Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Analisa Peran Media Politik dalam Membentuk Identitas Indonesia
1 Desember 2024 13:55 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Yotam Albert Sudarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Media menjadi bagian integral dari kehidupan dan aktivitas politik sebagai sarana penyampaian pesan dari organisasi politik kepada masyarakat umum serta sebagai penghubung yang memfasilitasi perubahan pandangan atau pendapat melalui liputan dan penjelasan. Dalam hal ini, media mengambil peran yang sangat penting dalam komunikasi politik yaitu aliran kata dan tindakan para aktor serta isu-isu yang terkait dengan pemerintah, kekuasaan, dan kebijakan publik.
ADVERTISEMENT
Sebagai pertukaran antara "penguasa" dan "yang dikuasai", komunikasi politik adalah tentang penggunaan simbol dan ide dengan niat untuk membujuk pikiran populasi. Ini mencakup tidak hanya interaksi kehidupan nyata di tingkat kekuasaan tetapi juga pada tingkat warga biasa dalam kenegaraan. Oleh karena itu, komunikasi politik bukan hanya aliran informasi tetapi yang paling penting adalah alat strategis untuk mengelola opini publik dan mendukung legitimasi kekuasaan.
Memasuki masa Reformasi, Indonesia mengalami perubahan besar dengan hadirnya media baru yang berbasis internet. Kehadiran internet membuka banyak peluang bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat, memberikan opini kritis, dan menyebarkan informasi dengan cepat. Perkembangan media ini, beserta ragam penggunaannya, menjadi salah satu elemen penting dalam membentuk identitas bangsa Indonesia yang terus berkembang hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks sejarah Indonesia ada beberapa jenis media politik yang dipergunakan dalam merajut identitas negara Indonesia mulai dari retorika, media massa, hingga media baru seperti internet.
Retorika
Pada saat Indonesia sedang memperjuangkan kemerdekaannya, retorika yang diantarkan oleh sosok Ir. Soekarno menjadi penggerak semangat nasionalisme dan membawa Indonesia bebas dari kekuasaan penjajah.
Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme dalam ilmu sosial menekankan bahwa realitas sosial dibentuk melalui interaksi dan konstruksi sosial.
Dalam konteks retorika Soekarno, pendekatan ini dapat dilihat melalui perannya dalam konstruksi identitas bangsa Indonesia. Melalui pidato-pidatonya, Soekarno menciptakan narasi yang membentuk pemahaman kolektif tentang siapa itu "bangsa Indonesia" dan apa makna kemerdekaan. Retorika Soekarno juga berfungsi sebagai sarana interaksi sosial, memicu diskusi dan dialog di kalangan masyarakat yang pada akhirnya memengaruhi pandangan dan sikap politik mereka. Selain itu, dalam pendekatan konstruktivisme, makna tidak bersifat tetap, melainkan dibentuk melalui proses sosial. Retorika Soekarno membantu membangun makna tentang kemerdekaan, persatuan, dan keadilan sosial, yang kemudian diinternalisasi oleh masyarakat, menjadikan nilai-nilai tersebut bagian dari identitas nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
Media Massa
Seperti televisi, radio, dan koran, membantu pesan politik menjangkau lebih banyak orang dengan penyampaian yang lebih terorganisasi. Meski begitu, media massa sering kali hanya menyampaikan informasi dari satu pihak dan mudah dipengaruhi oleh kekuasaan, seperti yang terjadi di masa Orde Baru. Pada saat itu Soeharto mengeluarkan kebijakan untuk membatasi pergerakan media dan kebebasan berpendapat. Lalu pada akhir 1980-an, awal 1990-an muncul beberapa media yang mengkritik pemerintahan Soeharto dan kemudian mendorong para mahasiswa untuk melakukan demo dan retaliasi terhadap pemerintahan Soeharto.
Pendekatan Governmentality & Realisme
Pendekatan governmentality dan realisme dapat digunakan untuk menganalisis peran media massa sebagai media politik pada masa Orde Baru di Indonesia, di mana media berfungsi baik sebagai alat kritik terhadap pemerintahan Soeharto maupun sebagai sarana propaganda pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dalam pendekatan governmentality, yang dikembangkan oleh Michel Foucault, media massa dipandang sebagai alat pengaturan sosial, di mana pemerintah Orde Baru menggunakan media untuk membangun citra positif Soeharto dan rezimnya melalui propaganda, sementara sensor ketat diterapkan untuk membatasi informasi yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah. Namun, meskipun terdapat kontrol ketat, munculnya media alternatif dan independen memberikan ruang bagi kritik terhadap pemerintah, dengan jurnalisme investigatif mengungkapkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang kemudian mendorong kesadaran publik dan gerakan reformasi.
Sementara itu, dalam pendekatan realis, media dipandang sebagai arena pertarungan kekuasaan antara pemerintah dan media, di mana media digunakan untuk mempertahankan kekuasaan rezim, sementara media alternatif berusaha mengungkap kebenaran dan menantang struktur kekuasaan yang ada. Media massa juga terlibat dalam kepentingan ekonomi dan politik, dengan beberapa media bergantung pada dukungan pemerintah, yang memengaruhi independensi mereka. Dampaknya, media berperan besar dalam pembentukan opini publik, di mana pemberitaan kritis dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu sosial dan politik, sedangkan propaganda pemerintah menciptakan persepsi yang menguntungkan bagi rezim. Media independen juga berkontribusi pada mobilisasi sosial, mendorong masyarakat untuk terlibat dalam gerakan protes dan reformasi, sehingga media tidak hanya berfungsi sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai penggerak perubahan sosial.
ADVERTISEMENT
Media Baru
Seperti media sosial dan internet, memungkinkan siapa saja untuk berpartisipasi, menyebarkan informasi, dan terlibat langsung dalam diskusi politik. Tetapi, media ini juga membawa tantangan besar, seperti penyebaran hoaks, perpecahan opini, dan konflik di masyarakat. Setiap jenis media ini memiliki perannya masing-masing dalam memengaruhi cara orang memahami dan terlibat dalam politik. Kita ambil contoh politik gemoy yang digunakan oleh Prabowo Subianto. Yang sebelumnya gemoy adalah istilah gaul menggantikan kata gemas yang sering dipakai oleh Gen-Z untuk bahan bercanda. Namun mengetahui kesempatan ini, Prabowo dipromosikan sebagai capres yang gemoy melalui karakter yang dibuat oleh AI dan semenjak itu nama Prabowo semakin naik daun.
Pendekatan Liberalisme
Pendekatan dalam teori liberalisme menekankan kebebasan berpendapat sebagai hak dasar setiap orang, yang terlihat jelas dalam penggunaan media baru oleh Prabowo Subianto. Dengan media sosial, ia bisa menyampaikan pandangannya dan berinteraksi langsung dengan masyarakat tanpa banyak batasan. Media baru juga memungkinkan Prabowo untuk mendorong partisipasi politik, di mana pemilih bisa lebih aktif terlibat dalam kampanyenya melalui diskusi dan komunikasi langsung. Selain itu, media baru membantu transparansi dan akuntabilitas kampanyenya, karena Prabowo bisa berbagi informasi tentang kebijakan dan menerima tanggapan dari masyarakat. Dalam hal pluralisme dan toleransi, media memberi ruang bagi berbagai suara, termasuk kritik terhadap Prabowo, yang harus siap merespons dengan cara yang baik. Terakhir, penggunaan media baru menunjukkan inovasi dan perubahan sosial, di mana Prabowo menggunakan teknologi untuk menjangkau pemilih dengan cara yang lebih cepat dan efektif, sesuai dengan prinsip liberalisme yang mendorong perubahan dan kemajuan melalui inovasi.
ADVERTISEMENT
Hasil Analisa Terhadap Peran Media Politik
Analisis tentang peran media politik dalam konteks aktor dan kepentingan sangat berkaitan dengan bagaimana media membantu "Merajut Ideologi Bangsa" dan membentuk identitas Indonesia. Setiap aktor, seperti pemerintah, media, politisi, dan masyarakat, memiliki kepentingan yang berbeda dalam membentuk cerita dan narasi yang memengaruhi identitas bangsa. Pemerintah menggunakan media untuk mendukung kepentingannya, seperti menjaga stabilitas dan citra kekuasaan, sementara media independen berusaha menyampaikan kebenaran dan memberikan suara bagi masyarakat, meskipun sering kali bertentangan dengan kepentingan politik pemerintah. Ketika media dan aktor politik berinteraksi, mereka membentuk opini publik yang akan membentuk identitas bangsa. Misalnya, media independen yang mengungkap masalah seperti korupsi bisa mendorong kebijakan yang lebih transparan, yang kemudian membantu membentuk Indonesia yang lebih demokratis dan adil. Melalui interaksi ini, media membantu menciptakan ideologi bangsa yang lebih inklusif, menghargai keberagaman, dan tetap menjaga kesatuan. Jadi, media politik tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk membentuk dan memperkuat identitas bangsa Indonesia yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT