Konten dari Pengguna

Hegemoni-Dominasi dalam Novel Lolong Anjing di Bulan karya Arafat Nur

Mochammad Yogik Septiawan
Peneliti Muda Academia Forum Karya Buku : Buku Syair-syair terbuang (ISBN Progresif) Buku Meniti jalan sunyi, menggapai mimpi (ISBN Umsurabaya Publishing)
12 Juli 2024 15:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mochammad Yogik Septiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/anjing-peliharaan-hovawart-hitam-1194087/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/anjing-peliharaan-hovawart-hitam-1194087/
ADVERTISEMENT
Berbicara karya sastra maka akan mengarah pada pengertian bahwa karya sastra adalah hasil dari suatu ekspresi manusia, baik ekspresi percintaan, kebudayaan, lelucon dan bahkan menyampaikan pandangan politiknya. Dalam perkembangan sastra tentunya terjadi relasi antara sastra dengan bangsanya yaitu dengan kondisi politiknya, apakah itu relasi yang bersifat mendukung atau sebaliknya. Jika pada orde baru segala sesuatu yang berlawanan dengan rezim akan mendapatkan hukuman, entah itu pelarangan peredaran bahkan hukuman penjara bagi penulisnya.
ADVERTISEMENT
Berbanding terbalik ketika berganti pada era reformasi yang merupakan era kebebasan berekspresi dan berpendapat, maka tidak heran jika karya sastra yang hadir terdapat muatan kritik dan pandangan politik, sebagaimana dalam novel Lolong Anjing di Bulan karya Arafat Nur yang terbit pada tahun 2018. Novel tersebut menceritakan relasi kekuasaan dalam konteks Gerakan Aceh Merdeka, dimana ketegangan antara tentara RI dengan Masyarakat Aceh yang tergabung dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Praktik-praktik kekuasaan dalam novel Lolong Anjing di Bulan karya Arafat Nur digambarkan dengan lugas dan jelas. Para tentara Republik Indonesia (RI) di Aceh bertindak koersif terhadap masyarakat sipil, menggunakan kekerasan fisik, psikologis, dan verbal.
Mereka memaksa warga kampung untuk memasang lampu di depan jalan, yang simbolis untuk memudahkan penangkapan warga yang diduga menjadi pemberontak. Kekejaman tentara RI juga diilustrasikan dengan pembunuhan keji, seperti kasus pembunuhan ayah Nazir, tokoh utama dalam novel, yang mayatnya ditemukan oleh anjing peliharaan keluarga dengan kondisi tubuh yang sangat mengerikan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dalam konsep Fairclugh bahwa relasi kekuasaan selalu berkaitan dengan perjuangan, melibatkan satu kelompok dengan kelompok yang lain dalam beberapa variasi: kelas atas—kelas bawah, perempuan—laki-laki, hitam—putih, muda—tua, dan sebagainya.
Relasi kekuasaan juga berkaitan dengan siapa yang menguasai dan siapa yang dikuasai beserta segala strategi dan unsur-unsurnya. Kemudian dalam pandangan Gramsci, untuk melakukan dan mempertahankan kekuasaan maka perlu dilakukan praktik hegemoni dan dominasi. Dominasi sebagaimana praktik secara kekerasan, pemaksaan, sedangkan hegemoni bersifat negosiasi dan kesepakatan.
Praktik kekuasaan dalam terlihat dengan perangkat dominasi, dominasi tersebut dilakukan oleh aparat-aparat negara, yaitu tentara RI, yang bertindak sangat koersif kepada masyarakat sipil di Aceh. Ideologi dominasi RI ini didorong oleh keuntungan ekonomi, khususnya melalui eksplorasi gas alam di Aceh, yang keuntungannya dialirkan ke pemerintah pusat RI dan Amerika.
ADVERTISEMENT
Dalam relasi kekuatan tersebut, terdapat pula hegemoni parsial yang melekat pada masyarakat sipil. Mereka cenderung memilih untuk mengelola alam dan menghindari konflik dengan tentara RI. Namun, ketika tindakan koersif tentara RI memasuki wilayah domestik mereka, masyarakat sipil melakukan konter dominasi dengan bergabung dalam tentara Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Konter terhadap dominasi dan hegemoni dilakukan oleh kelompok intelektual, baik dari masyarakat sipil yang berubah menjadi politik maupun dari politik yang berhasil mempengaruhi masyarakat sipil untuk melawan dominasi RI. Ideologi konter ini berfokus pada pengelolaan alam untuk bertahan hidup, ketentraman hidup, serta harga diri.
Maka dalam novel berjudul Lolong Anjing di Bulan memberikan gambaran bahwa praktik kekuasaan dalam novel ini menunjukkan dominasi oleh tentara RI dan konter dominasi oleh kelompok intelektual melalui GAM, dengan bahasa sebagai modal penting dalam memperluas kekuatan dan mempengaruhi perubahan dalam relasi kekuatan tersebut.
ADVERTISEMENT