Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pandangan Ignas Kleden, Sosiolog dan Filsuf dari Flores Mengenai Indonesia
4 Desember 2020 5:59 WIB
Tulisan dari Yowana Andan Mayoreta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dr. Ignas Kleden, M.A. lahir di Flores Timur tepatnya di Larantuka pada tanggal 19 Mei 1948. Beliau pernah menempuh pendididkan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT), Flores dan lulus pada tahun 1972. Tak puas sampai disitu, Ignas Kleden melanjutkan S2 nya di Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman dan mendapatkan gelar Master of Art di bidang filsafat (1981). Setelah itu, beliau melanjutkan studi S3 di Jerman juga, tepatnya di Universitas Bielefeld dengan mengambil sosiologi sebagai fokus studi doktornya (1995).
ADVERTISEMENT
Beliau merupakan sastrawan, sosiolog, filsuf, cendekiawan, dan kritikus sastra. Beliau mulai aktif berkecimpung diawal tahun 70-an, dimulai menjadi seorang penerjemah buku-buku teologi pada penerbit Nusa Indah (Ende, Flores). Ketika masih di Flores, beliau mulai aktif menulis artikel untuk majalah TEMPO (Jakarta). Setelah berpindah ke Jakarta, beliau semakin aktif menulis artikel dan jurnal bahkan sempat menjadi jurnalis di TEMPO. Selain menulis, karirnya sebagai sosiolog dan filsuf juga mengantarkannya menjadi editor penerjemahan buku-buku ilmu sosial pada Yayasan Obor Internasional (Jakarta), koordinator penerbitan pada Yayasan Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta), staf peneliti LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) Jakarta, dan kesibukan beliau saat ini adalah menjadi peneliti pada Yayasan SPES di Jakarta. Tak hanya menggeluti sosiologi dan filsafat, Ignas juga sangat menyukai sastra. Tak hanya sastra Indonesia, beliau juga tertarik dengan sastra Jerman dan Rusia.
ADVERTISEMENT
Berikut adalah beberapa pandangan beliau mengenai Indonesia. Dalam artikelnya yang berjudul Soekarno, Pancasila, dan Sejarah Teks, beliau mengungkapkan keraguannya terhadap Soekarno atas keinginan kerasnya dalam mempersatukan suku yang ada di Indonesia dalam satu kesatuan. Hal ini merupakan keinginan yang positif, namun tentunya tidak mudah untuk mewujudkan keinginan tersebut, mengingat ada lebih dari 1.300 suku yang ada di Indonesia dan memiliki otonomi yang berbeda satu sama lain.
Kemudian, dalam artikel Indonesian Political Parties: From Party Machinery to Political Volunteerism yang dieditnya, mengandung kalimat sarkas yang sangat menggambarkan keadaan politik di era dahulu hingga sekarang. Hal tersebut masih menjadi sebuah pertanyaan, mengapa politikus dan wakil rakyat sangat berambisi mengenai uang dan tak jarang banyak dari mereka yang menyalahgunakan kuasa dengan dalih untuk kepentingan rakyat. Tetapi pada kenyataannya rakyat masih saja menderita dan hidup di bawah garis kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Lalu, saat menjadi Direktur Pusat Pengkajian Indonesia Timur dalam artikel Etnosentrisme dan Birokratisasi Pendidikan Nasional Ignas Kleden mengkritik pemerintah terutama Menteri Pendidikan beserta jajaran. Hari Pendidikan Nasional hanyalah ceremony belaka yang hanya mendengarkan amanat panjang dari menteri yang setelah itu hilang entah kemana. Pemerintah tidak benar-benar memberi perubahan dalam aspek edukasi yang masih carut-marut dengan segala kurikulum yang direvisi untuk kesekian kalinya. Pihak terkait perlu memperhatikan dan memikirkan bidang ini agar pendidikan di Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan mencetak generasi muda yang intelektual dan inovatif.
Sehubungan itu, melalui wawancaranya dengan surat kabar Kompas pada 21 November 2002, halaman 10 kolom 3-4, beliau mengatakan bahwa, pendidikan di Indonesia perlu adanya reformasi, karena pendidikan yang ada di Indonesia tidak bersifat intelektual dan tidak memberikan kebebasan berfikir pada peserta didiknya, dapat dilihat dari soal ujian pilihan ganda yang diberikan, membatasi siswa dalam menjawab pertanyaan.
ADVERTISEMENT
Pendidikan di Indonesia semacam itu, hanya mencetak lulusan yang taat pada kepentingan kekuasaan. Kemudian, Ignas juga menambahi bahwa slogan "manusia siap pakai" yang selama ini di agung-agungkan pada Pendidikan di Indonesia, hanyalah bualan semata. Sehingga, reformasi perlu dilakukanuntuk menciptakan generasi yang siap belajar dan adaptif dengan perkembangan zaman.
Itulah beberapa tulisan dan pemikiran dari Dr. Ignas Kleden, M.A mengenai birokrasi di Indonesia. Semoga dengan artikel ini, kalian dapat lebih mengetahui mengenai pemikiran Ignas Kleden dan mengambil sisi positif dari beliau. Terima kasih!