Konten dari Pengguna

Hari Migran Sedunia 2024: Kondisi Pengungsi Palestina di Berbagai Negara

Yuha Afina
Mahasiswa Magister Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia
24 Desember 2024 14:01 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuha Afina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: unrwa.org
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: unrwa.org
ADVERTISEMENT
Tepat di hari Rabu tanggal 18 Desember 2024 seluruh dunia memperingati Hari Migran Internasional. Peringatan Hari Migran ini bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa para migran di seluruh dunia memiliki haknya masing-masing. Para migran merupakan aktor penting yang terlibat dalam kondisi geopolitik antar negara. Mereka berperan besar dalam pembangunan, baik di negara tujuan dan juga negara asal mereka.
ADVERTISEMENT
Konflik Palestina telah menjadi perhatian di seluruh lapisan dunia. Semenjak 7 Oktober 2024, konflik antara Palestina dan Israel kembali memanas. Kondisi ini membuat banyak infrastruktur di Palestina mengalami kerusakan berat. Sebanyak 290.820 tempat tinggal hancur akibat serangan Israel. Selain itu, fasilitas umum seperti sumber air, sekolah, dan juga rumah sakit mengalami kerusakan parah. Hal ini membuat penduduk Gaza terdorong untuk mencari suaka baru untuk melanjutkan kehidupan mereka.
Bermigrasi ke negara tetangga merupakan salah satu solusi yang diambil para penduduk Gaza untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak. Dapat dikatakan bahwasanya migrasi yang dilakukan oleh penduduk Palestina adalah migrasi paksa karena adanya tekanan politik. Pengungsi Palestina sendiri sejak tahun 1949 dinaungi secara khusus oleh sebuah organisasi PBB, yaitu United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). UNRWA bertugas untuk memberikan bantuan langsung dan mengatur pengungsi-pengungsi Palestina.
ADVERTISEMENT
Situasi Migran di Timur Tengah
UNRWA mendata pengungsi Palestina tersebar di berbagai macam wilayah. Lokasi utama pengungsi Palestina berada di negara Jordania, Lebanon, Suriah, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Selain di tanah Arab, pengungsi Palestina juga bermigrasi hingga ke Eropa dan juga Amerika Serikat. Pada tahun 2024, UNRWA melaporkan bahwasanya jumlah kamp pengungsi Palestina ada sebanyak 58 kamp. Dari 58 kamp tersebut, UNRWA mendata jumlah pengungsi diperkirakan mencapai 5,9 juta jiwa. Dari 5,9 juta jiwa pengungsi, hanya sebanyak 1,5 juta jiwa yang mendapatkan tempat tinggal di kamp-kamp pengungsi UNRWA.
Jordania adalah negara yang menampung jumlah migran Palestina terbanyak. Saat ini, sebanyak 2,1 juta pengungsi akibat konflik tinggal di 10 kamp pengungsi Palestina di negara tersebut. Sebagian besar pengungsi Palestina di Jordania telah mengubah status kewarganegaraan mereka sebagai kewarganegaraan Jordania. Keputusan tersebut diambil para migran Palestina agar mendapatkan akses yang lebih baik di negara Jordania. jumlah sekolah yang didirikan oleh UNRWA di Jordania ada sebanyak 171 sekolah dengan 121.000 siswa. Meskipun fasilitas sekolahan sudah disediakan, para migran tetap mengalami kesulitan dalam akses pendidikan, begitu juga dengan perawatan kesehatan yang berkualitas. Untuk melanjutkan perekonomian keluarga, para pengungsi Palestina di Jordania harus bekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan para migran berupa pekerjaan di sektor informal, seperti pekerja harian di sektor pembangunan dan perdagangan. Namun, akses-akses sosial tersebut masih terbatas sehingga sebagian besar migran Palestina berstatus di bawah garis kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Lebanon merupakan negara tujuan pengungsi Palestina. Jumlah migran Palestina di Lebanon sebanyak 492.946 jiwa yang tinggal di 12 kamp pengungsian. Migran Palestina di Lebanon memiliki tantangan yang lebih serius karena diskriminasi yang terjadi disana. Akses pekerjaan untuk migran Palestina hanyalah di sektor informal. Sekalipun ada yang berhasil bekerja di sektor formal, mereka sering kali dibayar lebih rendah dibanding dengan pekerja lokal. Selain akses pekerjaan, diskriminasi juga dirasakan pada hak-hak sipil dan izin tinggal yang sah. Seperti halnya dalam mendapatkan perawatan medis yang memadai. Keterbatasan hak yang dialami para migran Palestina di Lebanon berdampak pada kualitas ekonomi sehingga sebagian besar dari mereka masih di bawah garis kemiskinan. Selain itu juga, para pengungsi yang berada di Lebanon juga mengalami tantangan tersendiri karena ketidakstabilan politik dan serangan militer yang pernah ada di Lebanon.
ADVERTISEMENT
Meskipun Suriah juga merupakan negara konflik, negara ini juga menjadi tujuan pengungsi Palestina untuk berimigrasi. Sebanyak 588.074 jiwa warga Palestina yang bermigrasi ke Suriah. Ketidakstabilan politik yang dialami Suriah berdampak pada kondisi migran Palestina. Banyak fasilitas kesehatan dan pendidikan yang rusak sehingga akses para pengungsi menjadi sangat terbatas. Diskriminasi juga dirasakan oleh para migran Palestina di Suriah. Disana mereka tidak memiliki status hukum yang jelas sehingga akses pada banyak hal tidak didapatkan. Konflik yang terjadi di Suriah juga makin mempersulit peluang mendapatkan pekerjaan. Selain itu juga, para pengungsi banyak yang mengalami stres pasca-trauma (PTSD) dan masalah kesehatan mental lainnya karena konflik yang ada di Suriah dan pernah terjadi di Palestina.
ADVERTISEMENT
Situasi Migran Palestina di Luar Timur Tengah
Eropa merupakan wilayah tujuan migran Palestina untuk mengungsi. Jumlah pengungsi Palestina di Eropa tercatat oleh UNRWA sebanyak 5,9 juta jiwa. Negara-negara Eropa yang menjadi negara penampung migran Palestina yaitu negara Inggris, Jerman, Prancis, Denmark, dan Swedia. Jerman merupakan negara di Eropa yang paling banyak menampung migran Palestina. Eropa dipilih menjadi negara tujuan untuk mengungsi karena relatif dekat secara posisi geografis dengan Timur Tengah. Selain itu, kondisi politik yang relatif stabil juga menjadi latar belakangnya. Para migran Palestina menjadikan laut Mediterania menjadi jalur utama mereka keluar dari negara asalnya untuk pergi ke Eropa (Istiqomatunnisa et al., 2024).
Kondisi migran Palestina di Eropa sangat beragam karena dipengaruhi kebijakan migrasi masing-masing negara. Ketatnya aturan migrasi negara-negara di Eropa membuat para migran sulit mendapatkan izin tinggal disana. Proses mendapatkan izin sering kali dinilai terlalu panjang dan rumit sehingga banyak migran yang terjebak dalam status ketidakpastian hukum. Selain itu, diskriminasi juga dirasakan oleh para migran Palestina di Eropa karena latar belakang mereka yang berasal dari negara konflik. Hal tersebut membuat para migran Palestina masih sering mendapatkan ketidakadilan dalam pekerjaan, pendidikan, dan akses sosial lainnya. Diskriminasi tersebut menjadi faktor terbentuknya kelompok anti-migran, seperti Xenophobia (Istiqomatunnisa et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Selain Eropa, Amerika juga menjadi negara tujuan pengungsi Palestina. Jumlah migran Palestina di Amerika diperkirakan ada sebanyak 200.000 jiwa. Dearborn dan Michigan menjadi kota yang memiliki populasi Arab di Amerika. Karena adanya aksi terorisme 9/11 yang disebut berasal dari Timur Tengah, penduduk Amerika sendiri memiliki isu ketidakpercayaan terhadap penduduk yang beragama Islam atau disebut juga dengan gerakan islamophobia (Rizky & Bin Supriyadi, 2021). Latar belakang sejarah ini membuat para migran Palestina di Amerika merasakan diskriminasi. Hal ini diperparah dengan kondisi Amerika yang pro dengan Israel.
Meskipun diskriminasi sering dirasakan oleh para migran Palestina di Amerika, mereka memiliki kontribusi tersendiri di berbagai sektor. Banyak migran Palestina yang membuka usaha seperti bisnis kuliner. Selain itu juga, para migran Palestina juga sering kali bekerja sama dengan organisasi-organisasi pro-Palestina di Amerika untuk menyoroti terkait konflik Israel-Palestina. Pada bidang pendidikan, para migran Palestina di Amerika juga memiliki peran sebagai pendidik untuk meningkatkan informasi tentang budaya dan sejarah Palestina.
ADVERTISEMENT
Migrasi pengungsi Palestina akibat konflik yang berkepanjangan telah menciptakan tantangan besar, baik di negara-negara tetangga di Timur Tengah maupun di wilayah lain seperti Eropa dan Amerika. Di Timur Tengah, Yordania menjadi negara dengan jumlah pengungsi terbesar, sementara Lebanon dan Suriah menghadapi tantangan diskriminasi dan ketidakstabilan politik yang memperparah kondisi para pengungsi. Di Eropa dan Amerika, meskipun terdapat peluang lebih baik, para pengungsi Palestina masih menghadapi diskriminasi, birokrasi migrasi yang kompleks, serta stigma sosial.
Namun, di tengah berbagai tantangan tersebut, para migran Palestina terus berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi negara-negara tujuan melalui kerja keras di sektor informal, pendidikan, serta peran aktif dalam organisasi yang mendukung perjuangan Palestina. Hal ini menegaskan pentingnya perhatian global terhadap perlindungan hak asasi dan kesejahteraan para migran Palestina dalam konteks geopolitik yang terus berubah.
ADVERTISEMENT
Referensi
Istiqomatunnisa, Mahmuluddin, & Munir, A. M. (2024). Dampak Pengungsi Timur Tengah Terhadap Stabilitas Ekonomi, Sosial, Politik Italia Tahun 2015-2021. 3(1), 9–22. http://eprints.unram.ac.id/id/eprint/31221
Rizky, L., & Bin Supriyadi, H. S. K. (2021). Dampak Masuknya Imigran Timur Tengah terhadap Keamanan Manusia Domestik dan Respon Kebijakan Amerika Serikat Era Donald Trump. Jdp (Jurnal Dinamika Pemerintahan), 4(2), 15–28. https://doi.org/10.36341/jdp.v4i2.1944
United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). (n.d.). UNRWA and Palestine Refugees. Retrieved December 23, 2024, from https://www.unrwa.org/