Bagaimana jika Tali itu Tidak Pernah Putus Jon?

Yomi Putra
Sesdilu 61
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2018 10:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yomi Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagaimana jika tali penggerek bendera itu tak pernah putus Jon? Bagaimana jika kau tak pernah mempertaruhkan nyawamu memanjat tiang ramping itu? Akankah para dermawan dan para pejabat tinggi itu peduli dengan nasibmu? Dengan keluargamu yang tinggal di rumah berdindingkan anyaman bambu dan beratapkan rumbia? Akankah mereka peduli dengan sekolahmu yang kekurangan buku? Dengan teman-temanmu yang ingin jadi pemain bola namun tak memiliki lapangan bola? Dengan kampungmu yang gersang dan tandus tanpa air? mengarakmu dan mempertontonkan “kepedulian” mereka? Mudah-mudahan mereka memang peduli dengan tulus Jon.
ADVERTISEMENT
Pagi itu, seperti biasanya setiap tanggal 17 Agutus, segenap warga negara Indonesia bersiap-siap untuk melaksanakan upacara peringatan HUT RI, tak terkecuali warga di perbatasan Indonesia – Timor Leste. Upacara di tapal batas negara ini dilaksanakan di Pantai Motaain Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu Nusa Tengara Timur.
Sumber foto: UPT Sesdilu Kementerian luar Negeri
Derap langkah tegap, ayunan tangan pasti dan sikap sempurna para Pasukan Pengibar Bendera mengiringi prosesi pengibaran Sang Saka Merah Putih di Pantai Motaain, tak begitu jauh dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain. Semua berjalan lancar hingga para petugas Paskibra membentangkan bendera siap untuk dikibarkan. Dalam hentakan pertama, Sang Merah Putih yang tadinya terbentang sempurna langsung terkulai, tali pengikat terputus dan tertarik ke pucuk tiang bendera. Segenap peserta upacara berteriak tertahan, para petugas pengibar bendera tertegun, selama beberapa saat mereka terdiam, kebingungan apa yang harus dilakukan. Tidak seorangpun dari peserta upacara ataupun pelatih yang berinisiatif untuk memperbaiki tali ataupun menurunkan tiang bendera.
Sumber foto: UPT Sesdilu Kementerian luar Negeri
ADVERTISEMENT
Dari podium, Wakil Bupati Atambua menyerukan “upayakan agar Merah Putih tetap berkibar”. Dari barisan undangan-pun terdengar suara seorang Ibu setengah berbisik berkata “Merah Putih harus berkibar kalau tidak, mereka (para petugas perbatasan Timor Leste) akan lihat”, dari lapangan ini memang pos perbatasan Timor Leste dapat dilihat jelas karena terletak kurang dari 1 km dari lapangan upacara. Tak berselang lama, dari sisi sebelah kiri podium dari barisan paduan suara muncul seorang anak SMP yang sudah tidak lagi memakai sepatunya lari menuju tiang bendera, anak ini kemudian diketahui bernama Yohanes Andigala (Joni) siswa SMPN 1 Silawan.
Sumber foto: UPT Sesdilu Kementerian luar Negeri
Dengan sigap Joni memanjat tiang bendera yang begitu ramping. Ditengah tiang bendera Joni terhenti, entah karena capek atau karena tiang benderanya yang panas akibat paparan matahari dari pagi. Wakil Bupati dan sebagian peserta upacara mengkhawatirkan keselamatan Joni, hingga Wakil Bupati meminta Joni untuk turun “turun adek” begitu ujarnya. Namun Joni terus memanjat hingga mencapai pucuk tiang bendera, tepukan dan sorakan peserta upacara menggema begitu Joni berhasil menggapai ujung tali yang terputus. Karena kedua tangannya harus memegang tiang bendera agar tidak jatuh, Joni pun menggigit tali bendera tersebut hingga kebawah.
Sumber foto: UPT Sesdilu Kementerian luar Negeri
ADVERTISEMENT
Kejadian pagi itu membuat kami peserta Sekolah Dinas Luar Negeri (Sesdilu) – Kemlu yang ikut upacara di Motaain karena sedang melaksanakan kegiatan “Community Service” di Atambua Kabupaten Belu tercekat, terkesima, terharu bercampur menjadi satu. Sebagian besar, setelah upacara, mencoba memberikan apresiasi kepada Joni. Joni pun layaknya seorang anak SMP terlihat malu-malu dan tersenyum begitu mendapat apresiasi dari para peserta upacara.
Rangkaian kegiatan HUT RI Ke-73 di lapangan Motaain pun terus berlanjut, kami dan segenap siswa siswi PAUD, TK, SD, SMP dan SMA se Kecamatan Tasifeto Timur pun menggelar berbagai lomba dan pertandingan tradisional, balap karung, lomba joged, tarik tambang dan lain sebagainya. Sore harinya begitu seluruh rangkaian HUT RI dan perlombaan usai, kamipun kembali ke hotel di Atambua, namun terkejut begitu mendapati video yang diunggah ke Facebook pribadi rekan kami Ika Silalahi viral ke seantero negeri, video yang diunggah usai upacara bendera tersebut telah dibagikan hingga ratusan ribu kali. Malam hari-nya berbagai pernyataan dari pejabat negara-pun silih berganti menghiasi laman media sosial.
ADVERTISEMENT
Berbagai undangan, tawaran beasiswa, kesempatan karir dan bantuan finansial ditawarkan oleh berbagai kalangan. Namun, jika kita lihat lebih dalam, apakah para pejabat dan dermawan ini akan melakukan hal yang sama jika Joni tidak mempertaruhkan nyawanya memanjat tiang bendera tersebut? Akankah Joni dan segenap penduduk Belu, yang memiliki rasa cinta tanah air jauh diatas penduduk Jakarta yang hidup serba berkecukupan, tetap mendapat perhatian?.
Sumber foto: pribadi
Selama keberadaan saya di Belu, saya menyaksikan hampir disetiap rumah, bangunan dan pinggir jalan berkibar dengan gagah Sang Saka Merah Putih. Keadaan ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang tinggal di Ibu Kota, di pusat politik negeri ini. Pagi ini setelah saya kembali ke Jakarta, saya melongokkan kepala mencoba melihat ke parkampungan warga, hanya ada 2 bendera yang berkibar, 1 bendera Merah Putih satunya lagi bendera partai. Menyedihkan memang, warga yang tinggal di tapal batas negara, dengan segala keterbatasan dan kekurangan mampu menggelorakan rasa nasionalisme melalui simbol negara yang berkibar gagah di setiap rumah dibandingkan kita yang konon tinggal di kota yang maju.
Sumber foto: pribadi
ADVERTISEMENT
Mudah-mudahan perhatian bangsa kepada Joni saat ini mampu membuka mata para pejabat dan dermawan, bahwa ada sebuah negeri di pojok bangsa ini, tameng kedaulatan dan batas negara, yang memiliki rasa cinta dan nasionalisme yang luar biasa tinggi namun masih hidup dalam kesederhanaan.