Konten dari Pengguna

Opini – Edukasi Seksual Tabu di Indonesia

Yovi ade Surya
Mahasiswa Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang
27 Desember 2022 15:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yovi ade Surya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber : pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seksualitas merupakan kebutuhan setiap umat manusia dengan definisi yang menyangkut dimensi yang sangat luas. Banyak terjadi pelecehan seksual terhadap anak–anak atau wanita dengan berbagai usia. Hal ini diakibatkan karena adanya faktor edukasi seksual yang masih minim disampaikan oleh orang tua di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Faktanya banyak dari orang tua mengatakan bahwa edukasi seksualitas bisa disampaikan pada anak, jika anak sudah menginjak remaja atau berumur 17 tahun keatas. Edukasi yang diberikan pun merupakan edukasi yang sangat wajar dan kurang membahas tentang seks secara menyeluruh. Seks yang masih tabu di Indonesia merupakan hal yang salah.

Pentingnya Edukasi Sejak Dini

Pentingnya edukasi seksual yang disampaikan kepada anak sejak dini, dapat menambah pengetahuan terhadap seksual sehingga dapat terhindar dari kejahatan seksual yang ada di sekitarnya. Cara didik yang salah dan dilakukan secara turun–temurun juga menjadi faktor utama orang tua di Indonesia enggan memberikan edukasi terhadap anak–anak sejak dini. Kultur budaya yang mengikat menganggap edukasi seksual merupakan hal tabu dan tidak pantas dibicarakan kepada anak.
ADVERTISEMENT

Orang Tua Memiliki Istilah

Dilihat dari bagaimana orang tua memperlakukan atau memberikan edukasi terhadap anaknya tentang alat kelamin manusia yang dianggap masih tabu. Banyak orang tua di Indonesia memiliki istilah tersendiri dalam menamai alat kelamin laki–laki dan perempuan. Contohnya, penyebutan alat kelamin penis yang masih diberi nama dengan sebutan "burung", vagina disebut dengan sebutan "itu", "anu" atau lainnya.
Bahkan orang tua di Indonesia juga punya sebutan atau istilah tersendiri untuk alat kelamin di setiap daerahnya. Penyebutan alat kelamin yang merupakan edukasi dasar saja para orang tua masih enggan untuk menyebutkannya. Padahal, alat kelamin merupakan hal penting serta informasi dasar dalam edukasi seksual.

Standar Bentuk Fisik

Para orang tua yang memiliki anak remaja juga enggan mengedukasi anaknya tentang bagaimana proses kehamilan terjadi. Seperti, jika penis dimasukkan ke dalam vagina dan terjadi ejakulasi atau pembuahan dan lain sebagainya, maka akan terjadi kehamilan.
ADVERTISEMENT
Orang tua Indonesia juga jarang sekali atau bahkan enggan membahas tentang bentuk–bentuk penis yang sangat beragam. Ada yang berbentuk melengkung, lurus ataupun bengkok yang sebenarnya normal. Atau bahkan bentuk payudara yang beragam seperti payudara yang berbentuk bundar, timur barat, ramping, dan lainnya yang normal dibicarakan sebagai edukasi.

Stigma Masyarakat

Adanya stigma yang diciptakan oleh masyarakat dan stigma negatif tersebut berjalan terus-menerus akibat kurangnya edukasi seksual yang memicu kerugian terhadap wanita. Sebab, sangat disayangkan masyarakat Indonesia termasuk dalam masyarakat yang suka ikut berkomentar tentang fisik seseorang, terutama fisik seorang wanita.
Sebagian dari masyarakat Indonesia menganggap bahwa wanita dengan payudara besar dan kendur kemungkinan sudah tidak "perawan". Bahkan, wanita yang belum menikah tidak boleh memiliki payudara besar dan menggantung. Padahal, bentuk payudara yang beragam tidak dapat mendefinisikan wanita bahwa wanita tersebut tidak "perawan". Bentuk payudara yang beragam tersebut cenderung mengikuti bentuk fisik seorang wanita yang tidak dapat diatur oleh wanita itu sendiri.
ADVERTISEMENT

Selaput dara patokan Keperawanan

Masyarakat atau bahkan orang tua di Indonesia yang membentuk sebuah stigma bahwa fisik dapat jadikan sebagai tolok ukur keperawanan adalah tindakan yang salah. Faktanya, keperawanan wanita tidak dapat diukur dari adanya selaput dara. Selaput dara yang elastis dapat hilang karena berbagai macam faktor. Misalnya faktor olahraga, terbentur, kecelakaan, dan hubungan seksual. Bentuk selaput dara juga sangat beragam misalnya ada yang tipis, sangat tipis, dan ada yang sangat tebal.
Bahkan ada wanita yang memang tidak memiliki selaput dara sejak wanita itu dilahirkan. Informasi penting yang seharusnya dijadikan edukasi tersebut juga tabu dan enggan dibicarakan oleh orang tua dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan banyak wanita takut akan menikah atau melakukan hubungan intim. Akibat adanya stigma yang terbentuk mengakibatkan adanya pikiran takut terhadap hubungan intim yang seharusnya dijadikan pilihan dan tanggung jawab diri, baik sebelum atau sesudah menikah.
ADVERTISEMENT
Ketakutan tersebut terjadi karena adanya beban stigma yang ada. sehingga wanita takut mengecewakan pihak keluarga atau pasangannya karena tidak mengeluarkan darah saat melakukan hubungan seksual pertama kali. Dampak lain dari minimnya edukasi seksual ini adalah banyaknya pergaulan bebas yang dilakukan oleh remaja tanpa pengaman sehingga menyebabkan kehamilan.
Maraknya praktek aborsi atau bahkan yang paling miris yakni pembuangan anak dan penelantaran. Ini terjadi akibat kurangnya edukasi seksual sejak dini yang membahas tentang pentingnya penggunaan pengaman atau kondom dalam melakukan hubungan seksual.
Pola asuh dari orang tua yang salah di Indonesia sangat menentukan perilaku dan kewaspadaan anak terhadap kejahatan ataupun informasi tentang seksualitas. Sehingga, orang tua di Indonesia diharapkan lebih peduli dengan edukasi seksual dan informasi sekecil apapun.
ADVERTISEMENT