Pria Saudi Ampuni WNI dan Aturan Kisas di Saudi

26 Maret 2017 14:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi palu sidang dan timbangan (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu sidang dan timbangan (Foto: Pixabay)
Baru-baru ini, seorang WNI bernama Masamah lolos dari hukuman kisas atau hukuman mati. Masamah lolos dari tudingan membunuh anak dari pria Arab Saudi bernama Ghaleb Nasir al-Hamri al-Balawi.
ADVERTISEMENT
Masamah lolos setelah Balawi mengampuninya, meski proses penyelidikan masih berjalan. Bagaimana sebenarnya aturan pengampunan bagi seorang tersangka pidana di Saudi? kumparan (kumparan.com), Minggu (26/3), menghimpun informasi soal kisas atau hukuman tersebut dari berbagai sumber.
Jika seseorang sudah dijatuhi hukuman mati kisas oleh pengadilan, salah satu cara agar bisa bebas yaitu melalui mekanisme pemaafan oleh ahli waris korban. Selain itu juga bisa melalui cara membayar diyat atau mengharap pengampunan dari Raja Saudi.
Kata diyat sendiri dari bahasa Arab yang berarti tebusan. Ada dua fungsi diyat, pertama pencegahan secara preventif, dan kedua, penanggulangan secara kuratif.
Jika ahli waris tidak memaafkan pelaku, maka proses kisas tetap berjalan. Hukum yang berlaku di Saudi ini diambil dari Alquran.
ADVERTISEMENT
Ada dua jenis diyat yaitu berat dan ringan. Diyat ini wajib dibayar pelaku kepada keluarga korban dalam jangka waktu tiga tahun.
Raja Salman dalam rangkaian tur Asia. (Foto: Reuters/Beawiharta)
zoom-in-whitePerbesar
Raja Salman dalam rangkaian tur Asia. (Foto: Reuters/Beawiharta)
Bila membayar diyat berat harus menyerahkan 100 ekor unta, dengan perincian 30 ekor betina yang umurnya tiga sampai empat tahun. Kemudian 30 ekor unta betina berumur empat masuk lima tahun, dan 40 ekor betina yang sudah mengandung.
Pembayaran diyat tersebut wajib diberikan sendiri oleh yang membunuh kepada keluarga korban. Meski diberi jangka waktu tiga tahun, namun pelaku atau keluarga pelaku wajib mengangsur pembayaran diyat setiap tahun.
Sementara itu untuk diyat ringan, jumlah untanya sama yaitu 100 ekor. Namun dibagi menjadi lima bagian yaitu 20 ekor unta betina umur satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua masuk tiga tahun.
ADVERTISEMENT
Lalu 20 unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, dan 20 ekor betina umur empat masuk lima tahun. Jangka waktu pembayarannya sama dengan diyat berat yaitu tiga tahun. Setiap tahunnya harus diangsur keluarga pelaku.
Jika tidak dibayar dengan unta, maka keluarga pelaku wajib membayar dengan uang seharga unta itu. Jika korbannya adalah wanita, maka diyat yang harus dibayarkan pelaku, setengah dari korban laki-laki.
Sebenarnya, sesuai ajaran Islam, pengampunan lebih diutamakan. Apalagi jika pengampunan itu bisa membawa maslahat bagi umat. Melalui hadis HR at-Tirmidzi dijelaskan jika ada dua pilihan bagi keluarga korban pembunuhan.
ADVERTISEMENT
Keluarga penuntut kisas sendiri diatur dalam agama Islam yaitu yang sudah berusia dewasa. Jika keluarga korban belum dewasa, maka hukum kisas berhak ditangguhkan.
Seperti yang terjadi kepada WNI bernama Siti Zaenab pada tahun 1999. Saat itu putra korban yang dibunuh Siti Zaenab belum dewasa, maka hukuman kisas berhak ditunda.
Sebenarnya, Alquran tidak menulis bahwa harus ada hukum gantung atau hukum mati untuk pelaku pembunuhan. Tetapi dituliskan Alquran yaitu hukuman setimpal dan sebanding.
Jika keluarga korban meminta pelaku pembunuhan dihukum kisas, seorang raja pun tak berhak melakukan intervensi. Pelaku pembunuhan pun tak bisa menghindari hukuman mati walau mempunyai pengacara yang mahal.
Dalam surah Albaqarah ayat 179 dan Al Isra ayat 33, Allah SWT mengatakan bahwa ada hikmah dalam hukum kisas itu. Pertama, menjaga masyarakat dari kejahatan dan menahan setiap orang yang akan menumpahkan darah orang lain.
ADVERTISEMENT
Kedua, mewujudkan keadilan dan menolong orang yang terzalimi dengan memberikan kemudahan bagi wali korban untuk membalas kepada pelaku seperti yang dilakukan kepada korban. Kemudian yang ketiga, menjadi sarana taubat dan penyucian dari dosa yang telah dilanggarnya, karena kisas menjadi kafarah (penghapus dosa) bagi pelakunya.
Masjid Qisas tempat dilaksakannya hukuman. (Foto: kemenag.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Qisas tempat dilaksakannya hukuman. (Foto: kemenag.go.id)
Kasus-kasus sebelumnya yang melibatkan WNI dan berkaitan dengan kisas seperti kisah warga negara Pakistan, Amal Jan Haj. Amal Jan Haj membunuh sepasang suami istri asal Indonesia bernama Bambang Sugianto dan Surati Widiastuti asal Ponorogo tahun 2012.
Mereka berdua ditemukan dalam kamar yang terkunci dan terbakar. Setelah dilakukan autopsi, ada tanda-tanda kekerasan dan setelah dilakukan penyelidikan pelakunya adalah Amal Jan Haj.
Pengadilan kemudian menetapkan hukum kisas terhadap Amal Jan Haj, maka dengan itu pengampunan dapat dilakukan jika ahli waris memaafkan. Selain itu juga dengan membayar diyat.
ADVERTISEMENT
Namun karena Amal Jan Haj hanya seorang sopir taksi, jadi ia tak mampu membayar diyat. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menjelaskan tak ada negara yang mampu membantu warganya untuk membayar diyat.