Kewajaran Baru

Yoris Sebastian
Pemikir Kreatif, Penulis Buku dan Pembicara Publik. Founder OMG Consulting & Co-founder Inspigo Podcast Indonesia.
Konten dari Pengguna
16 Juli 2020 17:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yoris Sebastian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrator:: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrator:: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Saya lebih suka menggunakan kata kewajaran baru untuk berbagai hal baru yang kini kita lakukan. Bukan apa-apa, New Normal terkesan kita sudah normal lagi. Padahal belum. Sampai vaksin didistribusikan secara massal, barulah kita akan hidup normal lagi.
ADVERTISEMENT
Kewajaran baru juga mengandung hal baru yang mungkin akan kita terus lakukan bahkan setelah pandemi ini berlalu. Saya misalnya suka sekali dengan workshop secara online karena peserta saya tersebar dari seluruh Indonesia, bahkan ada yang di Singapura, Kuala Lumpur dan Amerika Serikat. Dulu saya hanya bikin workshop di kota-kota besar saja, kini peserta bisa dari berbagai kota kecil di Indonesia.
Sebagai konsultan bisnis, selama ini saya sudah akrab dengan zoom karena klien saya tersebar dari berbagai kota di Indonesia. Bedanya dulu saya pasti tatap muka dulu sekali. Kini ada banyak klien baru yang saya belum pernah tatap muka sama sekali.
Bicara soal kewajaran baru, sekarang saya sudah 4 bulan lebih di rumah saja. Saya belum menerima pekerjaan di luar rumah, walau di kota saya tinggal sudah menjalani PSBB transisi. Selama 4 bulan ini, saya dan mungkin banyak dari kita yang 24 jam di rumah terus menerus. Kalau di buku Creative Junkies yang saya tulis di tahun 2010, saya menyebut kasur adalah investasi mahal pertama saya karena saya gunakan 8 jam sehari. Kini, rumah jadi sangat penting karena digunakan 24 jam sehari. Saya merasa beruntung karena sudah memaksakan diri untuk membeli rumah di usia muda, yang mungkin baru sekarang saya nikmati sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
Dan kalau dulu kita harus berupaya untuk mengejar work life balance, kini hampir semua orang di dunia menjalani yang namanya work life blend. Bayangkan 24 jam kita terus menerus di rumah bersama keluarga. Namun ini menimbulkan masalah baru, rasanya kita bekerja terus menerus tanpa ada henti. Belum lagi anak yang terus menerus ingin bermain bersama kita.
Walau di rumah saja, mau tidak mau sejak April 2020 saya sekarang membuat jadwal rutin. Bukan hanya buat saya, namun juga buat anak saya yang sebenarnya sekolah dari rumah. Ini penting sehingga saya, istri dan anak tetap punya waktu bersama dan masing-masing juga punya waktu untuk diri sendiri. Sangat tidak enak bila sudah bersama 24 jam tapi tetap tidak punya waktu untuk keluarga.
ADVERTISEMENT
Kembali ke kewajaran baru, saya jadi bingung nih. Setelah pandemi berlalu apakah saya lebih condong ke bekerja dari rumah saja yang lebih banyak waktu untuk keluarga atau kembali ke jadwal saya semula yang jam 6 malam baru pulang ke rumah? Bagaimana dengan teman-teman sekalian?