Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Terbitnya PP NO. 25 Tahun 2024; Solusi atau Kontroversi?
14 Juni 2024 11:55 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Yosef Regita Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 30 Mei 2024 Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2024 yang mengatur tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara. Yang kemudian ini menjadi banyak perbincangan masyarakat Indonesi. Sebelum melihat lebih jauh kita ketahui bersama terlebih dahulu, bahwa sejarah pertamabangan di Indonesia pertam kali dimulai dengan hak konsensi pengelolaan pertama oleh Freeport dengan eksploitasi tanpa batas dan dapat diperpanjang sewaktu-waktu membuat Indonesia sudah merugi secara ekonomi dan ekologi. Bahwa yang menjadi kontroversi dalam PP No. 25 Tahun 2024 yaitu terdapat pada Pasal 83 A ayat 1 yang berbunyi;

Kajian tentang Pasal 33 UUD 1945 selalu dijadikan dasar dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia. Bahkan dalam isu ini selalu lebih mengedepankan keadilan ekonomi dibanding keadilan ekologis.
ADVERTISEMENT
Kaum antroposentrisme selalu menganggap bahwa manusia paling tinggi derajatnya dari mahluk lain, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Bahkan lebih ekstrimnya lagi kaum ini menganggap manusia sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Kegiatan pertambangan yang terjadi di Indonesia cenderung lebih banyak dampak negatifnya dibanding dampak positif.
Menurut DLHK Provinsi Banten, Dampak negatif kegiatan tambang bisa mengubah topografi dan hidrologi daerah yang ditambang kemudian hal itu akan menyebabkan erosi, pemadatan tanah dan hilangnya habitat yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem.
Dengan adanya aktivitas tambang seringkali menjadi sumber konflik dengan masyarakat lokal. Salah satu contohnya konflik warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah dengan pihak aparat kepolisian pada tahun 2019 sampai saat ini masih berlanjut. Sesuai yang dikutip dari kompas.com terjadinya konflik tersebut tidak lain ialah berawal dari rencana pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, kemudian untuk membangun bendungan ini diperlukan pasokan batuan andesit sebagai material bangunan. Oleh pemerintah, kebutuhan bantuan ini diambil dari desa Wadas dan akan dikeruk untuk penambangan andesit mencapai 145 hektare. Mengetahui hal ini masyarakat wadas pun menolak, karena dikhawatirkan proyek tambang ini akan merusak 28 titik sumber air warga desa.
ADVERTISEMENT
Kegiatan pertambangan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia sangat banyak dan tentu bukan hanya kasus wadas saja. Menurut penulis Ini seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah agar supaya lebih mementingkan kepentingan lingkungan dan masyarakat banyak, tidak mementingkan keuntungan ekonomi saja. Dengan diberlakukannya PP No. 25 Tahun 2024 tentang pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan, penulis menyebutnya ini merupakan “bagi-bagi roti ala jokowi“. Keterlibatan organisasi keagaamaan sebagai entitas penerima ‘hadiah’ izin pertambangan oleh Presiden memunculkan diskursus tentang peran organisasi kemasyarakat selama ini sebagai penjaga moral etika bangsa. Idealnya organisasi keagamaan harus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan yang berprinsip etik. Keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan, watak organisasi keagamaan yang memiliki banyak pengikut di akar rumput, yang membuat keterlibatan organisasi keagamaan berpotensi menciptakan ketegangan sosisal apabila terjadi persoalan di tingkat lokal. Dari beberapa ormas keagamaan sejauh ini yang menerima dan menyetujui izin tambang dari Jokowi hanya Pengurus Besar Nadhlatul Ulama. Sedangkan yang menolak diantaranya, Nadhlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI), Perserikatan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT