berhak mengikuti seleksi sekitar 837.000 orang, sedangkan kuota SNMPTN yang ditetapkan hanya untuk 100.000 orang.
Artinya sisa dari 100.000 orang ini harus mencari jalan lain seperti mengikuti SBMPTN, jalur mandiri, atau bahkan mengakses kampus swasta untuk dapat berkuliah yang notabenenya memiliki biaya yang lebih besar dibanding jalur SNMPTN dan SBMPTN.
Penulis menyimpulkan permasalahan pendidikan di Indonesia tidaklah mudah. Tentu tulisan ini belum menjangkau seluruh permasalahan tentang pendidikan di Indonesia. Lantas bagaimana cara menyelesaikan problem-problem pendidikan di Indonesia seperti diterangkan di atas?
ADVERTISEMENT
Untuk menyelesaikan problem-problem pendidikan di atas dibutuhkan political will dari pemimpin-pemimpin di negeri ini. Pemilu 2024 menjadi momentum untuk kita semua. Apakah ada gagasan dari para calon pemimpin serta calon wakil rakyat untuk dapat ditawarkan ke masyarakat Indonesia demi menyelesaikan problematika yang terjadi di dunia pendidikan kita?
Kita tentu sebagai pemilih, sangat menanti-nantikan narasi gagasan itu bermunculan menuju pemilu 2024 meskipun waktu yang rakyat miliki hanya sekitar 75 hari saja untuk mendengarkan dan menilai apa yang ditawarkan oleh para calon pemimpin dan wakil rakyat pada saat masa kampanye.
Dengan waktu 75 hari masa kampanye, tentu kita berharap dapat mengakomodir seluruh gagasan dengan segmentasi masalah yang bukan hanya berada di sektor pendidikan saja. Menuju pemilu 2024, Indonesia butuh narasi yang memuat gagasan untuk Indonesia lebih baik.
ADVERTISEMENT