Antisipasi New COVID-19: Tak Perlu Lagi Pasien Meninggal Kekurangan Oksigen

yogi prasetya
Sejak tahun 2017 bekerja di Industri alat kesehatan luar negeri dan dalam negeri. Saat ini sebagai fokus menangani pengembangan produk alat kesehatan dan juga pengembangan bisnis di PT Bagdu Utama Mandiri.
Konten dari Pengguna
28 November 2021 9:32 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari yogi prasetya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tabung oksigen. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tabung oksigen. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 20 Juni 2021, Direktur salah satu rumah sakit pemerintah di sekitar wilayah Tangerang kontak saya. Dia menceritakan ketersediaan tabung oksigen liquid di rumah sakit mulai habis akibat lonjakan pasien COVID-19. Paling lama dapat bertahan hanya dalam jangka waktu 3 hari. Sementara, pemasok tabung oksigen liquid yang biasa mengirimkan ke rumah sakit tersebut mulai kehabisan stok.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi tidak pernah berbisnis tabung liquid oksigen medis. Namun, memiliki jaringan pertemanan ke industri penyedia tabung liquid oksigen medis. Saya langsung memberikan kontak dua penyedia tabung oksigen yang cukup besar. Sehingga untuk sementara masalah pasokan oksigen medis ke rumah sakit dapat diatasi.
Kondisi terjadi pada RS pemerintah yang bukan rujukan COVID-19. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi RS rujukan COVID-19 pada saat itu?
Nah, dari situ kemudian saya baca berita, seluruh RS di Indonesia pada Juni-Juli 2021 mengalami krisis oksigen medis yang cukup parah. Pasien kritis yang membutuhkan oksigen banyak yang meninggal akibat RS tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Selama Juni-Juli 2021, data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menunjukkan sekitar 39 ribu orang meninggal akibat COVID-19, dengan rerata lebih dari 1.000 orang per hari. Jumlah kematian tertinggi selama pandemi COVID-19 terjadi.
ADVERTISEMENT
Kasus yang fenomenal adalah yang terjadi di rumah sakit Sardjito, Yogyakarta. Rumah sakit terbesar di daerah tersebut harus mengalami kekurangan Oksigen medis sehingga menyebabkan 63 pasien COVID-19 meninggal dunia. Namun akhirnya diralat menjadi 33 pasien yang meninggal akibat kekurangan pasokan oksigen. Belum lagi yang terjadi di rumah sakit terbesar di Jawa Barat, RS Hasan Sadikin, yang harus kalang kabut sendiri mencari sumber pabrik oksigen cair atau liquid. Karena pemasok utamanya, tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan supply oksigen rumah sakit tersebut. Padahal pemasok oksigen rumah sakit tersebut adalah pemasok terbesar oksigen cair di Indonesia.
Kisah di atas baru sedikit kasus, belum lagi dengan kasus lainnya yang membuat hati kita menjadi miris mendengarnya.
ADVERTISEMENT
Dan ingat, walau sekarang kasus COVID-19 mulai menurun, para ahli pandemi atau Epidemiolog di Indonesia maupun dunia masih menyatakan belum aman. Data kasus COVID-19 di Indonesia per tanggal 27 November menyebutkan masih ada penambahan 404 orang. Di beberapa negara Eropa cluster COVID-19 juga bermunculan. Sementara di Afrika Selatan muncul varian COVID-19 terbaru yang disebut Omicron atau B.1.1.529. Varian baru, yang menurut kabar, lebih agresif dan resistan terhadap vaksin. WHO, melalui Dr. Michael J. Ryan, Executive Director WHO Health Emergencies Programme, menyatakan bahwa kondisi yang “merasa” bahwa pandemi ini sudah selesai adalah sikap yang berbahaya. Kita harus tetap melakukan vaksinasi secara menyeluruh, pasokan oksigen medis harus disiapkan secara baik serta ketersedian alat pelindung diri yang harus tetap terjamin serta terjangkau, demikian menurut Dr. Michael. Kita lihat di pernyataan tersebut bahwa pasokan oksigen medis menjadi salah satu prioritas utama dalam menghadapi wabah ini.
ADVERTISEMENT
Sekilas Tentang Oksigen Medis
Pada saat terjadi badai COVID-19 di bulan Juni-Agustus 2021 lalu, Pemerintah berusaha dengan sangat keras mengatasi permasalahan supply oksigen medis yang terjadi. Salah satunya dengan cara mengalihkan pasokan oksigen Industri ke rumah-rumah sakit. Kita lihat hal tersebut dapat sedikit meredam kelangkaan oksigen. Walau tindakan tersebut sebenarnya mengandung risiko yang sangat besar. Karena, jenis oksigen industri berbeda dengan jenis oksigen medis. Salah satunya adalah masalah purity atau kemurnian oksigen. Oksigen industri hanya memiliki kemurnian maksimal sekitar 70%. Bahkan di beberapa tempat hanya sekitar 20% saja. Sedangkan oksigen medis, kemurniannya harus, minimal di angka 90 %. Pada pabrik oksigen liquid bahkan harus minimal 99,5%. Sementara untuk oksigen yang dihasilkan oleh mesin generator PSA angka minimal purity minimal harus 90%. Ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 4 Tahun 2016 dan juga ketentuan penggunaan oksigen medis yang dikeluarkan oleh WHO ( World Health Organization) . Bahkan WHO di situsnya secara tegas melarang penggunaan oksigen industri untuk keperluan medis.
ADVERTISEMENT
Namun di masa krisis, saat tak ada pilihan lain, tindakan tersebut harus dilakukan. Daripada tidak sama sekali. Tentu saja ini solusi yang sifatnya sementara. Harus ada solusi yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah krisis oksigen. Ini yang nanti akan kita bahas lebih jauh pada tulisan ini
Nah, sebelum membahas lebih jauh tentang solusi yang dapat kita lakukan bersama, penulis sendiri merasa mendapatkan hikmah dari krisis oksigen yang terjadi. Penulis menjadi tahu bahwa pemahaman masyarakat di Indonesia pada umumnya, bahkan di level pemerintah para pelaku di dunia kesehatan, mengenai sumber-sumber oksigen untuk rumah sakit ternyata masih sangat minim.
Kebanyakan dari kita hanya mengetahui bahwa sumber oksigen itu hanya dipasok oleh pabrikan oksigen liquid. Tempat pengisian oksigen liquid banyak tersebar di berbagai daerah. Itu saja informasi yang paling umum di masyarakat. Proses pembuatan oksigen liquid secara mudah adalah seperti ini: gas udara dipisahkan melalui proses pencairan suhu yang sangat dingin mencapai minimal -150 derajat celsius sehingga kemudian menghasilkan oksigen cair dengan kemurnian 99.5%. Oksigen cair ini kemudian dimasukkan ke dalam tabung-tabung gas baik ukuran kecil, besar, dan sangat besar. Proses pembuatan ini membutuhkan pabrikan yang cukup rumit dan mahal. Sehingga produsen utama dari oksigen cair hanya didominasi segelintir perusahaan besar saja di Indonesia.
Petugas pengisian ulang membongkar muat tabung oksigen untuk kebutuhan medis di Banda Aceh, Aceh, Rabu (18/8/2021). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
Kemudian ada proses pembuatan oksigen murni melalui teknologi PSA atau pressure swing absortion. Caranya, udara bebas ditarik melalui kompresor udara kemudian diolah oleh Oxygen Concetrator atau Generator dan kemudian dikeluarkan dalam kondisi oksigen yang sudah memiliki kemurnian 90-96 persen. Oxygen Concetrator digunakan untuk output oksigen dengan aliran yang kecil, yaitu sekitar 5-10 LPM ( Liter Per Menit). Sementara Oxygen Generator atau biasa disebut dengan Oxygen Plant memiliki output yang besar, mulai dari 50 LPM hingga 2.000 LPM. Proses lewat teknologi PSA ini lebih simpel dan dapat dilakukan langsung oleh pihak Rumah sakit atau unit-unit kesehatan lainnya. Dan ketersediaan alat ini menjadi rekomendasi utama dari WHO saat terjadi krisis atau pandemi COVID-19 seperti saat sekarang
ADVERTISEMENT
Dari pengalaman penulis, untuk teknologi PSA khususnya dalam skala besar atau via Generator Oksigen, banyak pihak rumah masih awam dalam hal penggunaannya. Masih butuh edukasi yang cukup intens untuk menerangkan sumber-sumber oksigen medis ini.
Padahal dalam praktiknya dua cara utama memperoleh oksigen murni untuk kebutuhan medis ini harus dilakukan saling beriringan. Saling mendukung satu sama lain. Terutama saat menghadapi bencana kekurangan oksigen medis akibat pandemi COVID-19. Seluruh sumber oksigen harus dimaksimalkan. Tak ada yang dapat berdiri sendiri menghadapi situasi seperti yang kita alami kemarin. Pemerintah, produsen gas oksigen cair, produsen alat konsentrator, dan generator oksigen berteknologi PSA, supplier tabung gas medis hingga penggunanya (rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya) harus bekerja sama membuat sistem distribusi oksigen medis yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Kondisi krisis oksigen ini juga dialami oleh banyak negara. Salah satunya India. Situasi krisis dan proses distribusi oksigen medis di India agak mirip dengan kita. Tulisan dari Meenakshi Datta Ghosh and Aruna Sharma, yang berjudul “How India Can Prevent the Next Oxygen Shortage Crisis” pada bulan Juni 2021 yang dimuat di situs Centre For Global Developtment cukup menarik kita simak. Tulisan mereka menjelaskan tentang model pasokan oksigen medis di India, menguraikan respons terhadap krisis oksigen, termasuk masalah kekurangan oksigen yang parah di beberapa negara bagian India, dan memberikan rekomendasi tentang bagaimana India dapat mencegah krisis berikutnya yang berasal dari kekurangan oksigen.
Dan metode yang dipaparkan di artikel ini, menurut para penulisnya, dapat diterapkan di negara-negara berkembang lainnya. Khususnya di Indonesia yang kondisinya sedikit mirip dengan India.
ADVERTISEMENT

Belajar Dari India

Pemakaman jenazah korban COVID-19 di tepian Sungai Gangga di Phaphamau, Prayagraj, India. Foto: Ritesh Shukla/REUTERS
Sejak Januari 2020 dunia sudah bergulat dengan pandemi COVID-19 dalam gelombang dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Dan dalam kasus yang berkaitan dengan COVID-19, oksigen medis adalah satu-satunya terapi untuk mengobati hipoksemia yang diakibatkan COVID-19. Di mana tingkat oksigen dalam darah drop dengan sangat rendah. Ketika kadar oksigen darah turun, organ dan jaringan mulai rusak, dan pasien dengan COVID-19 yang dalam kondisi parah harus segera diberi oksigen tambahan.
Gelombang kedua virus corona yang menghancurkan di seluruh India membuat permintaan harian untuk oksigen medis tambahan meningkat menjadi sekitar 12 kali lipat dari yang dibutuhkan sebelum COVID-19. Ini terjadi selama Maret, April, dan awal Mei 2021. Sektor kesehatan, tidak dapat dengan segera meningkatkan ruang perawatan kritis, untuk menyediakan tempat tidur rumah sakit beroksigen, ICU, obat-obatan, dan ventilator. Permintaan oksigen jauh melebihi ketersediaan, dan rumah sakit serta krematorium yang ada benar-benar kewalahan.
ADVERTISEMENT
Di India, oksigen medis saat ini dipasok oleh rumah sakit swasta dan pemerintah melalui pasar atau pihak ketiga. Selama masa normal, yaitu dalam periode permintaan sehari-hari yang normal dan hanya sedikit berfluktuasi, mekanisme ini bekerja dengan cukup baik. Namun, dalam menghadapi pandemi yang ganas dan meluas, mekanisme pasar tanpa perlindungan dan pengawasan yang memadai mengarah pada hasil yang buruk. Karena persediaan sifatnya sudah tetap dalam jangka yang waktu pendek. Harga tabung oksigen dapat naik berlipat ganda tanpa terkendali, membuat harga oksigen medis menjadi tidak terjangkau dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi di antara orang-orang yang sangat miskin. Selain itu, ada masalah geografi dan logistik. Oksigen cair kriogenik atau kita biasa sebut oksigen liquid untuk penggunaan medis ini diproduksi di lokasi cukup jauh.
ADVERTISEMENT
Pemerintah India telah mengajukan solusi pada tahun 2020 lalu untuk mendirikan instalasi generator oksigen PSA ( pressure swing adsorption) sebanyak 162 generator oksigen plant di tingkat distrik—fasilitas yang berisi mesin yang dapat menghasilkan oksigen dari udara—untuk rumah sakit pemerintah, tetapi butuh delapan bulan untuk dapat menyelesaikan kontrak ini. Pada bulan Juni 2021, baru 33 Instalasi Generator Oksigen PSA yang dipasang di 15 negara bagian. Solusi ini mungkin dapat diterapkan juga di Indonesia.
Solusi Pasokan Oksigen Medis Dengan Menggunakan : Nested Nodal Allocation Model
Berkaca dari permasalahan pasokan oksigen medis di India, kondisinya relatif mirip dengan di Indonesia. Berikut ini solusi yang bisa dilakukan stakeholder industri oksigen medis di Indonesia
COVID-19 telah memperjelas bahwa dalam keadaan darurat, pasokan oksigen medis harus dikelola dengan perencanaan yang matang dan pemantauan yang ketat, dan tidak boleh dibiarkan begitu saja di pasaran. Merencanakan keadaan darurat seperti itu tidaklah mudah, dan setidaknya ada 3 tantangan:
ADVERTISEMENT
Pertama, bahwa sulit untuk memprediksi permintaan oksigen di tingkat mana pun (nasional, provinsi, kabupaten/kotamadya) yang mungkin muncul dalam keadaan darurat di masa depan,
Kedua, bahwa distribusi logistik oksigen dari sumber pasokan ke ibu kota negara, lebih jauh lagi ke tingkat kabupaten, dan lebih jauh lagi ke tingkat masyarakat dan fasilitas kesehatan terkecil dalam pelaksanaanya sangat sulit, dan
Ketiga, bahwa arus informasi, dan kepatuhan terhadap arahan dari otoritas perencanaan, membutuhkan waktu.
Meenakshi Datta Ghosh and Aruna Sharma mengusulkan model respons yang memanfaatkan informasi penawaran dan permintaan yang dinamis dan terus berkembang berkembang serta tertanam dalam model tata kelola multi-level yang responsif untuk pasokan oksigen pada saat krisis, seperti terjadi pada gelombang kedua COVID-19. Ini untuk menggantikan ketergantungan pasokan oksigen yang semata-mata pada pasar. Mereka menyebut model ini Nested Nodal Allocation Model (NNAM).
ADVERTISEMENT
Model NNAM ini memiliki 4 elemen kunci.
1. Pengaturan dan protokol tata kelola yang jelas
Selama masa normal, otoritas tingkat kabupaten kota, provinsi , dan pusat NNAM harus ditunjuk-termasuk komposisi, peran, dan tanggung jawab-dan protokol harus diikuti dengan cermat. Prosedur operasi standar pada stok penyangga oksigen medis, aliran informasi, dan alokasi oksigen juga harus dikembangkan. Misalnya, Otoritas NNAM tingkat kabupaten/kota harus selalu memelihara stok penyangga yang ditentukan berdasarkan jumlah hari tertentu dari penggunaan waktu normal, katakanlah dalam jangka waktu per 10 hari.
Susunan otoritas pada tingkat yang berbeda dapat menjadi seperti berikut ini:
Otoritas NNAM Kabupaten/Kota: dapat diketuai oleh kolektor lokal, dan dapat mencakup dinas kesehatan di level kabupaten/kota, perwakilan dari departemen transportasi, dan rumah sakit swasta/pemerintah tingkat kabupaten/kota.
ADVERTISEMENT
Otoritas NNAM Provinsi: dapat diketuai oleh sekretaris dinas dari dinas kesehatan, dan dapat mencakup Direktur Kesehatan RSUD tingkat provinsi, perwakilan dari departemen transportasi, dan rumah sakit swasta/pemerintah tingkat provinsi.
Otoritas NNAM Pusat/Nasional itu akan memiliki komposisi yang mirip dengan Otoritas NNAM di Provinsi, dan di samping itu, mungkin termasuk perwakilan pemasok oksigen medis.
2. Pasokan oksigen yang memadai
Sebagai bagian dari pekerjaan persiapan, harus ada mandat untuk pasokan oksigen yang memadai di semua rumah pemerintah atau swasta. Pasokan ini dapat berasal dari memasang, memelihara, dan mengoperasikan Generator Oksigen PSA, memperkuat infrastruktur oksigen liquid bila memungkinkan, dan menyediakan oksigen konsentrator dan silinder oksigen yang stand-by.
Rumah sakit besar, baik pemerintah dan swasta, harus memiliki Generator Oksigen PSA di tempat, melalui alat ini oksigen dapat disalurkan langsung ke tempat tidur pasien. Sementara itu untuk Rumah sakit yang lebih kecil, komunitas, dan pusat kesehatan primer, seperti puskesmas, dapat mengandalkan konsentrator oksigen portabel dan tabung oksigen siaga. Atau produsen Generator Oksigen lokal dapat juga membuat generator oksigen ukuran kecil di bawah 50 LPM untuk level Puskesmas.
ADVERTISEMENT
3. Sebuah clearing house dengan aliran informasi standar tentang permintaan dan pasokan oksigen di semua tingkatan
Setelah NNAM diaktifkan, setiap rumah sakit harus melaporkan kebutuhan oksigennya setiap hari kepada otoritas yang ditunjuk (bisa disebut dengan nama “Otoritas Lokal NNAM”) di tingkat Kabupaten/Kota, kekurangan produksinya sendiri, dan stok penyangga yang tersisa. Alat perencanaan oksigen dapat membantu dalam menghitung proyeksi permintaan. Otoritas NNAM Kabupaten/Kota akan mengumpulkan informasi ini setiap hari, menentukan jumlah yang tersedia dalam stok penyangganya sendiri, dan menyerahkannya kepada Otoritas NNAM di Provinsi yang ditunjuk. Otoritas NNAM Provinsi akan mengumpulkan tuntutan dari Kabupaten/Kota dan mengomunikasikan informasi ini ke Otoritas NNAM pusat/nasional yang ditunjuk.
4. Alokasi dan distribusi oksigen dari atas ke bawah
ADVERTISEMENT
Setelah NNAM diaktifkan, Otoritas NNAM Pusat/Nasional akan bertanggung jawab untuk mengalokasikan pasokan oksigen yang tersedia setiap hari ke provinsi . Otoritas NNAM provinsi akan, pada gilirannya, mengalokasikan kembali kedatangan setiap hari ke otoritas NNAM Kabupaten/kota berdasarkan aturan sebelumnya, dan mengatur distribusi logistik. Otoritas NNAM kabupaten/kota, pada gilirannya, akan melakukan hal yang sama. Pada setiap tingkat, informasi mengalir baik ke atas (permintaan) dan ke bawah (alokasi). Stok penyangga pada setiap tingkat berfungsi untuk memperlancar variasi antara permintaan dan penawaran pada setiap titik waktu.
Kesimpulan
Penting untuk ditekankan bahwa model yang dijelaskan di atas tidak dapat dengan mudah diatur dengan cepat. Upaya untuk melakukannya secara tergesa-gesa tanpa perencanaan akan menghasilkan kekacauan yang telah kita lihat selama gelombang kedua COVID-19. Pemerintah harus menerapkan sistem ( dapat membuat aplikasi/software khusus), melatih personel dalam menjalankan prosedur operasi standar, dan melakukan uji coba. Banyak negara telah menghadapi krisis oksigen yang parah dalam pandemi saat ini. Lewat model penanganan seperti ini, tak perlu ada lagi warga yang harus menderita karena krisis oksigen medis lagi. Semoga.
ADVERTISEMENT
(Yogi Prasetya, pekerja di Industri Alat Kesehatan Indonesia)
Salah Satu Pabrik Generator Oksigen berteknologi PSA di Indonesia. Sumber foto: Milik Pribadi