Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Mengurai Jemari Cinta
16 Januari 2025 8:18 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Yuda Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Paulo Coelho, dalam The Zahir, melukis sebuah gagasan cinta yang menyentuh kedalaman hati: “Jika kau mencintai seseorang, bebaskanlah. Jika ia kembali, ia milikmu. Jika tidak, ia tak pernah menjadi milikmu.” Kata-kata ini sederhana namun tajam, mengajarkan bahwa cinta bukan soal memiliki, melainkan tentang keberanian merelakan.
ADVERTISEMENT
Cinta, seperti angin, tidak dapat dikurung. Semakin erat kita menggenggamnya, semakin ia menjauh, seperti pasir halus yang mengalir keluar dari sela-sela jari. Namun, hati yang dilanda cinta kerap terjebak dalam hasrat untuk menggenggam. Ada ketakutan yang menyelinap di sela-sela rasa, ketakutan bahwa jika dilepas, cinta itu akan hilang selamanya. Tapi justru di situlah letak kekuatannya, cinta yang dilepaskan tidak hilang; ia menemukan jalannya sendiri untuk tetap hidup, bahkan di luar genggaman kita.
Melepaskan cinta adalah perjalanan sunyi yang penuh luka. Rasa kehilangan menyusup seperti kabut pagi, melingkupi jiwa dalam kehampaan. Namun, di balik kehampaan itu ada pelajaran yang lembut namun dalam: bahwa cinta tidak selalu harus dimiliki untuk tetap bermakna. Kehilangan, sejatinya, adalah ruang yang diciptakan oleh kehidupan untuk sesuatu yang baru.
ADVERTISEMENT
Kenangan akan cinta yang pernah hadir tidak harus menjadi duri yang menyakitkan. Ia dapat menjadi melodi lembut yang menemani kita melangkah. Setiap tawa yang dulu kita bagi, setiap air mata yang pernah jatuh, adalah puisi kehidupan yang akan terus bergema. Melepaskan tidak berarti melupakan; ia adalah cara untuk menghormati apa yang pernah ada, membiarkannya hidup dalam hati sebagai cahaya yang membimbing, bukan bayangan yang menghantui.
Dalam keberanian melepaskan, ada ruang bagi diri untuk tumbuh. Hati yang pernah terluka tidaklah hancur, melainkan seperti tanah yang baru digarap, siap menumbuhkan kehidupan baru. Dalam kesendirian, kita belajar mendengar suara batin yang sering terabaikan. Dalam kehilangan, kita menemukan diri kita yang sesungguhnya kuat, penuh daya, dan siap mencintai dengan cara yang lebih bijak.
ADVERTISEMENT
Cinta yang dilepaskan tidak memudar. Ia tetap ada, seperti bintang-bintang yang bersinar di langit malam, tak terjangkau namun selalu hadir. Melepaskan adalah cara untuk merayakan cinta tanpa batas, membiarkannya mengalir sesuai jalannya, tanpa keinginan untuk mengikat atau menguasai.
Pada akhirnya, cinta tidak pernah hilang. Ia berubah bentuk, menyelinap ke dalam kehidupan sebagai pelajaran, sebagai kenangan, sebagai kekuatan. Dan di tengah keberanian untuk merelakan, kita menemukan kebahagiaan yang tidak datang dari memiliki, melainkan dari memahami bahwa cinta, seperti hidup, adalah tentang melepaskan diri ke dalam arus waktu.