Tak Hanya Penting di Terusan Suez, Laut Pasang juga Berperan dalam Perang

Yudhiakto Pramudya
Pak Dosen di Universitas Ahmad Dahlan. Penyuka berita sains dan teknologi. Berolahraga sepak bola dan suporter Persebaya dan Chelsea.
Konten dari Pengguna
12 April 2021 10:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhiakto Pramudya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terhalangnya Terusan Suez akibat kapal Ever Given selama 6 hari menjadi perhatian dunia. Hal ini karena membuat kapal-kapal lainnya harus menunggu bahkan memutar jalur pelayarannya yang tentunya menguras lebih banyak uang. Kapal dengan panjang 400 meter dan berbobot sekitar 219.076 ton itu susah untuk dipindahkan dari posisi tersangkutnya sehingga dapat berlayar kembali.
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya untuk memindahkannya salah satunya dengan mengeruk pasir di dasar Terusan Suez. Terdapat juga usulan untuk memindahkan sebagian muatannya agar kapal lebih bisa terapung.
Misi pelayaran kembali kapal ini akhirnya berhasil setelah terbantu oleh fenomena alam yaitu air laut pasang dengan tunggang terbesar (spring tides). Peristiwa air laut pasang ini disebabkan oleh fase Bulan Purnama. Pada konfigurasi Purnama, gaya tarik gravitasi antara Matahari-Bumi-Bulan menyebabkan air laut pasang. Terlebih lagi pada 30 Maret 2021, jarak Bumi-Bulan yang lebih dekat daripada jarak reratanya atau yang dikenal sebagai perigee.
Naiknya ketinggian air laut juga berpengaruh terhadap ketinggian air di Terusan Suez. Oleh karena itu, kapal dapat lebih mudah terangkat dan arahnya dikendalikan sesuai dengan jalurnya. Ternyata, teknologi tinggi untuk membuat kapal lebih terapung juga masih dibantu oleh fenomena alam.
ADVERTISEMENT
Pasang dan surut akibat Purnama juga dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluan selain penyelamatan kapal yang karam. Salah satu pemanfaatannya yang terkenal yaitu pada Perang Dunia II. Pada Perang Dunia II, Jerman berhasil menginvasi Prancis. Tentara sekutu hendak merangsek ke daerah yang dikuasai oleh Jerman.
Titik penyerangan dari laut yaitu pantai di daerah Normandy, Prancis. Tentara Sekutu harus menyeberangi Selat Inggris (English Channel) dan mendarat di pantai dengan selamat melewati ribuan rintangan yang telah dipasang oleh tentara Jerman pada Februari 1944. Jerman juga sudah memperkirakan bahwa tentara sekutu akan memilih untuk memperpendek jarak pendaratan dengan area pertahanan tentara Jerman.
Semakin pendek jaraknya, semakin kecil peluang tentara Sekutu menjadi korban gempuran peluru. Untuk itulah, diperlukan keadaan pada saat air laut pasang. Rintangan yang telah dipasang oleh Jerman didesain untuk mampu menghalangi pergerakan tentara Sekutu.
ADVERTISEMENT
Rintangan ini berhasil diketahui oleh tentara Sekutu melalui pengintaian dari udara. Oleh karena itu, justru dipilih air laut surut sebagai waktu pendaratan. Hal ini digunakan oleh tentara Sekutu untuk membersihkan rintangan tersebut.
Namun, sesaat surut, air laut harus mulai naik lagi. Kenaikan air laut ini digunakan untuk kapal pendaratan segera kembali ke laut setelah menurunkan tentara sekutu di pantai. Pendaratan di pantai dibantu oleh penerjunan pasukan dari pesawat terbang.
Para penerjun memerlukan bantuan cahaya Bulan untuk melihat target. Maka peran perhitungan terbitnya Bulan sangat penting dalam misi ini.
Supermoon yaitu Bulan Purnama pada kondisi perigee. Foto : dokumentasi Pusat Studi Astronomi Universitas Ahmad Dahlan
Perpaduan antara saat air laut surut dan pasang serta terbitnya Bulan mengerucut pada rentang waktu tertentu menurut perhitungan astronomi. Pada bulan Juni 1944, terdapat 3 hari yang berkesesuaian dengan syarat-syarat tersebut, yaitu 5,6, dan 7 Juni. Berdasarkan perangkat lunak Stellarium, dapat dicek bahwa usia Bulan pada 7 Juni 1944 yaitu sekitar 15,1 hari dengan iluminasi 99,8%.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, penyerangan akan dilakukan pada tanggal 5 Juni 1944. Namun, kondisi cuaca buruk membuat rencana penyerangan ditunda menjadi tanggal 6 Juni 1944 malam hari sampai dengan tanggal 7 Juni 1944 pagi hari.
Penentuan tanggal tersebut tidak lepas dari piranti yang dikenal sebagai Mesin Pasang Surut Kelvin. Mesin pasang surut ini berupa kalkulator mekanik yang dibuat oleh William Thomson yang juga dikenal sebagai Lord Kelvin. Mesin yang rumit ini didasari oleh persamaan prediksi pasang yang dikembangkan oleh Pierre Simon Laplace.
Terdapat 3 persamaan yang berbasis pada hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum. Kedua hukum kekekalan ini sering digunakan dalam analisis fenomena mekanika di fisika. Ketiga persamaan pasang yang dikembangkan oleh Laplace tersebut memperbaiki teori yang diusulkan oleh Isaac Newton tentang pasang. Newton berhasil menjelaskan teori pasang dengan memuaskan meskipun masih melakukan penyederhanaan dengan tidak mengikutsertakan faktor pengaruh tersebarnya sejumlah samudera akibat adanya benua.
ADVERTISEMENT
Teori tersebut menyatakan bahwa terdapat gaya gravitasi yang kuat di sisi Bumi yang menghadap ke Bulan. Oleh karena itu, air laut akan cenderung tertarik naik. Sedangkan di sisi Bumi yang berseberangan dengan Bulan, gaya sentrifugal yang mendominasi. Efeknya juga serupa yaitu air laut akan pasang naik. Pada saat Bulan Purnama tersebut, terdapat dua daerah dengan kondisi air laut pasang dengan tunggang terbesar. Begitu pula pada saat fase Bulan Baru.
Kepler, Galileo, Newton, Laplace, sampai dengan Lord Kelvin telah mengembangkan teori dan mesin untuk memprediksi pasang dan surut. Pengetahuan dan teknologi tersebut telah membantu kegiatan perekonomian bahkan penyerangan di kala perang. Disadari atau tidak, gerak benda langit mempengaruhi kehidupan manusia dalam mencapai tujuannya.
ADVERTISEMENT