Konten dari Pengguna

Strategi Penurunan Stunting di Indonesia

Yudha Pradana
Auditor BPKP dan founder media belajar temanujian.com.
9 Januari 2023 16:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudha Pradana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tumbuh kembang anak pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Sumber: desain pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tumbuh kembang anak pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Sumber: desain pribadi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022, tercatat sebanyak 5,33 juta atau 24,4% anak di Indonesia mengalami kondisi stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) yang disebabkan kekurangan gizi kronis.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, pertumbuhan anak dianggap terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi tersebut terjadi sejak bayi masih berada di dalam kandungan.
Selanjutnya, kekurangan gizi tersebut berlanjut pada masa-masa awal setelah bayi lahir. Kondisi stunting baru dapat dideteksi setelah bayi berusia 2 tahun.
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia secara spesifik menyatakan bahwa balita dalam kategori stunted ketika tinggi badannya dibandingkan rata-rata tinggi badan balita adalah kurang dari -2 standar deviasi (Z Score kurang dari -2).
Kemudian balita masuk dalam kategori severely stunted ketika tinggi badannya dibandingkan rata-rata tinggi badan balita adalah kurang dari -3 standar deviasi (Z Score kurang dari -3).
Balita yang mengalami stunting akan mengalami beberapa kendala pertumbuhan. Balita stunting berpotensi memiliki tingkat kecerdasan yang tidak maksimal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, balita stunting akan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Pada akhirnya, balita yang mengalami stunting di masa depan memiliki risiko penurunan tingkat produktivitas.
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
Secara makro, penurunan produktivitas karena permasalahan stunting dikhawatirkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan.
World Bank pada tahun 2014 memprediksi bahwa permasalahan stunting dan permasalahan gizi lain diprediksi dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 3% per tahun.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menunjukkan tren positif terkait permasalahan stunting.
Angka prevalansi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 37,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 30,8 persen (Riskesdas 2018).
Anak pendek belum tentu stunting. Foto: Shutter Stock
Pemerintah telah melakukan berbagai macam strategi untuk menurunkan angka prevalansi stunting di Indonesia. Hasilnya, angka prevalansi stunting di Indonesia kembali turun menjadi 27,67% pada tahun 2019 berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI 2019).
ADVERTISEMENT
Intervensi yang konsisten berhasil menurunkan angka prevalansi stunting menjadi 24,4% pada tahun 2021 berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI 2021).
Tren penurunan angka prevalansi stunting dari tahun 2013 ke tahun 2021 masih dianggap belum relevan untuk mencapai target angka prevalansi stunting sebesar 14% pada tahun 2024.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting untuk mendorong percepatan pencapaian target APS 14% pada tahun 2024.
Peraturan Presiden ini secara khusus menugasi Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.
Selanjutnya, sebagai tindak lanjut Perpres 72/2021, Kepala BKKBN menerbitkan Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024 (RAN-PASTI).
ADVERTISEMENT

Penanganan Stunting dalam RPJMN 2020-2024

Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutterstock
Strategi percepatan penurunan stunting dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Program percepatan penurunan stunting masuk dalam Agenda Pembangunan ke-3, yaitu Meningkatnya Sumber daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing.
Arah kebijakan RPJMN 2020-2024 yang coba direalisasikan adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar, dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Ilustrasi gizi seimbang. Foto: Shutter Stock
Untuk mewujudkan target angka prevalansi stunting 14% pada tahun 2024, strategi yang dilaksanakan adalah melalui percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan permasalahan gizi ganda, yang mencakup:
ADVERTISEMENT