Gabung Organisasi Mahasiswa, Emang Berguna?

Yosep Jehata
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2023 9:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yosep Jehata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustarsi Kampus Tembok Tinggi Warna Merah By : Canva
zoom-in-whitePerbesar
Ilustarsi Kampus Tembok Tinggi Warna Merah By : Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di sebuah tempat berkumpulnya para mahasiswa atau calon sarjana muda, hiasan bangunan khas majapahit, tembok merah tinggi berdiri tegak lurus ke arah barat dengan sistem organisasi mahasiswanya yang sekadar formalitas serta tempat perkumpulannya yang disekat pohon sama seperti kandang hewan yang ada di desa terpencil.
ADVERTISEMENT
Tempat berkumpul ini sering kali memunculkan perdebatan antara mahasiswa KuRa KuRa dan KuPu KuPu. Perdebatan keduanya berkaitan dengan siapa yang paling aktif di kampus? Dan siapa yang banyak mendapatkan manfaat?
Perdebatan ini memang tidak berguna. Namun permasalahannya mahasiswa KuRa Kura seringkali mengejek mahasiswa KuPu-Kupu, hal ini terlihat saat OSPEK atau PPK.
Mahasiswa KuRa KuRa seringkali mendikte, mendokma para mahasiswa baru agar tidak menjadi mahasiswa KuPu KuPu, dan hal lumrah mereka jadikan itu sebagai bahan ejekan. Begitu juga dengan mahasiswa KuPu KuPu tatkala mereka mengejek Mahasiswa KuRa Kura dengan sebutan "budak kampus".

Analogi

Ilustrasi mahasiswa sedang mengerjakan tugas. Foto: BongkarnGraphic/Shutterstock
Bagi yang belum tahu, mahasiswa KuRa KuRa adalah mereka yang bergabung pada suatu organisasi atau himpunan, Kura KuRa sendiri merupakan singkatan Kuliah Rapat Kuliah Rapat, entah mereka rapat atau menggosip orang lain itu urusan mereka, tidak ada proker yang nyata pada organisasi di kampus ini, mereka hanya mengerjakan itu-itu aja, dalam artian mereka hanya melanjutkan acara yang telah dibuat oleh nenek moyang mereka sebelumnya. Ketakutan, ketidakmampuan, kesulitan birokrasi atau anggaran dana yang kurang membuat organisasi di kampus tersebut biasa-biasa saja.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa KuPu KuPu sendiri merupakan singkatan dari Kuliah Pulang Kuliah Pulang, mahasiswa tipe ini seringkali jarang terlihat di kampus, mungkin karena kesibukan atau cuma sok sibuk, tak jarang pula kebanyakan dosen tidak mengetahui nama mereka ketika di kelas.

Landasan dan Konflik Kepentingan

Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
Pada dasarnya organisasi mahasiswa bukan hanya berdiri semata-mata sekadar formalitas, karena pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan minat, bakat, dan penalaran.
Jika merujuk pada landasan di atas, seharusnya kampus dengan ciri khas kerajaan majapahit memberikan ruang untuk berekspresi pada setiap pesertanya, tapi apa yang dilakukan oleh kampus dengan tembok tinggi ini justru bertolak belakang. Semisal, ketika mengajukan program kerja baru harus diajukan setahun sebelumnya, hal ini memunculkan kebingungan, dalam artian yang namanya program kerja baru harus dibuat saat itu juga, bukan setahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Konflik kepentingan juga terlihat pada organisasi di kampus dengan ciri khas kerjaan majapahit ini, senioritas serta circle membuatnya semakin buram dan menjadi bahan ejekan mahasiswa KuPu KuPu. Senioritas terlihat ketika mereka gila hormat, ingin dihargai tapi tidak mau dihargai, ingin disegani tapi tidak mau menyegani. Kebiasan dan budaya kotor ini dilakukan agar para junior menghargai dan segan kepada senior yang lebih tua, yang umurnya setara dengan homo erectus.
Selain senioritas, circle atau kelompok kecil turut menghancurkan organisasi mahasiswa ini, hal ini terlihat ketika kegiatan yang dipimpin oleh mereka, yang jadi panitia cuma teman dekat mereka saja yang lain tidak diajak, ketidakpercayaan mereka pada orang lain membuat mahasiswa lain yang memiliki kompeten atau bisa menjadi panitia menjadi malas dan acuh ketika mereka membangga-banggakan kegiatan mereka.
ADVERTISEMENT
Yang lebih lucu pada kampus dengan ornamen khas majapahit ini adalah mahasiswa yang bergabung di setiap organisasi atau himpunan adalah kerabat sendiri dan bahkan tidak disadari oleh para pembimbing organisasi. Korelasi kedua hal ini membuat tidak adanya kemajuan pada kampus tersebut.
Hal yang lebih lucu lagi, ketika pemilihan ketua organisasi mahasiswa, mereka menganggap bahwa esensi dari demokrasi adalah hanya pemilu saja, yang lain diabaikan saja dan pengabaian ini sangat nyata. selain itu dalam proses pemilihan bahkan dapat dikatakan indikasi kecurangan.
Untuk melihat indikasi kecurangan ini, kita melakukan korelasi terlebih dahulu. Jika berdirinya suatu organisasi didasarkan pada undang-undang maka dalam sistem pemilihan umum juga harus didukung undang-undang, namun nahasnya hal ini sama sekali tidak diberi tahu oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa atau KPUM saat sosialisasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, di kerajaan majapahit dengan tembok warna merahnya yang setinggi harapan orang tua, pada pemilu sebelumnya masih ada calon yang melawan kotak kosong dan tidak ada lawan sama sekali, apakah patut dipertanyakan siapa yang akan menang?.
Dalam negara berdemokrasi permasalahan ini sebenarnya bisa diatasi dengan proses aklamasi, aklamasi sendiri merupakan pernyataan setuju secara lisan dari seluruh peserta rapat dan sebagainya terhadap suatu usul tanpa melalui pemungutan suara. Namun, pada tempat perkumpulan dengan ciri khas kerajaan majapahit ini proses aklamasi tidak sama sekali dilakukan, para mahasiswa disuruh untuk memilih antara kotak kosong atau pasangan yang satu aja.
Penggambaran di atas sama seperti problem negara kita saat ini, para pakar menyebutnya politik dinasti, yang menguasai kekuasaan cuma satu partai, satu keluarga, teman serta sahabat sendiri. Secara tidak langsung, kampus dengan ciri khas kerajaan majapahit ini melatih dan melahirkan calon-calon pemimpin otoriter dengan sifat oligarki. Fenomena ini merupakan masalah besar, karena ketika bibit bibit kecil ini tumbuh dan menjadi pemimpin maka dapat membahayakan masyarakat bahkan negara.
ADVERTISEMENT
Karena permasalahan ini membuat kebanyakan mahasiswa di kampus dengan ciri khas kerajaan majapahit sepi peminat, yang daftar ketika open recruitment cuma segelintir orang yang mendaftar dan lebih memilih menjadi mahasiswa KuPu KuPu.

Benang Merah

Pengawasan dan bahkan revolusi besar-besaran menjadi dua cara yang ampuh untuk mengatasi masalah yang begitu banyak di kampus dengan ornamen majapahit ini.
Dengan melakukan pengawasan kepada siapa saja akan masuk pada suatu organisasi atau himpunan akan mengurangi dampak terjadinya kemunduran pada suatu perkumpulan. Melihat latar belakang dan relasi para pendaftar, menjadi indikator utama dalam proses penyeleksian.
Selain itu juga, dengan melakukan perubahan besar-besaran pada organisasi mahasiswa seperti mengganti ketua atau presdium serta jajarannya dan mengatur ulang dari awal sistem birokrasi, sama seperti yang dilakukan aktivis 98.
ADVERTISEMENT