Baswara Api di Tengah Gelapnya Malam

Yovie given
Mahasiswa Semester 1 Prodi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
6 Desember 2022 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yovie given tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah dua puluh tahun, pria asal Kuningan, sebuah kota yang terletak di Jawa Barat bagian timur ini, bekerja sebagai pedagang. Di sebuah gang kecil yang sunyi, tak jauh dari sebuah universitas ternama di Serpong, ia menjual dagangannya. Gerobaknya yang rimpuh seringkali menjadi penyelamat bagi mahasiswa yang tengah dirundung tugas di shyam malam.
Sumber: Dokumen Penulis
Ketika ditanya, “Siapa namanya Pak?” Ia kemudian menjawab seraya tersenyum, “Nama saya Mulyadi, panggil saja Pak Mul." Ia kerap disapa dengan panggilan Mul oleh orang-orang di sekitarnya, atau setidaknya itulah panggilan yang disenanginya. Sambil mengisap rokok, ia kembali menanggapi pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran tahun 1978 ini tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang. Ternyata, Mulyadi tidak didampingi oleh keluarganya kala ia berjuang untuk mereka. Istri dan anak-anaknya berada di Kuningan. “Asli Kuningan. Saya tidak pindah ke sini, merantau saja, anak-anak dan istri di kampung, di Kuningan."
Jiwanya tetap kuat menghadapi tantangan hidup, meski matanya memancarkan kesepian dan keletihan. Berkat daya juang dan asa yang dimilikinya, anak-anaknya bisa bersekolah. Lebih menakjubkannya lagi, anaknya yang tertua sudah bekerja di BSD. “Yang pertama, perempuan, sudah bekerja di BSD. Anak kedua masih SMP dan yang paling kecil di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)." Selain itu, Mulyadi merasa bangga bisa mempunyai rumah, kendaraan, dan mempersunting seorang gadis yang sekarang menjadi istrinya dari hasil kerjanya sendiri.
ADVERTISEMENT
Mulyadi telah bekerja sebagai pedagang sejak ia berumur 20 tahun. Awalnya dia mengikut temannya ke Jakarta untuk ikut berjualan rokok. Selain itu, Mulyadi juga belajar dari temannya untuk berjualan nasi goreng dan bubur. “Ikut teman ke Jakarta jualan rokok, ada teman yang jualan bubur saya ikut,” tambah Pak Mul. “Teman saya jualan nasi goreng, saya ikut juga, jadi semuanya bisa."
Penjual nasi goreng ini menyatakan bahwa ia lebih nyaman bekerja sendiri. “Saya dari awal sudah belajar berdagang, saya tidak bisa kerja sebulan sekali tanpa ada simpanan uang.” Menurutnya, bekerja sendiri adalah pilihan yang tepat. “Saya merasa lebih enak bekerja sendiri, berdagang, dan tiap hari mendapatkan uang, kalau yang jadi karyawan kan menunggu atasan,” kata Mulyadi. “Saya sudah nyaman menjadi pedagang."
ADVERTISEMENT
Dengan penghasilannya selama menjadi pedagang di Serpong, Mulyadi selalu merasa cukup dan tidak lupa bersyukur. “Saya sih menikmati saja, kalau kita mau boros ya pasti kurang, kalau biasa saja pasti cukup." Mulyadi selalu mengutamakan rasa makanannya dan perilaku terhadap pembeli. Ia berharap dengan nilai baik yang diberikannya, pelanggan akan kembali datang membeli dari swakaryanya yang arumi tersebut. Ia senang ketika banyak yang membeli masakannya.
Namun, yang terjadi di dalam kehidupan ini tidak melulu hal yang kita inginkan. “Kadang ada orang yang malak begitu. Orang kan tidak baik semua, ada yang jahat." Bagaikan anala yang melahap habis sebuah kertas, begitulah nasib dua sampai tiga porsi nasi goreng Pak Mul. Disantap oleh orang-orang yang apatis dan tidak takut terhadap kuasa di atas nabastala. “Pasti ada saja orang hidup di jalanan yang begitu."
ADVERTISEMENT
Dalam kegelapan, saya bisa melihat keletihan yang tampak jelas dari tatapan matanya. Tubuhnya yang kurus seakan menjerit minta tolong dilepaskan dari taklif yang ada padanya. Pak Mulyadi tidak pernah berlebihan dalam mencari nafkah. Ia tidak menginginkan banyak selain dari istirahat yang layak ia dapatkan sebagai orang yang sudah tua. “Ya kalau saya sih mau istirahat di rumah, kumpul sama keluarga."
Untuknya, uang atau keuntungan bukan sesuatu yang menjadi hal utama. Keinginan pribadinya juga bukan sebuah prioritas. “Kalau keadaan tidak memungkinkan atau hanya ada uang kecil, kumpulin dulu untuk sesuatu yang besar." Begitulah prinsip hidup Pak Mul, selalu bersyukur atas apa yang ada. Ia yakin bahwa kalau seseorang memiliki niat bekerja, akan ada tambahan tersendiri dari Yang Mahakuasa. “Yakin saja kita, kalau orang berangkat kerja dengan sebuah niat yang kuat, pasti ada rejeki dan lebihnya."
ADVERTISEMENT