Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menelaah Sastro Gending Warisan Sultan Agung
11 Mei 2023 9:55 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Your Unissula tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai yayasan yang menaungi lembaga Pendidikan dan Rumah Sakit Islam, Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) tepat menokohkan Sultan Agung. Menurut naskah babad Diponegoro sudah terlihat bahwa Sultan Agung akan menjadi pribadi yang luhur, pribadi yang ditinggikan di tanah Jawa. Hal ini disampaikan dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Unissula Dr Susiyanto SE MAg dalam Halal Bihalal dan tasyakuran 75 tahun YBWSA mengabdi, Selasa (9/5/2023).
ADVERTISEMENT
Susiyanto menjelaskan bahwa salah satu cita-cita Sultan Agung adalah menjadi ulama. Dan pernyataan ini hanya dibahas dalam babad Diponegoro. Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Tengah itu memaparkan bahwa Sultan Agung meninggalkan warisan berupa Naskah Sastro Gending. “Warisan itu bisa kita baca hari ini, bisa kita telusuri, dan bisa kita dalami untuk memperkuat kejiwaan kita. Warisan ini adalah naskah Serat Sastro Gending,” sebutnya.
Sastro Gending merupakan usaha Sultan Agung untuk mendamaikan antara ahli fikih dan ahli tasawuf. Antara mereka yang berada dalam tatanan syariat dan mereka yang berada dalam tataran hakikat. Sastro adalah syariat, sedangkan gending adalah hakikat. Yang penjelasannya akan dijelaskan oleh raja-raja dinasti Mataram selanjutnya.
Salah satunya adalah Serat Widotomo. Naskah yang ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro dari istana Mangkunegaran. “Mangkunegoro yang keempat mengungkapkan bahwa syariat itu adalah bentuk sembah rogo, cara bersucinya dengan menggunakan air. Jadi peribadatan yang dilakukan adalah gerak ragawi kita ketika kita berwudhu atau sholat,” jelas pemerhati budaya dan naskah Jawa tersebut.
ADVERTISEMENT
Tapi menurut Mangkunegoro sholat sejatinya bukan hanya sekedar ketika kita melakukan gerakan. Tapi hakikat yang sebenarnya terletak pada batin. “Oleh karenanya Sastro Gending itu harus menjadi satu kesatuan. Tidak boleh ada manusia yang meninggalkan syariat dan tidak boleh pula manusia yang meninggalkan hakikat. Ketika sudah sampai hakikat maka tidak boleh meninggalkan syariat. Maka manusia yang melaksanakan sholat tidak dibarengi dengan batinnya, maka akan terputus sembahnya kepada Allah SWT. Maka akan batal kegunaan sholat, dan tidak ada gunanya lagi hakikat,” jelasnya.