Pengawasan atas Pelaksanaan dan Penggunaan Utang Luar Negeri

Yudha Pradana
Auditor pada Perwakilan BPKP Provinsi Lampung, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lampung, dan founder media belajar temanujian.com.
Konten dari Pengguna
8 Agustus 2022 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudha Pradana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi utang luar negeri. Sumber: desain pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi utang luar negeri. Sumber: desain pribadi.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) berada di US$ 409,5 miliar pada April 2022. Dengan asumsi US$ 1 setara Rp 14.729, nilai ULN itu adalah Rp 6.031.52 triliun. Secara tahunan, pertumbuhan ULN Pemerintah mengalami kontraksi sebesar 7,3% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi bulan sebelumnya yang sebesar 3,4% (yoy). Penurunan ULN Pemerintah terjadi akibat beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo di bulan April 2022 dan adanya pergeseran penempatan dana oleh investor non residen sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global.
ADVERTISEMENT

Pembiayaan melalui Utang Luar Negeri

Utang luar negeri dinilai dapat memberikan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi dengan menggunakan modal eksternal memerlukan waktu dalam tahap penyelesaian, eksternalitas positif dapat dinikmati saat barang publik terealisasi. Awalnya, kebijakan putang luar negeri bertujuan untuk mengangkat perekonomian suatu negara, terutama pada negara dunia ketiga, melalui program pembangunan yang menyokong perekonomian suatu negara. Selanjutnya, penggunaan utang luar negeri juga dapat bermotif ekonomi, yaitu untuk memberikan stimulus pembangunan yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Utang luar negeri merupakan salah satu alternatif komponen pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) selain pembiayaan melalui hibah maupun penjualan surat berharga negara (SBN) atau surat utang negara (SUN). Selain pendapatan dari pajak dan hasil pengelolaan sumber daya, utang merupakan jalan pintas Negara untuk mendapat dana guna membiayai pembangunan. Pembiayaan melalui pinjaman merupakan bagian dari kebijakan APBN yang menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Pembiayaan melalui utang luar negeri merupakan stimulus ekonomi untuk mencapai target-target pembangunan yang dituangkan di dalam APBN setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan pendanaan APBN yang tidak cukup jika hanya dibiayai dari pendapatan negara dari sektor pajak dan non pajak. Pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan Negara yang lazim dilakukan. Utang merupakan konsekuensi dari postur APBN yang mengalami defisit, dimana pendapatan Negara lebih kecil dari pada belanja Negara. Pinjaman luar negeri selama ini menjadi instrumen utama pembiayaan APBN, baik untuk menutup defisit, dan/atau untuk melakukan pembayaran kembali utang yang jatuh tempo (debt refinancing).

Penggunaan Utang Luar Negeri

Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa penggunaan utang luar negeri tepat sasaran. Penggunaan utang luar negeri harus didasarkan kepada aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Artinya, lembaga pemberi utang atau kreditor tidak akan memberikan utang kepada negara yang tidak menerapkan aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam pemerintahannya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Republik Indonesia telah memiliki instrumen hukum terkait dengan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari pinjaman dan hibah luar negeri melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (PP 10/2011). PP 10/2011 menyebutkan bahwa penggunaan utang luar negeri salah satunya digunakan untuk membiayai defisit APBN dan membiayai kegiatan prioritas kementerian/lembaga.
Manifestasi pembiayaan utang luar negeri untuk membiayai kegiatan prioritas kementerian/lembaga salah satunya diwujudkan melalui kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP). Mengingat besarnya utang luar negeri yang dimiliki oleh pemerintah perlu adanya pengawasan terhadap penggunaannya, sehubungan dengan adanya potensi korupsi dalam penggunaan pinjaman/utang tersebut.
PBJP yang dibiayai dari utang luar negeri memiliki dampak yang signifikan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam periode jangka pendek, utang luar negeri harus diakui telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, akumulasi dari utang luar negeri pemerintah ini tetap saja harus dibayar melalui APBN, artinya menjadi tanggung jawab para wajib pajak dan mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masa mendatang.
ADVERTISEMENT

Pencegahan Korupsi dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri

Klausul kontrol pengawasan terhadap penggunaan pinjaman luar negeri ini dituangkan di dalam perjanjian utang luar negeri (loan agreement) yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, dalam perjanjian utang luar negeri (loan agreement) Project Western Indonesia National Road Improvement Project (WINRIP) (Loan No. 8043-IDE) antara Bank Dunia sebagai pemberi pinjaman dengan Republik Indonesia sebagai penerima pinjaman, mencantumkan klausul anti korupsi. Bank dunia memberikan klausul sebagai berikut:
Klausul di atas diterjemahkan menjadi, “Peminjam harus memastikan proyek dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pedoman Anti Korupsi dan Rencana Aksi Anti Korupsi".
ADVERTISEMENT
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam PBJP melalui pembiayaan PHLN. Pertama, bagaimana aturan main yang menjadi dasar hukum terkait dengan proses PBJP agar dapat memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat Indonesia. Kedua, bagaimana upaya yang dilaksanakan untuk menjamin terlaksananya penerapan aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dalam PBJP.
Beth, mengutip Kaufmann, menyatakan bahwa pengadaan barang/jasa (PBJ) adalah aktivitas pemerintah yang dianggap paling rentan terhadap korupsi. Pengadaan publik memberikan banyak peluang bagi aktor publik dan swasta untuk mengalihkan dana publik untuk keuntungan pribadi.
PP 10/2011 tidak secara eksplisit melakukan pengaturan hukum sebagai langkah pencegahan tindak pidana korupsi atas pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN). Seperti yang disebutkan di atas, negara atau lembaga pemberi PHLN biasanya memandatkan penerapan aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam pengelolaan utang yang mereka berikan. PP 10/2011 hanya menyebutkan bahwa “Pengawasan terhadap pelaksanaan dan penggunaan Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan oleh Instansi pengawas internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”.
ADVERTISEMENT
Pemahamannya, pengawasan tersebut dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku lembaga negara yang melaksanakan pengawasan eksternal dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang melaksanakan pengawasan internal. Pengawasan tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam pengelolaan utang luar negeri telah dipenuhi.