Hiruk pikuk Gen Z yang Selalu Overthinking

Yuhaenida Meilani
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta Memiliki ketertarikan dalam menulis berita, feature, artikel, serta mampu membuat narasi yang menarik.
Konten dari Pengguna
3 Juli 2024 12:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuhaenida Meilani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gen Z yang selalu overthinking (sumber: Pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gen Z yang selalu overthinking (sumber: Pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekarang ini kita tidak bisa lepas dari yang namanya sosial media. Perkembangan teknologi memungkinkan kita mengakses banyak hal dengan cepat. Memberikan kesempatan untuk memperoleh informasi lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Tanpa sadar, hal tersebut telah mengubah gaya hidup, terutama generasi Z sekarang ini. Mereka terlalu banyak mendapatkan informasi yang kadang tak relevan. Banyaknya hal yang mereka terima memberikan beban tersendiri dalam pikiran. Akibatnya, gen Z sekarang ini selalu overthiking.
Overthinking adalah kecenderungan seseorang untuk terus-menerus memikirkan suatu situasi, masalah, atau kejadian dengan intensitas yang berlebihan dan tanpa henti. Mereka fokus memikirkan banyak hal yang belum tentu terjadi, mengkhawatirkan banyak hal yang tidak perlu dipikirkan berlebihan, dan selalu merasa tertinggal.
Media sosial yang kita gunakan saat ini memiliki beragam fitur yang bisa dimanfaatkan. Banyak orang menggunakannya untuk mengunggah aktivitas sehari-hari, atau pun pencapaian yang sudah diraihnya. Media sosial menjadi tempat untuk membagikan banyak momen yang sudah dilewati.
ADVERTISEMENT
Namun bagi gen Z, media sosial menjadi pusat munculnya rasa overthinking. Mereka gampang sekali merasa bahwa dirinya tertinggal atas pencapaian orang lain, mengkhawatirkan masa depan yang tidak sesuai ekspektasi, dan takut akan hal-hal yang belum terjadi.
Salah satu kekhawatiran yang dirasakan, berkaitan dengan pendidikan formal yang mereka jalani saat ini. Apakah benar-benar relevan dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang? Mengingat pasar kerja yang kompetitif dan perubahan cepat akibat teknologi.
Gen Z sering kali menghadapi ekspektasi sosial yang tinggi dari keluarga, teman, dan masyarakat. Ada tekanan untuk selalu terlihat baik, dan berperilaku sesuai norma sosial. Gen Z hidup dalam hiruk pikuk dunia modern yang penuh dengan tekanan dan ekspektasi tinggi. Mereka berusaha menyeimbangkan berbagai aspek kehidupan, mulai dari akademis dan karier, hingga kesehatan mental dan keterlibatan sosial.
ADVERTISEMENT
Banyak alasan mengapa gen Z dikenal dengan generasi yang selalu overthinking.
1. Tekanan Akademis
Generasi Z menghadapi tekanan akademis yang luar biasa sejak usia dini. Mereka seringkali didorong untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi, mengikuti berbagai kursus tambahan, dan harus bisa mendapatkan beasiswa untuk pendidikan lebih lanjut. Pendidikan dianggap sebagai jalan paling penting menuju kesuksesan, namun ekspektasi yang tinggi ini sering kali menimbulkan stres dan kelelahan.
2. Persiapan Karir
Selain pelatihan akademik, banyak tekanan juga dirasakan pada persiapan karir. Banyak Gen Z berpartisipasi dalam magang, proyek sukarela, organisasi, dan kepanitiaan untuk menyempurnakan CV. Mereka memahami bahwa dunia kerja modern bersifat kompetitif dan mereka berusaha untuk menonjol sejak dini.
3. Kehidupan di Sosial Media
ADVERTISEMENT
Sosial media adalah bagian penting dari kehidupan Gen Z. Mereka menggunakan platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter, tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk membangun identitas digital mereka. Namun, ekspektasi untuk bisa dikenal di media sosial dapat menimbulkan perasaan tidak aman dan perbandingan sosial yang tidak sehat.
4. Kesehatan Mental
Kurangnya waktu istirahat dan terlalu banyak stimulasi digital dapat membuat Gen Z memiliki lebih sedikit waktu untuk refleksi dan relaksasi. Karena tidak mendapatkan waktu istirahat yang cukup, pikiran bisa menjadi terlalu banyak bekerja dan terlalu banyak berpikir. Hal-hal yang tidak perlu dipikirkan, malah semakin berlarut-larut dalam pikiran.
Meski pun overthinking adalah masalah yang dapat dialami oleh siapa saja, perbedaan konteks sosial, teknologi, dan budaya antara generasi Z dan generasi sebelumnya menciptakan dinamika yang unik. Gen Z dikenal selalu overthinking akan segala hal, karena gen Z hidup di masa yang berdampingan dengan AI. Jika kurang terampil, kedudukannya akan tergantikan. Karena itu mereka berusaha lebih keras untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT