Konten dari Pengguna

Nasib "Pengais Beras" di Pasar Induk Cipinang

8 November 2017 12:15 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuana Fatwalloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengakuan “pengais beras” terhadap beras yang diperoleh semakin menurun, akibat banyaknya pesaing.
ADVERTISEMENT
“Enakkan dulu, kalau sekarang udah banyak yang nyari, kalau sekarang paling dapet itu 5 liter”Kata Titin Sumarni (52) kepada Kumparan (Kumparan.com), pada Rabu (8/11).
Sejak puluhan tahun lalu Titin sudah mengais beras di Pasar Induk Beras dan Palawija Cipinang. Bahkan ia mengaku sejak masa Orde Baru.
Titin mengatakan beras yang diperoleh setiap harinya tidak menentu, rata-rata berkisar 5 Liter hingga 8 Liter.
Kemudian ia jual ke toko klontongan dekat rumahnya dengan harga yang bervariasi, tergantung kondisi berasnya. Dengan adanya penghasilan tersebut, ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan dan membayar uang kontrakan. Walapun, tidak cukup menutupi seluruhnya.
Tidak berbeda dengan Warni (50), yang juga merasakan hal yang sama. “Buat sekolahin anak lima.. ibu anaknya kecil-kecil, buat bayar kontrakan mbak, untung yang punya [kontrakan] sabar”Tutupnya kepada kami.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, mereka tidak memiliki perjanjian khusus terhadap pembangian wilayah dalam mengais beras. Melainkan, satu "pengais beras" akan mengalah, ketika satu truk sudah ditempati salah seorang dari mereka.
Tidak dipungkiri, keberadaan “pencari beras” di Pasar Induk Beras dan Palawija Cipinang memang banyak. Terlihat, mereka melakukan aktivitas di samping-samping truk yang sedang bongkar-muat beras.