Subalternitas Gayatri Spivak: Kelompok Subaltern dalam Cerpen Ular dan Amarah

Mochammad Yogik Septiawan
Peneliti Muda Academia Forum Karya Buku : Buku Syair-syair terbuang (ISBN Progresif) Buku Meniti jalan sunyi, menggapai mimpi (ISBN Umsurabaya Publishing)
Konten dari Pengguna
2 Oktober 2023 20:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mochammad Yogik Septiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi karya sastra. Foto: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi karya sastra. Foto: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang terhadap fenomena masyarakat. Sastra senantiasa berkaitan dengan masyarakat, baik dalam menceritakan fenomena masyarakat atau memberikan kritik terhadap problem sosial masyarakat. Ekspresi penulis dalam menyampaikan informasi dalam bentuk karya sastra sangat bervariatif, novel, puisi, cerpen dan dalam bentuk lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan ini yang menjadi objek kajian sastra adalah cerpen berjudul Ular dan Amarah. Karya seorang cerpenis kelahiran Semarang, Jawa Tengah yaitu, A.S. Laksana yang ditulis dan berhasil terbit di Jawa Pos pada tanggal 11 Juni 2017. Cerpen Ular dan Amarah sangat menarik menjadi objek kajian, terlebih penulis mengkaji menggunakan kajian teori Subaltern Spivak.
Cerpen Ular dan Amarah menceritakan tokoh Seto sebagai tokoh utama dalam cerita. Seto digambarkan sebagai seorang yang baik hati, namun di sisi lain juga sebagai pendendam yang kecam. Ia baik karena prihatin melihat rumah si peramal telah dibakar oleh warga sekitar dan Seto ingin menolong si peramal dan anak perempuannya dengan mencari orang-orang yang terlibat dalam peristiwa pembakaran rumahnya.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya sebagai pendendam yang kejam diceritakan bahwa Seto telah membunuh dua orang, satu orang berandal dan sahatnya Broto. Selain Seto terdapat juga tokoh lainnya yaitu; Broto, si peramal dan anaknya, berandal dan adiknya Broto.

Subjek Subaltern dan Praktik-Praktik Postkolonial

Dalam karya sastra cerpen Ular dan Amarah menyampaikan cerita yang sangat kompleks dan dapat dianalisis dengan menggunakan berbagai teori. Teori Sublatern Gayatri Spivak akan menjadi pisa analisa dalam cerpen Ular dan Amarah karya A.S. Laksana. Istilah subaltern digunakan untuk merujuk kepada golongan marginal dan golongan yang berkedudukan rendah. Subaltern merujuk kepada golongan inferior, yaitu golongan masyarakat yang menjadi hegemoni kelas-kelas yang berkuasa (Saputra, 2011).
Menurut Sipvak, golongan subaltern yang tertindas tidak mungkin bangkit dan bersuara. Gayatri Spivak memahami posisi subaltern karena melihat pengalaman dan persoalan yang dihadapi oleh kelompok subaltern yang tidak bisa keluar dari ruang ketertindasan. Suara-suara subaltern telah tertutup rapat dan tidak bisa didengarkan atau dibawa ke ruang publik.
ADVERTISEMENT

Si Peramal dan Anaknya adalah Golongan Subaltern

Si Peramal dan anaknya menjadi golongan yang tidak mendapatkan posisi lebih dalam cerita pendek Ular dan Amarah, ia di posisikan pada posisi inferior, dalam bahasa Spivak adalah golongan subaltern. Ada hal yang menarik dalam cerita pendek ini adalah hadirnya si peramal diceritakan sebagai orang Cina.
Cina adalah negara asing yang identik dengan penjajah, meskipun Cina bukan eropa, keberadaan Cina di Indonesia diidentikkan sebagai bangsa penjajah. Akan tetapi menjadi menarik seorang Cina diceritakan sebagai kaum tertindas, marjinal dan dalam bahasa Spivak adalah golongan subaltern. Berikut adalah kutipan dari cerpen Ular dan Amarah yang menunjukkan masyarakat sekitar mendominasi si peramal.
ADVERTISEMENT
Kutipan di atas menggambarkan bahwa alasan golongan superior membakar rumahnya si peramal karena seorang Cina. Si peramal menjadi golongan inferior atau subaltern karena menjadi kaum minoritas. Si peramal tidak dapat melakukan perlawanan, bahkan memberikan suaranya tidak terlihat dalam cerita. Maka dalam pandangan Spivak, cerpen Ular dan Amarah terdapat praktik postkolonial yang dilakukan masyarakat sekitar terhadap Cina.

Broto adalah Golongan Subaltern

Selain Cina si peramal yang mendapatkan posisi subaltern dalam cerita pendek Ular dan Amarah terdapat juga Broto sahabatnya Seto. Meskipun diceritakan sebagai sahabat yang memiliki arti setara, akan tetapi dalam jalannya cerita si broto mendapatkan posisi sebagai golongan tertindas, golongan yang tidak mampu bersuara bahkan memberikan perlawanan. Dalam kutipan dibawah ini menunjukkan bahwa Broto adalah golongan subaltern.
ADVERTISEMENT
Broto sedikit kesulitan. Lidahnya tiba-tiba terasa kaku dan otaknya mampet. Kamar tempat mereka bicara tiba-tiba terasa olehnya seperti ruang pengadilan. Ia menggeser sedikit pantatnya. Asap rokok Seto membubung ke atap. Broto menatap wajah temannya; Seto mengarahkan pandangannya ke kaca jendela. (Laksana, 2017)
Dalam kutipan di atas menggambarkan Broto kesulitan untuk memberikan jawaban setelah mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi dari Seto. Hal itu terlihat bahwa lidahnya Broto terasa kaku dan otaknya tidak dapat berfungsi.
Kutipan di atas ini mempertegas bahwa Broto adalah golongan subaltern. Pasca Broto menghilang beberapa hari dan berkhianat kepada Seto dengan menemui kelompok lain secara diam-diam, ia mendapatkan hukuman dari Seto. Broto tidak dapat mengelak hukuman tersebut. Seperti yang dikatakan Spivak bahwa golongan yang kalah dan berada pada posisi inferior dalam bahasanya adalah golongan subaltern.
ADVERTISEMENT
Pada simpulan dari tulisan ini terdapat beberapa golongan subaltern yaitu si peramal Cina dan Broto. Si Peramal dan Broto tidak dapat memberikan suara perlawanan terhadap golongan yang mendominasinya. Golongan yang tidak dapat bersuara adalah golongan subaltern.