Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.104.0
Konten dari Pengguna
Earth Hour Mengurangi Tingkat Polusi Cahaya pada Malam Hari
27 Maret 2021 16:01 WIB
Tulisan dari Yudhiakto Pramudya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Earth Hour rutin dilaksanakan setiap tahunnya pada Sabtu terakhir bulan Maret. Masyarakat diimbau untuk mematikan lampu selama kurang lebih 60 menit pada waktu malam. Kegiatan mematikan lampu pada Earth Hour ini dimaksudkan agar masyarakat lebih dapat menjaga lingkungan daripada sebelumnya. Menjaga lingkungan penting untuk merawat keberlangsungan hidup makhluk hidup di Bumi.
ADVERTISEMENT
Lampu erat kaitannya dengan pencapaian manusia dalam menemukan konsep kelistrikan. Joseph Swan, Thomas Alfa Edison, dan Nicolas Tesla adalah tokoh-tokoh yang melakukan serangkaian upaya menggunakan konsep kelistrikan untuk membuat cahaya dari lampu. Selanjutnya, perkembangan teknologi semakin pesat dengan banyaknya penggunaan lampu pada kehidupan sehari-hari. Di seluruh penjuru dunia, peningkatan penggunaan pencahayaan buatan meningkat sekitar 6% setiap tahunnya. Bahkan, tidak jarang penggunaannya cenderung berlebihan dan tidak tepat pemasangannya. Hal ini yang memicu meningkatnya polusi cahaya terutama di daerah perkotaan. Bahkan orang menyebutnya sebagai sisi gelap adanya cahaya.

Sering kali kita membandingkan langit malam di daerah pegunungan atau pedesaan yang begitu indah bertabur bintang. Bahkan bentangan Galaksi Bima Sakti pun seakan membelai lamunan kita di senyapnya malam. Namun, diperkirakan lebih dari dua pertiga penduduk Amerika Serikat, sekitar setengah penduduk Uni Eropa dan sekitar seperlima penduduk dunia sudah kehilangan kesempatan untuk menikmat Galaksi Bima Sakti tersebut. Hal ini karena langit malam sudah tercemar oleh cahaya buatan yang berlebihan. Suatu kenyataan yang ironi karena kita tidak dapat melihat galaksi tempat kita berada. Kita tidak dapat menguak rahasia semesta yang tersematkan di penjuru galaksi. Ilmu pengetahuan menunggu di sana untuk ditemukan namun kita pula yang membentangkan tirai tebal berupa polusi cahaya.
Telah berabad-abad manusia berusaha mencari jawaban atas segala pertanyaan tentang alam semesta melalui astronomi. Dari sextant sampai teleskop berdiameter 10 meter sudah dioptimalkan oleh manusia di berbagai observatorium. Teleskop secanggih dan sebesar apa pun akan tidak banyak berguna bila ditempatkan di daerah yang terpapar polusi cahaya. Memang terdapat sumber polusi cahaya yang alami yaitu Bulan Purnama. Namun, tentu tidak setiap malam terjadi Bulan Purnama. Oleh karena itu, perlindungan lingkungan sekitar observatorium sangat penting dilakukan.
ADVERTISEMENT
Berbagai cara kampanye untuk mempertahankan langit gelap yaitu langit dengan tingkat polusi cahaya yang rendah. Di sejumlah observatorium termasuk Observatorium Bosscha membagikan tudung lampu kepada warga sekitar observatorium. Tudung lampu ini ditujukan untuk melindungi pancaran lampu yang mengarah ke langit. Desain lampu taman di sekitar Observatorium Universitas Ahmad Dahlan juga tertutup di arah atas. Namun, tentu kampanye ini kurang dirasakan dampaknya bila hanya dilakukan dan ditujukan untuk bidang ilmu tertentu yaitu astronomi.
Polusi cahaya ternyata berpengaruh pada lingkungan hidup. Polusi cahaya dilaporkan menjadi penyebab banyaknya burung yang menabrak bangunan dengan pencahayaan yang terang. Hal ini karena ada gangguan pada photoreception-nya burung. Kematian burung dan serangga meningkat dengan tingginya polusi cahaya. Daerah yang semakin terang oleh cahaya buatan juga mempengaruhi pola burung dan serangga untuk membuat sarangnya. Polusi cahaya juga dapat menurunkan kemampuan tubuh manusia memproduksi melatonin. Efek menurunnya melatonin yaitu meningkatnya kanker.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai dampak tersebut, sudah selayaknya manusia bergerak bersama-sama untuk mengurangi polusi cahaya. Memperbaiki pemasangan lampu dan mengurangi pencahayaan yang berlebihan senantiasa dilakukan terutama di perkotaan. Dengan mematikan lampu selama 60 menit pada saat Earth Hour, tidak hanya dapat menghemat energi, namun juga mengurangi polusi cahaya. Pengukuran tingkat polusi cahaya dapat dilakukan dengan mengukur tingkat kecerahan langit malam. Salah satu alat yang dapat digunakan yaitu Sky Quality Meter (SQM). SQM mampu mengubah partikel cahaya yaitu foton menjadi sinyal elektronik sehingga dapat menampilkan skala angka. Satuan pengukurannya yaitu magnitudo per detik busur kuadrat (mag/arsec2). Semakin tinggi nilainya maka semakin rendah polusi cahaya di daerah tersebut pada waktu pengukuran.
Pada Earth Hour 2018 dilakukan pengukuran di Yogyakarta selama beberapa jam. Terjadi peningkatan nilai tingkat kecerahan langit pada saat lampu dimatikan. Peningkatannya mencapai 2 mag/arsec2. Peningkatan tidak signifikan karena pengukuran dilakukan di area nol kilometer. Meskipun lampu dimatikan, namun lampu kendaraan bermotor dan lampu lalu lintas masih menyala. Pengukuran serupa juga dilakukan di Berlin pada Earth Hour 2018 dengan menggunakan kamera DSLR dan lensa fisheye. Terjadi penurunan tingkat polusi cahaya ditandai dengan menurunnya iluminasi atau intensitas cahaya per satuan luas ke arah zenit sebesar 8%. Secara umum, dengan mematikan lampu selama beberapa saat, kualitas langit menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Oleh karena itu, perlunya kesadaran bersama untuk meneruskan kampanye merawat langit malam secara berkelanjutan. Earth Hour hanyalah pengingat untuk senantiasa mengurangi cahaya buatan agar kita mendapatkan lebih banyak pengetahuan dari cahaya bintang yang berjarak jutaan tahun cahaya.
ADVERTISEMENT