Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kuntowijoyo dan Pandangan Dunianuya dalam Cerpen Pistol Perdamaian
22 Juli 2024 12:13 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Mochammad Yogik Septiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Zaman akan terus mengalami perubahan, hal ini dapat kita saksikan bahwa kenyataan saat ini yang penuh dengan peradaban modern. Jika pada 20/25 tahun yang lalu kita masih menyaksikan anak-anak/pemuda yang memainkan permainan tradisional, bermain petak umpet, gobak sodor, kelereng, gansing, dan mainan lainnya, akan tetapi pada saat ini sudah jarang ditemui permainan tersebut dimainkan anak-anak saat ini, anak-anak sudah berganti menggunakan smartphone untuk bermain. Kenyataan tersebut dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2020, bahwa pertumbuhan di indonesia dalam penggunaan teknologi dan internet begitu pesat selama lima tahun terakhir. Sebagaimana penggunaan internet dalam rumah tangga telah mencapai 78,18%, sementara pengguna telepon seluler meningkat hingga 62,84%. Hal tersebut menunjukkan minat yang luar biasa terhadap dunia modern, dunia yang penuh dengan kecanggihan teknologi dan internet.
ADVERTISEMENT
Persoalan tersebut juga terdapat dalam karya sastra, yaitu pada cerpen Pistol Perdamaian karya Kuntowijoyo. Pada cerpen diceritakan antara suami dan istri yang berdebat tentang barang-barang pusaka yang merupakan pusaka warisan. Tokoh laki-laki tengah mendapatkan beragam pusaka yang diantaranya ada keris, cundrik, ujung tombak, pistol dan lainnya, akan tetapi tokoh perempuan atau istrinya menolak benda pusaka tersebut ditempatkan di beberapa ruangan rumahnya, setelah melalui perdebatan panjang akhirnya disepakati penempatannya di ruang perpustakaan.
Cerpen tersebut tentunya tidak terlepas dari pengarangnya, yaitu Kuntowijoyo. Apa yang tersampaikan dalam karya sastra tentunya sebagai pandangan pengarang atas persoalan/fenomena sosial. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Lucien Goldman, bahwa pandangan dunia adalah adalah istilah kompleks yang merupakan gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, perasaan-perasaan yang menghubungkan dengan kelompok lainnya. Dalam pengertian lain disebut sebagai ekspresi psike yang terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Maka pendangan dunia berisi persoalan ide dan eskpresi psike yang terinternalisasi dalam suatu karya sastra. Sebagiaman konsep tersebut, maka pandangan dunia kuntowijoyo juga dapat ditemukan dalam cerpennya yang berjudul Pistol Perdamaian.
ADVERTISEMENT
Pada kalimat tersebut merupakan pandangan dunia kuntowijoyo yang tersaji dalam cerpennya. Pandangan dunianya adalah pandangan yang mempertahankan tradisi, yaitu kepercayaannya terhadap tradisi menayuh suatu senjata warisan. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kecocokannya dengan benda pusaka yang mana. Tradisi menayuh sebagaimana tradisi nenek moyang yang bersifat tradisional.
ADVERTISEMENT
Dalam kepercayaannya terhadap tradisi, pandangan kuntowijoyo terdesak oleh kemajuan zaman yang modern. Hal itu dikemukakannya pada cerpen pistol perdamaian.
Kalimat tersebut memberikan gambaran bahwa pandangan kuntowijoyo yang mempertahankan adat/tradisi mengalami tantangan perkembangan zaman. dalam proses menayuh, tokoh laki-laki mendapati pusaka pistol, bukan keris, cundrik, ujung tombak atau lainnya. Representasi bahwa kuntowijoyo harus menerima kenyataan dunia modern adalah dengan menerima pistol. Pistol adalah senjata modern, senjata yang dibuat oleh pabrik. Tentu saja lebih bersifat modern daripada keris dan lainnya yang merepresentasikan tradisional.
ADVERTISEMENT
Pandangan dunia kuntowijoyo tercermin dalam cerita pendeknya yang berjudul pistol perdamaian. Pandangan dunianya adalah pandangan dunia tradisional, yaitu pandangan yang mendukung untuk tetap melestarikan adat dan kebudayaan nenek moyang, akan tetapi peradaban yang terus maju dan mengarah pada dunia modern, kuntowijoyo yang pada awalnya mempertahankan peradaban tradisional, tapi pada akhirnya terdesak untuk mengikuti peradaban modern.