Konten dari Pengguna

Dinamika Vaksin sebagai Barang Publik dan Peran Swasta

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
3 Februari 2021 7:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dinamika Vaksin sebagai Barang Publik dan Peran Swasta
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Vaksin mandiri menuai polemik. Setelah sebelumnya vaksin COVID-19 dinyatakan digratiskan, wacana vaksinasi mandiri kembali mencuat. Hal ini menarik untuk dikaji dalam kerangka kepentingan bersama, sebagaimana dikemukakan sebagai vaksin gotong-royong.
ADVERTISEMENT
Banyak permintaan dari kalangan industri swasta untuk dapat melakukan vaksinasi mandiri kepada para pekerjanya. Kesadaran tersebut, tentu saja dimaknai sebagai upaya dari dunia kerja untuk memastikan produktivitas tenaga kerja yang dimilikinya.
Jika ditilik dari perspektif yang sedemikian, maka akan terjadi upaya percepatan dan akselerasi dalam pencapaian target sasaran vaksinasi COVID-19. Lalu di mana letak persoalan yang mungkin menjadi potensi permasalahan?
Salah satu yang mengemuka adalah perbincangan mengenai vaksin sebagai barang publik.
Bahkan WHO menyebutkan butuh komitmen politik untuk mewujudkan akses vaksin setara dan berkeadilan sebagai barang publik. Senada dengan itu, representasi Indonesia di forum G-20 mengemukakan hal serupa.
Terminologi barang publik mengartikan bahwa jenis produk tertentu yang dikonsumsi oleh masyarakat bersifat (i) non rivalrous bermakna konsumsi atas barang tersebut tidak mengurangi jumlah barang yang tersedia, dan (ii) non excludable tidak terkecuali tersedia serta bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Status pandemi sesungguhnya menjadi penanda. Kondisi darurat kesehatan dengan level kesiagaan tertinggi, dan dampak terburuk serta sifat penularan merupakan corak utama dari definisi pandemi.
Keseluruhan indikator tersebut mengasumsikan ancaman serta gangguan kesehatan berlaku sama bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan demikian, vaksin jelas menjadi barang publik.

Kontribusi Swasta

Dengan mengacu pada penjelasan mengenai barang publik, maka negara memainkan peran utama dan bertanggung jawab untuk menyediakan barang publik serta mengaturnya.
Pada dasarnya, barang publik tidak menimbulkan ketertarikan pihak swasta karena sifatnya tidak menguntungkan.
Padahal jika mengacu pada teori pertumbuhan Joseph Schumpeter dibutuhkan keterlibatan swasta untuk memicu terjadinya kemajuan ekonomi.
Cara kerja swasta yang inovatif melalui creative destruction untuk menghadirkan solusi, membuat proses pertumbuhan ekonomi terjadi.
ADVERTISEMENT
Hal ini selaras dengan kajian Lesmana R Andhika, 2017, Meta Theory: Kebijakan Barang Publik untuk Kesejahteraan Rakyat. Dalam hal dimana terdapat keterbatasan kapasitas negara, mencakup (i) ketidakmampuan teknis penyediaan, hingga (ii) kekurangan dukungan anggaran.
Dimungkinkan terjadinya peralihan sifat barang publik menjadi bergeser sebagai barang umum, dengan catatan terdapat keharusan untuk memastikan kontrol regulasi sejak mulai rantai produksi hingga ujung distribusi. Di situ letak tantangan utamanya.
Harus dipahami keterlibatan swasta juga termasuk di dalamnya pembiayaan swasta, dan logika ekonomi swasta adalah pertambahan nilai akumulatif.
Jika Anda sempat membaca Yuval Noah Harari, 2018 dalam buku Money, maka anda dengan mudah melihat prinsip kerja nilai tambah dari proses ekonomi tersebut.
Ekonomi yang menurut Adam Smith disebut sebagai kesadaran untuk mampu bernegosiasi dan bertransaksi antar umat manusia dengan basis kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana konteks permintaan pihak swasta dalam hal vaksinasi mandiri dilekatkan dengan pernyataan mengenai vaksin yang bertindak sebagai barang publik tadi?
Pertama: pemerintah harus memastikan secara jujur dan terbuka atas kapasitasnya terkait penyediaan vaksin. Kedua: dalam hal yang sama, pemerintah juga harus menguatkan kapasitas regulasi untuk menjamin tidak terjadinya kekacauan, manakala sebuah barang publik mengakseptasi peran pihak swasta.

Potensi Kolaborasi

Apa hal yang dapat dipelajari dalam wacana vaksin mandiri dalam periode pandemi kali ini? Vaksin adalah game changer, sifat konsumsinya serentak dan seluruh warga negara.
Dalam kasus pandemi, konsumsi vaksin tidak dapat bersifat tunda untuk menciptakan herd immunity. Situasi ini bersisian dengan potensi kegagalan efektif vaksinasi bila cakupan sasaran sebanyak 70 persen populasi tervaksin tidak tercapai.
ADVERTISEMENT
Terang diperlukan kerja sama dan kolaborasi seluruh pihak, termasuk kesiapan regulasi pemerintah, kapasitas institusi kesehatan, partisipasi publik, serta kemungkinan ruang keterlibatan swasta.
Peran swasta pun terbagi menjadi, (i) institusi pelayanan kesehatan swasta, dan (ii) institusi bisnis swasta.
Untuk persoalan pertama terkait keikutsertaan pelayanan kesehatan swasta dalam mempercepat proses vaksinasi, hal tersebut menjadi sangat dibutuhkan guna menjangkau seluas mungkin target sasaran, dengan menimbang insentif jasa layanan yang proporsional.
Pada persoalan kedua, hal ini pun terbelah menjadi institusi swasta yang (i) berperan dalam memastikan pengadaan termasuk distribusi vaksin, atau (ii) menjadi konsumen vaksin bagi tenaga kerjanya.
Bagaimana mengaturnya? terkait pengadaan vaksin fungsinya dikoordinasi oleh negara, melalui pendekatan G2G antar pemerintah. Hal itu dilakukan untuk memastikan ketercukupan ketersediaan secara keseluruhan, menutup peluang praktik blocking slot.
ADVERTISEMENT
Berkenaan dengan aspek teknis distribusi, peran swasta juga mampu dilibatkan untuk mempergunakan armada dan fasilitas yang dimiliki, guna memastikan vaksin sampai ke seluruh daerah di penjuru tanah air. Skema kompensasi biaya bisa dikalkulasikan.
Di bagian akhir, pihak swasta bertindak sebagai konsumen dan siap untuk membiayai sendiri hanya akan menjadi persoalan bila mensyaratkan pemberian prioritas vaksinasi sebagai keistimewaan.
Sentralisasi data dan pengaturan waktu vaksinasi diserahkan kepada negara untuk mengklasifikasi urutan prioritas berdasarkan kerentanan.
Pada kasus institusi swasta bertindak sebagai konsumen, maka yang diakseptasi adalah masalah pembiayaan. Ketika negara berhadapan dengan anggaran yang cekak, di sanalah tanggung jawab swasta untuk berkontribusi secara terbuka.
Formatnya harus dirinci cermat. Perusahaan membayar layanan vaksinasi, sebagai pengganti biaya. Perlu juga diberi ruang bila ada inisiatif publik secara individual untuk berdonasi, membuka ruang filantropi.
ADVERTISEMENT
Prinsip utama di dalam pandemi yang menjadi pelajaran penting bahwa kesehatan bersama adalah hal yang utama, maka dibutuhkan kemauan serta kemampuan bekerja sama untuk dapat memastikannya.
Vaksinasi mandiri berubah menjadi vaksinasi gotong-royong berkeadilan. Semoga saja.