Topeng BEM: Badan Event Organizer Mahasiswa

Yosep Jehata
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Konten dari Pengguna
1 April 2024 11:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
Tulisan dari Yosep Jehata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Peralihan Disfungsi Organisasi Mahasiswa. Foto: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Peralihan Disfungsi Organisasi Mahasiswa. Foto: Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Agent of change, iron stock, guardian of value, moral force, dan social control sepertinya sesuatu hal yang sangat tidak pantas untuk memberikan peran ini terutama kepada organisasi mahasiswa dan bahkan kayaknya mereka baru mengetahui 5 peran dasar ini sebagai mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Peralihan peran organisasi mahasiswa sebagai agent of organizer memberikan dampak buruk karena mengabaikan tugas mereka sebagai jembatan penyalur suara mahasiswa diluar organisasi.
Tampak lucu ketika konsep organisasi mahasiswa sebagai jembatan penyalur suara yang seharusnya mendorong kolaborasi antar-organisasi dan mahasiswa dengan turun langsung dan mendengar keluhan-keluhan mahasiswa diabaikan begitu saja karena mereka sibuk mencari dana.
Mereka menghabiskan banyak waktu dan energi untuk mempromosikan acara mereka, tetapi kurang peduli dengan dampak yang sebenarnya dari acara tersebut. Penting untuk diingat bahwa acara-acara sosial dan hiburan tetap memiliki tempatnya dalam kehidupan kampus. Namun, itu seharusnya bukan satu-satunya fokus organisasi kampus.
Kumpulan organisasi para apatis dengan sifat matrealistis, mencari pertahanan dengan menawarkan kepada mahasiswa lain untuk bergabung dalam barisan mereka
ADVERTISEMENT

Atas Nama Kebodohon

lustrasi Ketika Sistem Menguasi Kebodohan dan Peralihan Disfungsi Organisasi Mahasiswa. Foto: SasinParaksa/istochkphoto.com
Janji manis sebelum pemilihan yang tampak dalam orasi, poster dan kampanye dapat digambarkan seperti hewan peliharaan yang di kunci dan jeruji besi oleh sistem-sistem besi yang begitu kuat.
Janji manis sebagai penyambung suara mahasiswa lain sudah menjadi karat, di tengah obsesi terpilih menjadi pemimpin korporat.
Tiba-tiba mendekati kita yang tak tahu apa-apa, menyodorkan kertas pemilihan ketua, pilih satu atau dua. Kalau saya pilih kotak kosong.
Anggapan mereka yang terlalu kecil atau mungkin terlalu bodoh banyak menganggap demokrasi hanya sebatas pemilihan calon babu atau pembatu baru dari senior mereka di organisasi mahasiswa.
Desas desus mahasiswa untuk golput atau memilih kotak kosong sangatlah tinggi. tampak beberapa orang yang berargument " percuma memilih 1 ataupun 2, soalnya sama-sama dikendalikan angkatan atas, tidak mungkin ada perubahan"'
ADVERTISEMENT
Argumen ini menunjukkan tingkat pesimis yang begitu tinggi, ini dIdasari kurangnya ruang mahasiswa untuk bersuara dan mereka kehilangan jembatan untuk menyampaikan suara mereka.
Tampak bodoh ketika dalam debat dua pasangan calon saling menyetujui argumen dalam debat, ngapain ada 2 calon kalo mereka tidak memiliki perbedaan sedikitpun?
Ini menjadi bukti betapa formalitasnya organisasi mahasiswa, karena mereka terlalu fokus mengurusi event, yang penting ada orang untuk melanjuti program kerja yang sudah ada dari zaman nenek moyang organisasi mahasiswa.
Organisasi mahasiswa yang dibodohi sistem korporat serta dicuci otaknya menjadi industri kapitalis. Dengan bangganya memperlihatkan postingan Instagram layaknya promosi natal dan idul fitri di mall.

Atas Nama Pekerjaan

Sebuah propaganda dengan mitos yang terus dimanfaatkan dari dulu, ketika banyaknya kegiatan atau event yang diikuti makan CV akan semakin bagus, padahal keikutsertaan tersebut hanya mengambil bagian kecil atau hanya sebatas bagian teknis.
ADVERTISEMENT
Menghisap waktu, tenaga, pikiran bahkan uang demi menyukseskan event kemahasiswaan. Eksploitasi di ruang lingkup organisasi mahasiswa adalah hal lumrah dan wajar. Fenomena kampus ini diaminkan oleh pembantu BEM (Badan Event Organizer Mahasiswa).
Dalam event organisasi mahasiswa ada satu konsep atau asas yang sering digaungkan “acara kita bersama”. Memanipulasi orang bodoh merupakan hal yang sangat menyenangkan, namun dibalik itu eksploitasi besar-besaran dilakukan. Secara tidak langsung mental dan akal dipaksa kuat ketika ada masalah dan harus sesegera mungkin menemukan Solusi.
Pendanaan atau keuangan menjadi tantangan utama, anggaran yang tidak jelas mengharuskan mahasiswa yang berpartisipasi harus ikut dalam mengumpulkan dana. Eksploitasi yang ditutupi dengan sistem yang rapi ini sangatlah sulit untuk dibongkar.
Disfungsi peralihan peran organisasi mahasiswa menjadi Badan Event Organizer Mahasiswa, akan kurang puas kalo tidak ada event besar, yang mereka gaungkan secara terus menerus. Membuat event besar bukan lah kesalahan besar, namun akan menjadi dosa besar jika hanya berfokus pada event saja sehingga eksistensi dengan substansi dengan peran mahasiswa akan hilang.
ADVERTISEMENT
Lima peran mahasiswa yang tulis di awal menjadi hal langka yang seharusnya ada di organisasi-organisasi mahasiswa. Kurangnya penyadaran atau menganggap hal tersebut suatu kebodohan.
Dan hasil akhirnya tetap sama tujuan yang diharapkan untuk menyadarkan akan pentingnya peran organisasi mahasiswa dalam mengorganisir, dan sebagai penyalur suara serta aspirasi menjadi hal yang tidak mungkin akan mereka lakukan.
Mereka menutupi diri di ruangan kotak-kotak tripleks seperti kendang babi yang menunggu untuk makan lewat event.
Bagaimana event kalian selanjutnya? Sudah ada dana ko?
Tulisan ini saya buat bukan karena membenci kelompok atau organisasi tertentu, tapi lanjutan dari tulisan terakhir saya. ini merupakan hasil diskusi panjang dan curhatan beberapa mahasiswa yang kurang puas dengan kinerja organisasi mahasiswa.
ADVERTISEMENT