Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Hajatan Pasca Lebaran Menjadi Suatu Tradisi: Namun, Bagaimana dengan Pandemi?
5 Juni 2020 15:05 WIB
Tulisan dari Yudi Hendrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Hajatan memang menjadi satu peristiwa yang akan selalu dikenang oleh si empunya hajat. Tak heran jika perayaannya akan dimeriahkan semeriah dan seramai mungkin. Bahkan tak tanggung-tanggung, orang yang melakukan hajatan akan mengeluarkan uang sebesar mungkin selagi mereka mampu. Menjadi suatu gengsi tersendiri ketika melakukan hajatan yang meriah.
ADVERTISEMENT
Agar perayaannya tak sia-sia dan ramai tamu undangan, perlu waktu yang tepat untuk melaksanakan hajatan. Mungkin ini menjadi salah satu penyebab orang-orang melakukan hajatan pasca lebaran. Karena, ketika lebaran tiba, orang-orang dari tanah rantau akan pulang ke kampung halamannya dan lebaran menjadi momentum berkumpulnya sanak keluarga. Sudah tidak aneh lagi, jika pasca lebaran kita akan menerima lembaran undangan dari para pelaksana hajat.
Usai lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha akan banyak ditemukan banyak balandongan di perkampungan untuk pelaksanaan hajatan. Banyak hal yang melatar belakangi tradisi yang sudah ada sejak dulu ini. Salah satu hal yang melatar belakangi tradisi ini yaitu kepercayaan orang-orang terhadap hari baik yang dikaitkan dengan nasib seseorang.
ADVERTISEMENT
Tradisi mencari hari baik termasuk perbuatan syirik
Orang-orang kolot di Kuningan Jawa Barat, telah memahami perhitungan hari yang baik untuk melakukan hajatan. Biasanya ketika akan melakukan hajatan, orang yang tidak paham dengan perhitungan hari tersebut, akan menanyakan terlebih dahulu hari yang cocok untuk melakukan hajatan kepada orang kolot yang memahaminya. Ketika bertanya kepada orang yang paham perhitungan hari, hari ke 1 sampai 10 pasca lebaran selalu menjadi pilihan hari yang baik untuk melakukan hajatan.
Hari baik dapat dihitung berdasarkan penanggalan jawa atau islam. Kepercayaan terhadap hari baik ini dikaitkan dengan nasib baik dan buruknya seseorang. Padahal mempercayai adanya hari yang dikaitkan dengan nasib baik atau buruknya seseorang merupakan perbuatan syirik.
ADVERTISEMENT
Dalam hadis dari sahabat Ibn Mas’ud RA, Rassulallah bersabda, “Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik.. (diulang tiga kali).” (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan yang lainnya.). Thiyarah atau mencari hari baik yang dikaitkan dengan nasib baik dan buruknya seseorang sama saja menyekutukan Allah.
Tidak menjadi permasalahan jika seseorang mencari hari istimewa untuk melakukan hajatan. Namun, jika hari tersebut dikaitkan dengan nasib seseorang merupakan salah satu hal yang dilarang islam. Karena pada hakikatnya, nasib seseorang sudah ditentukan oleh Allah SWT.
Jangan sampai tradisi membahayakan nyawa manusia
Kecamatan Jalaksana Kuningan, Jawa Barat, pasca lebaran hingga tanggal 1 juni 2020, tercatat ada sebanyak 15 pasangan menikah. Angka ini menunjukkan bahwa walaupun di tengah pandemi, pasca lebaran tetap menjadi pilihan hari untuk melakukan pernikahan. Memang menjadi suatu dilema ketika melakukan pernikahan di tengah pandemi, terlebih pelaksanaannya masih terkait dengan tradisi kepercayaan. Sulit bagi kita untuk meninggalkan tradisi yang sudah ada walaupun memiliki nilai negatif.
ADVERTISEMENT
Sesuai aturan pemerintah mengenai penanganan pandemi korona, pernikahan pun diatur dengan berbagai protokol. Mulai dari pembatasan tamu undangan sampai dengan himbauan untuk melakukan psychal distancing. Namun nyatanya masih banyak prosesi pernikahan yang tak sesuai dengan protokol yang telah diatur. Seperti yang terjadi di Kuningan, Jawa Barat, polisi terpaksa membubarkan hajatan pernikahan karena dilaksanakan tidak sesuai dengan protokolnya.
Kalau sudah begini, bagaimana dengan hari baik yang sudah diperhitungkan orang kolot? Apakah akan melancarkan prosesi pernikahannya atau malah menghancurkan hari yang seharusnya menjadi kenangan indah tak terlupakan? Perlu adanya kesadaran bahwa keselamatan banyak orang merupakan hal yang lebih penting dari segalanya. Jangan sampai prosesi pernikahan lebih mempertimbangkan tradisi dari pada keselamatan umat manusia.
ADVERTISEMENT