Konten dari Pengguna

Hegemoni Atau Pengaruh Amerika Serikat & China di Kawasan Asia Tenggara

Yosias Balka
Mahasiswa Hubungan Internasional Semster 5, Universitas Sulawesi Barat
31 Oktober 2024 11:03 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yosias Balka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hegemoni atau Pengaruh Amerika Serikat dan China di Kawasan Asia tenggara (Sumber: https://www.canva.com/design/DAGU622l3q0/fP3p6Pc3fbdqlroWXiDwng/edit)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hegemoni atau Pengaruh Amerika Serikat dan China di Kawasan Asia tenggara (Sumber: https://www.canva.com/design/DAGU622l3q0/fP3p6Pc3fbdqlroWXiDwng/edit)
ADVERTISEMENT
Apa Itu Hegemoni atau Pengaruh dan Hubungannya Dengan Kawasan Asia Tenggara?
ADVERTISEMENT
Kata hegemoni merujuk pada suatu dominasi atau pengaruh atas sebuah negara atau wilayah, baik secara politik, ekonomi, maupun budaya. Dalam rana politik internasional, hegemoni kerap kali melibatkan peraturan seperti norma, nilai, dan lembaga yang menguntungkan bagi pihak yang paling dominan. Hegemoni tidak hanya bersifat militer; akan tetapi bisa berupa pengaruh ekonomi, hubungan diplomatik, serta etnis atau budaya. Kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang sangat penting bagi sebagian besar perekonomian dunia, dikarenakan kawasan ini terletak di jalur perdagangan yang penting, karena kawasan ini menghubungan antara dua samudera yaitu, samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Kawasan ini menjadi titik strategis bagi kekuatan global seperti Amerika Serikat dan China untuk memperluas pengaruh mereka. Negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam, memiliki sumber daya alam yang melimpah dan pasar yang berkembang. Dengan demikian hegemoni di kawasan ini dapat mempengaruhi akses dan kontrol atas sumber daya tersebut.
ADVERTISEMENT
Pentingnya Kawasan Asia Tenggara Bagi Amerika Serikat dan China
Asia Tenggara disebut sebagai pintu gerbang antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, membuatnya menjadi jalur perdagangan yang sangat penting untuk pengiriman barang dan sumber daya melalui selat malakah. Kehadiran pangkalan militer di kawasan ini memungkinkan Amerika Serikat dan China untuk memperkuat pengaruh mereka di wilayah yang lebih luas, termasuk Asia Timur dan Australia. Asia Tenggara merupakan patner perdangangan lima terbesar bagi AS. Meskipun Asia Tenggara mengalami stagnansi ekonomi sejak 1997-1998, Amerika Serikat melihat Asia Tenggara masih dapat terus bertahan dan menyelesaikan krisis tersebut. Sehingga Asia Tenggara diyakini sebagai kawasan yang memiliki prospek jangka panjang bagi kepentingan ekonomi AS ke depan, (Dewi Triwahyuni).
ADVERTISEMENT
Sejarah Pengaruh Amerika Serikat dan China di Asia Tenggara
Keterlibatan Amerika Serikat di Asia tenggara Pasca Perang Dunia II lebih dipengaruhi faktor politik, yakni persaingannya dengan Uni Soviet dan China. Setelah Perang Dunia II, Uni Soviet dan China muncul sebagai kekuatan baru. Kedua Negara sama sama berpaham komunis sehingga menyeret Amerika ke kancah Perang Ideologi Liberal vs Komunis, (Salman Al Paris Sormin, 2018).
Amerika Serikat mulai menguatkan pengaruhnya di Asia Tenggara sebagai bagian dari strategi untuk mengendalikan komunisme di kawasan ini. Peristiwa penting seperti Perang Vietnam (1955-1975) menunjukkan keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam konflik regional untuk mencegah penyebaran ideologi komunis. Hal ini membuat negara negara di kawasan Asia Tenggara yang baru merdeka ini berinisiatif untuk membentuk sebuah organisai kerja sama bernama Association Of South East Asian Nation (ASEAN) pada tahun 1967, ASEAN menjadi platform bagi negara-negara di Asia Tenggara untuk bekerja sama dan mengurangi ketegangan, di mana AS berperan sebagai mitra strategis. Dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1985, AS semakin memperkuat posisinya di Asia Tenggara melalui kerjasama ekonomi dan keamanan. Misi seperti "Pivot to Asia" di bawah pemerintahan Obama menekankan pentingnya kawasan ini dalam strategi luar negeri AS. Pada pekan kedua Februari 2022, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken terbang ke beberapa negara di kawasan Pasifik. Kedatangannya untuk menegaskan komitmen Amerika Serikat pada negara-negara di kawasan, sekaligus mematahkan upaya hegemoni China, (Mahdi Muhammad, Compas.id, 2022).
ADVERTISEMENT
Dengan melihat hegemoni Amerika Serikat di kawasan ini, China mulai membuka diri pada akhir 1970-an dan meluncurkan reformasi ekonomi. Sejak itu, China mulai memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara melalui investasi dan perdagangan. Belt and Road Initiative (BRI) dikenalkan pada tahun 2013, BRI adalah inisiatif infrastruktur ambisius yang bertujuan untuk menghubungkan China dengan negara-negara di Asia Tenggara melalui pembangunan jalan, pelabuhan, dan proyek-proyek lainnya.
Perkembangan Hubungan Historis Antara Amerika Serikat dan Negara-Negara di Kawasan Asia Tenggara.
Pada era kolonial dan Perang Dunia II (Sebelum 1945) atau pada akhir abad ke-19, Amerika Serikat mulai menunjukkan minat di Asia Tenggara, terutama setelah Perang Spanyol-Amerika (1898) yang mengakibatkan Amerika Serikat menguasai Filipina. Hal ini menandai awal kehadiran militer dan politik Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Dimana selama Perang Dunia II, Jepang menduduki banyak negara di kawasan Asia Tenggara, yang mengakibatkan perubahan dinamis dalam kekuatan politik. Setelah perang, Amerika Serikat mengambil peran sebagai kekuatan yang mendukung pemulihan negara-negara tersebut. Setelah Perang Dunia II berakhir, muncul perang dingin antara Amerika Serikat dan Unisoviet pada tahun 1945-1991, dimana Amerika Serikat berusaha mencegah penyebaran komunisme di Asia Tenggara. Hal ini terlihat dalam keterlibatannya dalam Perang Vietnam, di mana Amerika Serikat mendukung Vietnam Selatan melawan Vietnam Utara yang komunis dengan berbagai dukungan seperti pembangunan ekonomi, dan militer. Selain itu Amerika Serikat juga memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada sekutu-sekutunya di Asia Tenggara, termasuk Thailand, Filipina, dan Indonesia, untuk memperkuat posisi mereka melawan ancaman komunis.
ADVERTISEMENT
Respon Negara-Negara Asia Tenggara Terhadap Kehadiran Amerika Serikat.
Pendekatan diplomatik dan aliansi, negara-negara Asia Tenggara, melalui ASEAN, telah membentuk kerangka kerja sama untuk melakukan kolaborasi dan diplomasi. Negara anggota ASEAN berusaha menjaga keseimbangan antara pengaruh Amerika Serikat dan China, dan memanfaatkan hubungan dengan Amerika Serikat untuk memperkuat posisi regional. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina aktif dalam dialog strategis dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan kerjasama dalam isu-isu keamanan dan ekonomi. Banyak negara, seperti Filipina dan Thailand, memiliki perjanjian militer dengan Amerika Serikat, yang mencakup latihan militer bersama dan bantuan militer. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan ketergantungan negara negara dikawasan ini pada Amerika Serikat untuk membantu menjaga keamanan nasionalnya. Negara-negara Asia Tenggara telah bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam memerangi terorisme, dengan program pelatihan dan bantuan intelijen untuk meningkatkan kemampuan mereka. Beberapa negara, seperti Indonesia, mengungkapkan kekhawatiran tentang ketergantungan pada Amerika Serikat dan dampaknya terhadap kedaulatan nasional. Terdapat penekanan untuk memperkuat identitas dan independensi politik. Akan tetapi, negara-negara yang memiliki pengalaman pahit dengan intervensi militer, seperti Vietnam, cenderung lebih skeptis terhadap kehadiran Amerika Serikat dan mengutamakan diplomasi multilateral. Beberapa negara berupaya menjalin perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikat, meskipun ketegangan politik kadang menghambat proses tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketegangan Antara Amerika Serikat-China dan Implikasinya Bagi Stabilitas Politik di Kawasan Asia Tenggara
Ketegangan antara Amerika Serikat dan China meningkat seiring dengan kebangkitan ekonomi dan militer China, yang berusaha untuk memperluas pengaruhnya di kawasan ini. Amerika Serikat, yang telah lama menjadi kekuatan dominan, berupaya untuk mempertahankan posisinya di Asia Tenggara. Ketegangan meningkat akibat klaim teritorial yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan, yang merupakan jalur perdagangan utama dan kaya sumber daya. Amerika Serikat mendukung kebebasan navigasi, sementara China mengklaim sebagian besar wilayah tersebut menjadi miliknya berdasarkan sejarah dan penamaan laut china selatan itu sendiri.
Ketegangan antara kedua kekuatan besar menciptakan ketidakpastian politik bagi negara-negara di Asia Tenggara dalam merumuskan kebijakan luar negeri mereka. Negara-negara ini harus beradaptasi dengan perubahan kebijakan dan posisi kedua kekuatan besar tersebut. Persaingan antara Amerik Serikat dan China dapat menyebabkan peningkatan ketegangan regional, yang dapat memicu konflik atau perang dingin baru. Negara-negara seperti Vietnam dan Filipina, yang memiliki klaim teritorial di Laut China Selatan, mungkin merasa terjebak di tengah persaingan ini termasuk Indonesia. Hal ini membuat negara-negara Asia Tenggara berpotensi untuk mencari aliansi baru untuk melindungi kepentingan mereka. Ini bisa menciptakan blok baru yang dapat memperburuk ketegangan jika negara-negara memilih untuk berpihak pada salah satu kekuatan. Ketegangan luar dapat mempengaruhi stabilitas politik internal di negara-negara Asia Tenggara. Pemerintah yang tidak stabil mungkin lebih rentan terhadap protes atau ketidakpuasan publik jika mereka dianggap tidak mampu melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional. Ketegangan antara Amerika Serikat dan China dapat berdampak pada perdagangan dan investasi di kawasan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Negara-negara yang bergantung pada perdagangan dengan kedua kekuatan besar tersebut, mungkin akan mengalami dampak negatif jika terjadi konflik di kawasan Asia Tenggara kedepannya.
ADVERTISEMENT
Oleh: Yosias Balka, mahasiswa program studi Hubungan Internasional, Universitas sulawesi Barat (Unsulbar)