Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Minyakita dalam Lanskap Kebijakan Kelapa Sawit Indonesia
23 April 2025 16:54 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Yudha Pradana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Minyakita dan Posisi Strategis Kelapa Sawit dalam Ekonomi dan Konsumsi Rumah Tangga Indonesia
ADVERTISEMENT
Indonesia memegang posisi dominan sebagai produsen dan konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit merupakan komoditas pangan pokok bagi mayoritas rumah tangga di Indonesia. Ketergantungan yang tinggi ini menjadikan stabilitas pasokan dan harga minyak goreng sebagai isu krusial bagi ketahanan pangan dan ekonomi nasional. Fluktuasi harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar global memiliki dampak langsung terhadap harga minyak goreng domestik. Kenaikan harga CPO internasional dapat dengan cepat diterjemahkan menjadi kenaikan harga minyak goreng di tingkat konsumen, menimbulkan tantangan keterjangkauan yang signifikan, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
ADVERTISEMENT
Kerangka Kebijakan: Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO)
Menghadapi potensi ketidakstabilan pasokan dan harga domestik akibat dinamika pasar global, pemerintah Indonesia menerapkan instrumen kebijakan berupa Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). DMO mewajibkan eksportir CPO dan produk turunannya untuk mengalokasikan sebagian dari volume ekspor mereka guna memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Persentase alokasi ini telah mengalami penyesuaian seiring waktu, awalnya ditetapkan sebesar 20%. Kebijakan DMO dilengkapi dengan DPO, yang menetapkan harga jual khusus (di bawah harga pasar internasional) untuk CPO atau Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein (RBDPL/Olein) yang dialokasikan untuk pasar domestik dalam kerangka DMO. Sebagai contoh, pada awal implementasi, harga DPO ditetapkan sekitar Rp9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp10.300 per liter untuk Olein (termasuk PPN). Tujuan utama dari kombinasi kebijakan DMO/DPO ini adalah untuk menjamin ketersediaan stok bahan baku minyak goreng di dalam negeri dan menjaga agar harga minyak goreng tetap terjangkau oleh masyarakat luas, sekaligus melindungi pasar domestik dari gejolak harga internasional. Mekanisme DMO/DPO ini terus berevolusi, termasuk perubahan persentase kewajiban pasok dan, yang paling signifikan, perubahan bentuk pemenuhan DMO yang kemudian difokuskan secara eksklusif melalui produk Minyakita berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Konteks Pasar: Mengatasi Volatilitas Harga Minyak Goreng dan Isu Keterjangkauan
Penerapan kebijakan DMO/DPO tidak terlepas dari konteks pasar yang diwarnai oleh periode kenaikan harga minyak goreng yang signifikan, seperti yang terjadi pada akhir 2021 dan awal 2022. Pada periode tersebut, harga minyak goreng kemasan sempat melampaui Rp18.000 per liter, bahkan mencapai Rp20.000 per liter di beberapa daerah, terutama di luar Jawa dan Bali, yang disebabkan oleh kombinasi kenaikan harga CPO global dan kendala logistik domestik. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi. Upaya awal seperti pemberian subsidi dinilai kurang efektif dalam menstabilkan harga di level yang diinginkan. Oleh karena itu, kerangka DMO/DPO dipandang sebagai mekanisme kontrol pasokan dan harga yang lebih langsung. Arahan Presiden Joko Widodo secara eksplisit menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan rakyat, termasuk ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, merupakan prioritas utama pemerintah.
ADVERTISEMENT
Peluncuran Minyakita sebagai Intervensi Pasar Berbasis DMO
Sebagai wujud konkret dari implementasi kebijakan DMO/DPO, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan meluncurkan produk minyak goreng kemasan rakyat dengan merek "Minyakita" pada 6 Juli 2022. Minyakita diposisikan sebagai minyak goreng rakyat (MGR) dalam bentuk kemasan, yang produksinya didorong oleh kewajiban DMO yang dibebankan kepada produsen/eksportir minyak sawit. Penting untuk dicatat bahwa Minyakita merupakan hasil dari kewajiban industri (DMO) dan bukan program subsidi yang didanai langsung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peluncuran ini bertujuan mengatasi permasalahan distribusi, terutama ke wilayah timur Indonesia seperti Papua, Maluku, dan Sulawesi, yang sering mengalami harga lebih tinggi akibat kesulitan logistik pengiriman minyak goreng curah dalam volume besar.
ADVERTISEMENT
Perkembangan kebijakan selanjutnya, melalui Permendag Nomor 18 Tahun 2024, semakin mempertegas peran Minyakita dengan menetapkan bahwa pemenuhan kewajiban DMO oleh produsen hanya dapat dilakukan dalam bentuk penyediaan Minyakita. Kebijakan ini secara efektif menghentikan opsi pemenuhan DMO melalui minyak goreng curah. Pergeseran fokus DMO secara eksklusif ke Minyakita ini menandakan evolusi kebijakan yang signifikan. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mengendalikan harga dan pasokan minyak goreng terjangkau, tetapi juga secara aktif mendorong perubahan perilaku konsumen. Pemerintah secara eksplisit menyatakan intensi untuk mengarahkan masyarakat beralih dari penggunaan minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan, dengan alasan kualitas, higienitas, keamanan, dan kehalalan yang lebih terjamin pada produk kemasan. Implikasinya, kebijakan ini memiliki tujuan ganda: stabilisasi harga dan transformasi pasar menuju konsumsi minyak goreng kemasan. Transformasi ini berpotensi menghadapi tantangan jika pasokan Minyakita tidak konsisten atau jika disparitas harga dengan minyak curah (yang mungkin masih tersedia di luar jalur resmi) tetap signifikan.
ADVERTISEMENT
Tujuan dan Posisi Pasar Minyakita
Rasional Pemerintah: Menjamin Stabilitas Harga, Aksesibilitas, dan Mendorong Konsumsi Minyak Goreng Kemasan
Pemerintah menetapkan beberapa tujuan utama di balik peluncuran dan distribusi Minyakita. Tujuan paling fundamental adalah menyediakan minyak goreng dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat luas, khususnya segmen ekonomi menengah ke bawah, sebagai upaya nyata menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Upaya ini juga diarahkan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng di pasar domestik dan berkontribusi pada pengendalian inflasi.
Selain keterjangkauan harga, peningkatan aksesibilitas menjadi tujuan penting lainnya. Dengan format kemasan, Minyakita dinilai lebih mudah didistribusikan dibandingkan minyak goreng curah, terutama untuk menjangkau daerah-daerah yang menghadapi tantangan logistik dan seringkali mengalami harga yang lebih tinggi, seperti di wilayah Indonesia Timur.
ADVERTISEMENT
Secara paralel, program Minyakita juga dirancang untuk mendorong pergeseran pola konsumsi masyarakat dari minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan. Pemerintah secara aktif mempromosikan keunggulan minyak goreng kemasan dari aspek kualitas, higienitas, kandungan gizi, keamanan pangan (termasuk kehalalan), kemudahan distribusi, minimnya kehilangan produk (product loss), bebas kontaminasi, dan masa simpan yang relatif lebih lama. Dorongan ini sejalan dengan regulasi sebelumnya, seperti Permendag Nomor 36 Tahun 2020, yang mewajibkan peredaran minyak goreng sawit dalam kemasan. Terakhir, melalui keterkaitan langsung dengan DMO, program Minyakita bertujuan menjamin ketersediaan pasokan bahan baku minyak goreng di dalam negeri.
Mendefinisikan Pasar Sasaran: Melayani Konsumen Menengah ke Bawah
Minyakita secara eksplisit diposisikan sebagai alternatif minyak goreng yang terjangkau bagi masyarakat umum, dengan fokus utama pada kelompok ekonomi menengah ke bawah yang paling rentan terhadap fluktuasi harga kebutuhan pokok. Untuk memastikan produk ini menjangkau target sasaran yang tepat dan mencegah praktik penimbunan atau pembelian dalam jumlah besar oleh pihak yang tidak berhak, pemerintah pada awalnya menerapkan mekanisme pembelian yang dibatasi, misalnya dengan mengharuskan pembeli menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau menggunakan aplikasi PeduliLindungi, serta membatasi jumlah pembelian maksimal (misalnya 5 kg per orang). Ketentuan mengenai pembatasan penjualan kepada konsumen tetap diatur dalam Permendag 18 Tahun 2024, yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
Pencitraan Merek dan Persepsi: Minyakita sebagai "Minyak Goreng Rakyat"
Penamaan "Minyakita" dan penggunaan slogan "Minyak Goreng Rakyat" secara konsisten memperkuat posisinya sebagai produk yang didukung pemerintah, terjangkau, dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat luas. Penggunaan merek dagang "MINYAKITA" ini diatur secara khusus oleh Kementerian Perdagangan, di mana produsen atau pengemas yang ingin menggunakan merek ini wajib mendapatkan surat persetujuan resmi. Produk Minyakita tersedia dalam berbagai jenis kemasan yang memenuhi standar keamanan pangan (food grade), seperti kemasan bantal (pillow pack), standing pouch, botol, dan jeriken.
Pencitraan merek yang kuat dan dukungan pemerintah yang eksplisit ini menciptakan ekspektasi publik yang tinggi terhadap Minyakita, terutama terkait kepatuhan pada HET dan ketersediaan pasokan. Kegagalan untuk memenuhi ekspektasi ini, seperti terjadinya kelangkaan atau penjualan di atas HET, tidak hanya dilihat sebagai kegagalan pasar biasa tetapi berisiko dianggap sebagai kegagalan pemerintah dalam memenuhi janjinya kepada rakyat. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan publik yang signifikan dan menggerus kredibilitas program, jauh lebih sensitif dibandingkan fluktuasi harga pada merek-merek minyak goreng swasta.
ADVERTISEMENT