Barang KW : Ini Pendapat Mereka tentang Produk Replika

Muhammad Yudhistira Ulu Weda Ramdhani
Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
20 Mei 2021 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Yudhistira Ulu Weda Ramdhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penggunaan sneakers dalam keseharian, Foto pribadi karya Naufal Hilmi.
zoom-in-whitePerbesar
Penggunaan sneakers dalam keseharian, Foto pribadi karya Naufal Hilmi.
ADVERTISEMENT
Daya konsumsi masyarakat semakin meningkat, berbagai merek tersebar semakin luas. Demi menunjang penampilan mereka, masyarakat rela mengeluarkan budget lebih besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Penampilan yang baik seringkali digandrungi oleh masyarakat khususnya milenial saat ini. Mulai dari kepala hingga ujung kaki sangat diperhatikan. Trend Fashion di tahun 2021 semakin beragam, mulai dari gaya retro hingga penampilan kekinian.
Sering kali milenial melirik barang-barang branded atau bermerek untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka akan fashion. Sebagai penunjang penampilan, produk-produk seperti baju, tas, jaket, hingga sepatu mereka pilih.
Terlepas dari situ, barang original seringkali dikesampingkan khususnya bagi segelintir orang yang ingin mengikuti tren meskipun memiliki budget minimal. Barang replika dipilih guna mengejar penampilan mereka agar sesuai dengan yang diinginkan.
Namun, beberapa orang menganggap bahwa barang original sebagai pilihan untuk fashion mereka. Meskipun budget tidak sesuai, mereka memilih untuk menabung hingga dapat memiliki barang tersebut. Berbagai alasan mereka kemukakan terkait dengan barang original atau barang replika.
ADVERTISEMENT
Pilihan Original atau Replika
Barang original menjadi pilihan karena lebih tahan lama, awet dan memiliki kualitas terbaik. Jika dibandingkan dengan barang replika, sebaik apapun kualitas barang tersebut akan berbeda dengan barang original.
Menurut Putri Azka Azzahra Mahasiswa Universitas Padjadjaran, ia memilih barang original, karena barang original lebih mahal tetapi dari kualitasnya jauh lebih baik daripada barang replika.
Menurut Andien Mahasiswa Universitas Padjadjaran, ia memilih barang original karena menurutnya barang original harganya tidak jauh berbeda ditambah barang original pun memiliki harga yang terjangkau pada waktu tertentu. Ia mengandalkan potongan harga pada event-event tertentu.
Menurut Agung Pratama Mahasiswa Universitas Padjadjaran, ia memilih barang original karena menurutnya barang original lebih terjamin kualitasnya. Memang barang original lebih mahal, tetapi saat ini sudah banyak produk lokal original dan tidak kalah kualitasnya dengan kualitas impor. Tentu harganya lebih murah serta bisa menjadi alternative dengan menyesuaikan budget yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Menurut Firliana Hafizha Mahasiswa Universitas Padjadjaran, ia memilih barang original karena menurutnya barang original membuat pemakainya lebih pede. Selain itu, kualitas yang baik dan tahan lama tentunya.
Polemik seringkali terjadi dalam pemilihan barang original atau replika. Banyak orang cenderung memilih barang replika dengan tujuan untuk mengikuti tren fashion saat ini. Mereka memilih barang replika dengan alasan budget yang terbatas.
Menurut Adrian Siswa SMA Negeri 1 Cimahi, ia memilih barang replika dengan alasan belum memiliki budget yang cukup untuk membeli barang original.
Menurut Rizky Permana Alumni STIE Ekuitas, ia memilih barang replika dengan alasan selagi ada barang yang lebih murah kenapa tidak dipilih. Barang replika memilki harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan barang original.
ADVERTISEMENT
Hukum Barang Replika
Barang replika yang beredar tidak terlepas dengan hukum yang mengatur tentang barang replika tersebut. Menurut KBBI, Replika memiliki arti duplikat, tiruan. Replika memiliki arti sebuah salinan, tiruan atau duplikasi dari salah satu barang yang sudah memiliki eksistensi sebelumnya. Beberapa merek ternama seperti Nike, Adidas, Gucci, Supreme, dan merek lainnya menjadi sasaran duplikasi.
Duplikasi seringkali dilakukan guna memberikan harga miring terhadap barang yang memiliki harga cukup tinggi. Disisi lain, barang replika banyak beredar dan memiliki target pasar sendiri. Perdebatan terkait hak cipta seringkali disinggung perihal hal ini.
Dilansir dari laman dpr.go.id, Undang-undang Merek dan Indikasi Geografis mengatur mengenai peredaran barang replika. UU ini mengarah pada para penjual barang replika.
ADVERTISEMENT
Pada pasal 100 ayat 1 yang berbunyi setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
Pasal 100 ayat 2, setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
Pasal 100 ayat 3, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, yang sejenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah melarang barang replika beredar di masyarakat. Lantas pada praktiknya, barang replika beredar dengan jumlah tidak sedikit. Ironisnya, masyarakat mendukung beredarnya barang replika ini, karena menurut mereka dapat menyesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Siapakah yang dirugikan?
Peredaran barang replika sudah menjamur di masyarakat terlebih dari mulai fashion hingga sekelas parfum. Lantas siapakah yang dirugikan dalam hal ini?
Namun, pada kenyataannya barang original dan replika memiliki pasarnya sendiri. Pro-kontra terhadap hal ini seringkali terjadi. Pengrajin dan penjual barang replika melanggar hak cipta dari barang yang sudah jelas eksistensinya.
Merek original yang seringkali menjadi pihak yang dirugikan karena mereka sedemikian rupa menciptakan sebuah barang dengan modal dan pemikiran panjang. Dengan mudah, penjual menduplikat produk tersebut hingga beredar luas dengan harga yang jauh lebih murah.
ADVERTISEMENT
Fakhriya Azzahra, Mahasiswa Universitas Padjadjaran berpendapat bahwa pembuat barang original lebih dirugikan, terlebih desainernya. Ibaratkan desainer telah susah payah menciptakan suatu desain dengan mudah disontek dan dibuat barang baru dan dijual dengan harga yang jauh lebih murah.
Disisi lain menurutnya barang replika merupakan apresiasi dari brand original itu sendiri. Semakin trending saat ini, barang replika yang beredar sebagai apresiasi dari masyarakat. Alasannya semakin banyak masyarakat yang menggandrungi produk tersebut. Sehingga masyarakat yang memiliki budget seadanya memilih barang replika ini sebagai solusinya.
Lantas sebenarnya apa yang seharusnya dilakukan, masih bolehkah barang replika beredar di masyarakat luas? Atau justru peredaran barang replika harus dihentikan?