Konten dari Pengguna

Media dan Politik Menjelang Pemilu 2024

Yosep Jehata
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
12 Oktober 2023 17:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yosep Jehata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampanye aktor politik. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampanye aktor politik. Foto: Shutterstock

Media dan Politik

ADVERTISEMENT
Hiruk-pikuk menjelang pesta demokrasi 2024 menjadi tontonan yang menarik selama parade tahun politik. Berbagai figur yang ditampilkan oleh media sebagai bentuk pengawasan media atas jalannya pemerintahan, dan hal tersebut dijadikan bahan evaluatif oleh masyarakat dalam memilih pemimpin nantinya.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai hubungan antar media dan politik dapat dilihat dari sinkronisasi pemberitaan media dalam bentuk hasil survei opini publik serta hasil pemilu, dan kedua hal tersebut pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap politik masyarakat.
Mobilisasi perhatian publik tergantung cara media menjalankan fungsi kontrol atau watch dogs secara paralel seperti memberi pengaruh pada aktor-aktor politik yang nantinya akan memimpin.
Peran media tidak lagi menjadi sarana komunikasi semata di era demokrasi modern, namun sebagai ruang publik dalam deliberasi politik di mana masyarakat akan berpartisipasi secara aktif dalam menyikapi pemberitaan media.
Media dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus melakukan pengawasan serta evaluasi, tidak hanya sekadar mengirim informasi kepada publik. Pengawasan dan evaluasi dalam ranah politik ini sebagai bentuk media politics dalam proses politik menjelang pemilu yang dianggap harus diketahui masyarakat luas.
ADVERTISEMENT

Dansa Mesra Media dan Politik

Permasalahan muncul ketika media dijadikan jembatan dalam politik, di mana media menjadi alat propaganda para elite politik sebagai wadah pencitraan diri mereka. Apalagi di tengah arus politik yang sudah termediasi, para elite politik menyadari akan pentingnya media untuk pencitraan.
Walaupun media memiliki ideologi dan kepentingannya masing-masing, konflik pemberitaan media akan bermasalah ketika ideologi dan kepentingan bertabrakan dengan fungsi media sebagai kontrol sosial.
Di Indonesia sendiri, ada begitu banyak media yang sudah termediasi atau bahkan pemiliknya merupakan aktor-aktor yang terjun ke dunia politik. Hal ini menyebabkan masyarakat ditipu secara tidak langsung lewat pemberitaan media yang sudah termediasi.
Sebagai contoh, media A merupakan pendukung dari salah satu kontestan capres, dalam pemberitaan media aktor A akan terus di tonjolkan secara terus menerus untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas dari sang kontestan.
ADVERTISEMENT
MNC Group dan Group Media bisa menjadi contoh bagaimana politik berdansa mesra dengan media. MNC Group seperti MNC TV misalnya, setiap hari masyarakat terus diperlihatkan dengan mars partai perindo yang digaungkan setiap hari, penggunaan media sebagai kepentingan dalam mengambil posisi politik bukanlah sebuah kesalahan, dikatakan salah apabila media hanya memihak pada salah satu kontestan saja.
Selain itu juga media yang dikuasai secara tidak langsung oleh para elite politik turut mengakomodir dan mewadahi para aktor-aktor politik lewat pemberitaan media, taktik framing ini dilihat dari seberapa sering media membingkai aktor politik dalam lead, judul berita dan fokus fokus berita.
Permasalahan lain di mana media tidak bisa lagi mempertahankan posisi politik dan ekonomi mereka sendiri, media cenderung mengakomodir para aktor politik dari perspektif dominan mereka dalam ruang lingkup publik. Dengan kata lain, media saat ini berada pada posisi dipengaruhi dan bukan lagi mempengaruhi kebijakan yang ada sesuai dengan fungsi mereka yaitu kontrol atau watch dogs.
ADVERTISEMENT

Posisi Media dalam Politik

Sebagai media yang menjalankan fungsi kontrol, seharusnya media harus bersikap netral dalam pengambilan posisi politik, media tidak hanya fokus pada satu aktor saja melainkan memberikan informasi yang luas setiap kontestan yang akan bertarung, bukan hanya fokus pada bakal capres ataupun cawapres melainkan calon anggota legislatif lain yang berada di pusat maupun daerah.
Karena permasalahan dalam media ini, membuat publik yang memiliki sikap partisipasi aktif terus-menerus dibohongi, dan hasil akhir membuat sikap politik masyarakat dan kualitas demokrasi menjadi menurun.
Dalam menyikapi peran media ini, akankah media akan terus menjalankan fungsi sebagai watch dogs? Atau justru sebaliknya, media akan menjadi tunggangan para elite politik dan mengakomodir para aktor-aktor politik.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya dengan memanfaatkan sifat evaluatif pers atau media yang mampu bersuara kritis kepada pemerintah lewat fungsinya, media bisa memanfaatkan peran politik ini sebagai bahan evaluatif untuk mempengaruhi sikap politik masyarakat. Dan pada akhirnya bisa berdampak pada kualitas demokrasi negara ini.