Sekolah Virtual, Apakah Efektif?

Yosephine Cesya Larasati
Mahasiswa di Politeknik Ketenagakerjaan
Konten dari Pengguna
12 Januari 2021 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yosephine Cesya Larasati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pemberlakuan sekolah online akibat Covid-19

ADVERTISEMENT
Foto menggambarkan proses pembelajaraan saat ini diambil dari Pinterest
Pandemi Virus Corona atau COVID-19 yang menyerang negara kita tercinta ini sekitar sejak bulan Februari lalu mengakibatkan banyak perubahan pola hidup masyarakat di Indonesia. Masyarakat harus melaksanakan hidup sehat seperti rutin berolahraga, memakan makanan bergizi dan mengonsumsi suplemen atau vitamin, selain itu semua diwajibkan mengenakan masker ketika bepergian, membawa handsanitizer serta menghindari kerumunan ditempat umum. Rumah-rumah, tempat ibadah, tempat kerja, toko, sekolah dan tempat umum lainnya disterilisasi dengan disemprot disinfektan pun dilakukan untuk meminimalisir penularan virus covid-19. Sejak Februari lalu, presiden kita Bapak Joko Widodo mengumumkan agar seluruh aktivitas seperti bekerja, belajar mengajar dan beribadah dilakukan dirumah selama dua minggu. Namun pada kenyataannya,hingga akhir tahun 2020 aktivitas masyarakat di Indonesia masih belum pulih dan kembali seperti sebelum virus yang hampir menyerang di seluruh penjuru dunia ini menyerang di negara kita.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menjadi sorotan penting dari adanya pandemi ini adalah di bidang pendidikan. Sejak ditetapkannya aktivitas agar dilakukan di rumah, sekolah atau kegiatan belajar mengajar (KBM) pun dilakukan di rumah dengan istilah sekolah online atau sekolah daring. Hal ini membawa dampak positif dan negatif dari berbagai sisi. Salah satunya dampak bagi para pelajar mulai dari siswa sekolah dasar hingga mahasiswa perguruan tinggi. Seperti yang kita ketahui, bahwasannya pendidikan untuk anak anak seusia SD sangat penting terlebih lagi untuk anak kelas satu dan dua, karena mereka harus belajar membaca, menulis dan berhitung, ya tiga hal itulah yang menjadi dasar sebelum mereka dapat belajar melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka yang seharusnya mendapatkan bimbingan dari bapak/ibu guru secara langsung, mereka tidak dapatkannya akibat pandemi ini. Memang benar mereka mendapat bimbingan dari orangtua mereka di rumah, namun apakah akan sama dengan bimbingan guru? Semua orangtua mungkin bisa mengajari anak-anaknya untuk membaca, menulis dan berhitung, namun apakah cara mereka mengajar, menjelaskan dan mengajari anak-anak mereka akan benar-benar sampai pada anak mereka? Karena bagaimanapun juga yang mengerti cara yang tepat untuk mengajari anak-anak itu adalah gurunya.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan siswa SMP? Di masa SMP mereka seharusnya mendapatkan pengajaran penuh dari guru-gurunya, mengapa? Mereka tidak lagi hanya membaca, menulis dan berhitung, mereka sudah mulai mempelajari hal-hal kompleks yang tentunya untuk mengenalkan mereka saat masuk ke SMA/K nantinya. Saat belajar di SMP, itulah yang menjadi dasar untuk ke jenjang selanjutnya, bila mereka tidak memahami apa yang mereka pelajari, lalu bagaimana nanti kedepannya? Selanjutnya SMA/K, kalua kebanyakan orang berpikir anak-anak SMA/K sudah dewasa dan pasti bisa belajar serta bertanggung jawab sendiri dalam hal belajar, itu tidak semuanya benar. Mengapa? Disinilah mereka dibekali ilmu untuk menggapai cita citanya, contoh bila mereka ingin menjadi seorang dokter, mereka akan mengambil jurusan MIPA nah disanalah mereka dikenalkan dengan berbagai materi MIPA yang nantinya menjadi modal mereka untuk memgikuti tes masuk perguruan tinggi. Kemudian untuk siswa-siswa SMK, mereka ini sekolah kejuruan yang setelah lulus nanti diharapkan memiliki skill untuk bekerja. Bagaimana mereka mendapatkan skill itu? Ya, mereka mendapatkan skill itu dengan berbagai praktikum. Bila mereka sekolah daring atau belajar dirumah, bagaimana mereka melakukan praktikum? Mungkin bisa dilakukan dirumah, namun apakah peralatan dirumah memadahi untuk mereka melakukan praktikum? Dengan demikian, mereka akan kesulitan untuk memiliki skill yang diharapkan bisa didapat setelah lulus dari SMK ini.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan perguruan tinggi? Mereka adalah orang-orang yang sudah berada di puncak untuk dapat mewujudkan cita-cita mereka, mereka sangat dipersiapkan untuk dapat terjun langsung di dunia kerja. Meskipun mereka seharusnya bisa belajar mandiri, namun bimbingan dari dosen secara langsung juga sangat dibutuhkan. Terlebih lagi untuk perguruan tinggi vokasi dimana sistem pendidikan mereka 40% KBM dan 60% praktikum. Bila belajar dari rumah, apakah mereka bisa menerapkan sistem pendidikan mereka itu? Tentu saja tidak. Namun selain dampak negatif tersebut, tentu saja ada dampak positifnya. Para siswa atau pelajar mampu meningkatkan skill atau kemampuan mereka di rumah karena mereka memiliki banyak waktu dirumah, mereka akan lebih cukup untuk beristirahat dirumah, serta dapat menghemat biaya hidup untuk mereka yang merantau.
ADVERTISEMENT
“Menurut saya sekolah daring memiliki keuntungan seperti lebih mandiri,bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dengan baik,lebih efektif,lebih aktif dalam berdiskusi, namun juga memiliki kerugian seperti materi yang diterima sulit dipahami,kuota lebih cepat habis,belajar kurang fokus,siswa siswi menjadi lebih santai sehingga tugas yang diberikan menjadi tertinggal atau tidak sesuai dengan waktu yang diberikan,kadang kadang saat mengikuti pelajaran terhambat oleh sinyal”, ujar salah satu mahasiswa SMA yang saya wawancarai. Kemudian, pendapat dari seorang mahasiswa baru “Menurut saya sekolah daring ada sisi positif dan negatif. Positifnya, kita tidak perlu pergi keluar rumah disaat pandemi seperti ini, lebih menghemat pengeluaran khususnya bagi mahasiswa rantau (hemat biaya kost, biaya makan, transportasi dll), hemat tenaga, semua bisa dilakukan dirumah dan lebih banyak waktu berkumpul dengan keluarga. Untuk sisi negatifnya, kita gampang bosan karena rutinitas hanya itu itu saja, kendala koneksi jaringan yang terkadang memburuk ketika kbm berlangsung terutama bagi siswa/mahasiswa yang bertempat tinggal di daerah (mohon maaf) plosok, fasilitas yg masih kurang, boros kuota/masih banyak yang belum mendapatkan subsidi kuota, kurang mengenali lingkungan sekolah/kampus, kurang bersosialisasi dengan teman baru dan guru/dosen. Kurang lebih seperti itu”.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, pembelajaran jarak jauh yang selama ini dilakukan dirasa kurang efektif, karena dampak negatif yang ditimbulkan lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya. Pembelajaran jarak jauh efektif bila berlangsung hanya sekitar 2-3 bulan, bila lebih maka akan kurang efektif, dan dampak negatif yang timbul akan semakin banyak.