Konten dari Pengguna

Dua Ribu Rupiah Tidak Bikin Miskin!

Yolanda Suci
a college student at PKN STAN who keeps learning
3 Februari 2025 6:52 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yolanda Suci tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda mengunjungi sebuah minimarket lalu ketika akan pergi, Anda dihampiri oleh “petugas” yang tiba-tiba menarik kendaraan Anda? Ketika Anda sadar, dua ribu rupiah–bahkan lebih–raib dari kantong Anda. Sungguh bukan hal yang menyenangkan apalagi setelah menyerahkan uang, “petugas” tersebut lenyap dari pandangan mata tanpa menolong Anda menyeberang jalan. Nyatanya, fenomena parkir liar ini marak terjadi di keseharian kita. Banyak yang berpendapat, “Uang dua ribu ga bikin kita miskin, kok! Uang dua ribu juga tidak bikin tukang parkir kaya! Jangan pelit-pelit, dong.” Namun, inti permasalahannya lebih dari sekedar uang dua ribu rupiah. Ada potensi pendapatan negara yang hilang akibat parkir liar ini. Belum lagi, bagi pelaku usaha, parkir liar dapat meningkatkan keengganan pelanggan untuk belanja (Varizie & Farlian, 2019). Efek dominonya, pelaku usaha bisa kehilangan potensi omset yang lagi-lagi dapat menurunkan pendapatan negara melalui pajak.
ADVERTISEMENT
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Pada pasal 43 dijelaskan bahwa penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar ruang milik jalan sesuai dengan izin yang diberikan. Hal ini berarti pengadaan fasilitas parkir tanpa izin dari pemerintah setempat merupakan parkir yang tidak resmi atau parkir liar. Selain itu, beberapa hal yang membedakan parkir resmi dan parkir liar adalah petugas, tiket/karcis, tarif, pendapatan, dan lokasi parkir.
Petugas parkir resmi biasanya mengenakan seragam, memiliki tanda pengenal–yang berisi nomor registrasi, dan dilengkapi surat tugas dari instansi terkait (Justika, n.d.). Namun, ada kalanya juru parkir resmi tidak memiliki tanda pengenal. Hal ini diperbolehkan asalkan petugas parkir dilengkapi dengan surat tugas (Kompas, 2017). Selain itu, ciri-ciri karcis parkir resmi ialah memiliki nomor seri yang berbeda dengan karcis lainnya, informasi tarif yang jelas, memiliki lubang perforasi dan memiliki watermark pemerintah setempat (Pikiran Rakyat, 2023). Sementara itu, parkir liar sering kali tidak memberikan karcis atau memberikan karcis tanpa nomor seri, dicetak di kertas seadanya, dan tidak ada lubang perforasi. Dari segi pendapatan, parkir resmi memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena retribusi parkir yang dikenakan akan masuk ke kas daerah. Namun, parkir liar tidak tercatat dalam sistem pajak dan retribusi karena biasanya masuk ke kantong juru parkir liar. Lokasi operasional juga menjadi pembeda utama. Parkir resmi hanya beroperasi di lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah, seperti tempat parkir umum atau tepi jalan yang telah memiliki izin (Pikiran Rakyat, 2023). Sebaliknya, parkir liar sering muncul di lokasi yang tidak semestinya atau bahkan mengganggu lalu lintas, seperti di bahu jalan, trotoar, atau di depan toko tanpa izin pemiliknya (Radar Lampung, 2023).
ADVERTISEMENT
Maraknya parkir liar ini bukan tanpa alasan. Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum menjadi salah satu faktor utama. Pemerintah seharusnya melakukan penyisiran intensif di tempat-tempat dengan mobilitas tinggi dan minim lahan parkir, seperti pinggir jalan raya, pasar tradisional, minimarket atau tempat usaha swasta, stasiun, terminal, rumah sakit, lalu memfasilitasi parkir resmi di area-area tersebut. Selain itu, tingkat pengangguran yang tinggi juga menjadi salah satu faktornya. “Bisnis” parkir liar ini kerap dianggap sebagai mata pencaharian yang menggiurkan sehingga banyak oknum juru parkir liar ini dengan sengaja dan tanpa izin “menguasai” suatu kawasan usaha milik orang lain yang bahkan sudah memfasilitasi tempat usahanya dengan tanda “PARKIR GRATIS”.
Sudah jelas bahwa parkir liar membebani masyarakat. Oknum juru parkir liar ini sering kali bersikap seenaknya. Mayoritas dari oknum tersebut tidak membantu mencarikan tempat untuk parkir, tidak membantu mengeluarkan kendaraan dari tempat parkir, juga tidak membantu menyeberangkan kendaraan. Mereka juga tidak melakukan apa-apa saat kendaraan diparkir dalam keaadan panas maupun hujan. Tidak pula bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan pengunjung. Mereka semata-mata hanya menerima uang saja. Meskipun tidak semua oknum seperti itu, ada efek buruk lain yang timbul dari maraknya parkir liar ini. Pemerintah daerah dapat kehilangan potensi penerimaan asli daerah (PAD) melalui retribusi parkir. Padahal, PAD yang seharusnya diterima ini dapat digunakan pemerintah untuk menyediakan fasilitas parkir yang lebih memadai. Selain itu, adanya parkir liar ini membuat pemerintah tidak tau seberapa banyak volume kendaraan yang mengunjungi suatu areal usaha karena tidak adanya sistem pencatatan. Padahal, sistem pencatatan ini dapat membantu pemerintah untuk memperkirakan desain terbaik fasilitas parkir yang dibutuhkan, seperti lahan parkir, besaran tarif parkir, serta banyaknya petugas yang diperlukan. Di sisi lain, parkir liar ini juga berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk belanja (Elbatista, et al., 2024). Konsumen sering kali membatalkan berbelanja ke suatu toko hanya karena ada parkir liar. Akibatnya, permintaan dari konsumen bisa menurun. Bagi pelaku usaha, tentu saja ini dapat membuat penurunan omset yang membuat usaha lesu.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara tetangga sudah menerapkan peraturan untuk memberantas parkir liar. Jerman menerapkan zona parkir terbatas yang hanya mengizinkan kendaraan parkir di tempat yang telah ditentukan dengan biaya tertentu. Di Amerika Serikat, pemerintah telah menerapkan sistem parkir pintar (smart parking meters) yang memungkinkan pembayaran secara digital dan pemantauan tempat parkir melalui aplikasi. Mirip dengan Amerika Serikat, pemerintah Korea Selatan telah memanfaatkan aplikasi pemesanan parkir yang memungkinkan warga menemukan tempat parkir yang tersedia secara real-time.
Sudah saatnya pemerintah daerah memberantas parkir liar. Beberapa langkah yang dapat ditempuh di antaranya adalah meningkatkan pengawasan dan patroli oleh Dinas Perhubungan dan Satpol PP dengan cara penyisiran area-area usaha. Pemerintah dapat melakukan pengecekan keabsahan sistem parkir yang ada beserta juru parkirnya. Pemberian sanksi yang tegas terhadap pelaku dan pengelola parkir liar juga penting untuk memberikan efek jera. Selain itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan pemilik usaha atau pihak swasta untuk membuat sistem parkir yang aman dan saling menguntungkan dengan cara menyejahterakan juru parkir dengan memberikan gaji yang resmi. Dengan begitu, juru parkir diharapkan dapat bekerja sesuai dengan standar operasional yang berlaku. Selanjutnya, pembayaran parkir bisa dilakukan tanpa uang (cashless), misalnya dengan QRIS. Hal ini dapat menghindari uang parkir masuk ke kantong juru parkir. Pemerintah juga dapat mengadopsi kebijakan yang telah diterapkan di negara lain dengan tetap mempertimbangkan benefit dan cost-nya dengan kebutuhan di negara kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Menjamurnya parkir liar memang terkesan sepele namun ini merupakan masalah serius karena bisa menjadi bibit-bibit perilaku korupsi dengan mengantongi uang parkir yang seharusnya menjadi milik negara. Praktik yang sudah berjalan lama ini memang sulit diberantas. Namun, pemerintah dapat melakukan berbagai upaya untuk setidaknya mengurangi maraknya parkir liar ini