Konten dari Pengguna

RE-ORIENTASI UMKM UNTUK EKSPOR INDONESIA

9 September 2018 15:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhistira Haryo Nurresi Putro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
RE-ORIENTASI UMKM UNTUK EKSPOR INDONESIA
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ekspor bagi Usaha Mikro Kecil Menengah(UMKM) kecenderungannya terdengar sebagai sebuah bisnis yang besar dan sulit direalisaskikan apabila tidak memiliki modal yang besar, kenyataanya tidak sesulit yang dikira namun juga tidak semudah yang diinginkan, proses berkelanjutan dan orientasi dari UMKM itu sendiri yang akan menentukan hasil akhir.
ADVERTISEMENT
Makna orientasi sendiri menurut KBBI sebagai peninjauan untuk menentukan sikap (arah , tempat ,dan sebagainya) atau sebagai pandangan yang mendasari pikiran, perhatian, dan kecenderungan, mungkin orientasi ekspor saat ini masih berprioritas konservatif artinya adalah memanfaatkan SDA yang ada sekadar untuk meningkatkan devisa negara(mengesampingkan nilai tambah terhadap produk).
Bagi Saya, Berbicara ekspor ada dua pengertian, yaitu :
1) Secara de jure ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean berdasarkan permendag No.13/2012: Ketentuan umum di bidang ekspor.
2) Kecenderungan masyarakat umum menilai ekspor adalah kegiata mengeluarkan barang dari daerah pabean, dengan kuantitas besar dan kontinuitas berkelanjutan.
Tidak salah menilai ekspor harus dalam skala besar (umumnya kontainer dengan satuan ton dalam sekali pengiriman), namun menjadi eksportir pemula tentu tidak semudah yang dipelajari, tetap semua berproses.
ADVERTISEMENT
Bila mengacu pada peraturan hukum yang berlaku tentu kuantitas kecil walau tidak rutin tetap termasuk ekspor juga, ada permulaan untuk mendapat orderan rutin berjumlah besar dan semua itu berawal dari permintaan kecil (<100kg via kurir internasional), asalkan semua dalam rangka transaksi dalam nilai mata uang.
Berdasarkan data ITC Export Potential Map 2018, 20 besar komoditi potensial ekspor Indonesia jenis raw material dan “setengah jadi” , sepeti : Palm oil, Crude Palm oil, plastic & rubber, spice, fish, vegetable oil masih mendoimnasi, hanya Footwear yang dapat dikatakan sebagai barang “jadi” .
Artinya, boleh dikatakan ada sedikit kelemahan dibalik setiap pelaporan peningkatan ekspor yang suka didengar atau dilihat dalam berita, kelemahan tersebut sejatinya bersifat subjektif yaitu agak disayangkan hasil ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditi bulky atau curah dan masih berupa raw material, dari hal tersebut dan sudut pandang creativepreneur tentu disayangkan jika dari waktu ke waktu perjalanan ekonomi negara Indonesia belum memaksimalkan Sumber Daya Manusia sebagai pemberi nilai tambah.
ADVERTISEMENT
Indonesia boleh dikatakan kekurangan citra akan produknya sendiri , citra produk salah satunya melalui merek atau brand , identitas serta ciri apa yang ingin dikedepankan untuk diperkenalkan ke khalayak menjadi penting.
ketika melihat sebuah pelaporan ekspor nasional yang umumnya melalui Badan Pusat Statistik (BPS) maka ekspor yang dimaksud adalah mengacu pada nilai Freight On Board (FOB) saja dalam bentuk berat netto dan dalam satuan kilogram serta bernilai mata uang USD.
Sebagai catatan nilai ekspor dalam bentuk retail melalui Pos Indonesia baru masuk kategori ekspor pada tahun 2015, artinya sebelum 2015 boleh jadi ada transaksi ekspor dengan kuantitas dalam bentuk eceran atau retail dan intensitas waktu yang sering dilakukan UMKM Indonesia namun belum menjadi atau dikategorikan sebagai ekspor secara penghitungan nasional.
ADVERTISEMENT
Bedasarkan data BPS tahun 2017 pula, UMKM baru memberikan kontribusi sebesar 15,7% dari total ekspor non-migas Indonesia. Oleh karena itu pemanfaatan platform digital melalui e-commerce dan internet pada umumnya yang dilakukan UMKM dapat menjadi percepatan alternatif saat ini untuk meningkatkan ekspor nasional.
Namun tetap, menciptakan produk kreatif yang bermuara menjadi suatu identitas berupa merek tetap membutuhkan proses panjang.
Terkadang ketika pengusaha menciptakan suatu produk dengan nilai lebih sudah dilakukan, namun pada sisi lain terdapat permintaan yang menggiurkan berupa raw material dari produk jadinya,dari sini dapat terjadi kontradiksi : mempertahankan idealisme atau memenuhi permintaan sebagai dasar pemenuhan kebutuhan (untuk perusahaan).
Tidak ada yang salah dengan idealisme yang dimiliki, yang keliru adalah ketika idealisme tersebut dijadikan sebagai pembenaran atas dasar keinginan ego semata tanpa melihat urgensi dari kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, re-orientasi yang harus dilakukan oleh UMKM adalah :
1) Berani untuk memulai, menciptakan inovasi, dan atau memprioritaskan barang jadi yang memiliki citra merek untuk di ekspor
2) Pemanfaatan e-commerce sebagai platform digital dalam pemasaran dan penjualan, mulailah dalam bentuk retail (skala kecil).
3) Internet sebagai tempat riset dalam skala kecil untuk menentukan Negara Tujuan Ekspor (NTE) maupun menentukan produk (bagi eksportir non-produsen).
4) Mau terbuka dan melek terhadap data perdagangan internasional , data dapat dilihat seperti dari International Trade Centre (ITC)pada situs helpmetrade.org, procurementmap.intracen.org, juga dari lembaga government seperti djpen.kemendag.go.id/membership dan pasaramerop.kemlu.go.id
5) Social effect : kualitas hidup dan pemerataan kesejahteraan
6) Sumber daya terbarukan : membagun ekosistem melalui komunitas yang terkait
ADVERTISEMENT
Ke depan tentu yang dapat dijadikan prioritas untuk melakukan re-orientasi tersebut adalah pengusaha milenial (kelahiran 1980-1994) dan generasi Z (kelahiran 1995-2014) yang produknya memiliki potensi ekspor.
Seharusnya, ekspor bukan melulu sekadar penambah devisa negara, lebih dari itu orientasi utama yaitu meminimalkan ketergantungan terhadap negara lain (impor) dan mengoptimalkan segenap potensi baik sumber daya alam yang dimiliki dan sumber daya manusia untuk menambah nilai ekonomis dari yang dihasilkannya.
Harapanya dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia tentu dari salah satu produk bermerek atau minimal komoditi “barang Jadi” produksi UMKM Indonesia dapat menjadi salah satu yang mendominasi pasar dunia serta stabil di pasar lokal.