Konten dari Pengguna

Malioboro Tidak Hanya Manis dalam Kuliner, tapi Juga Suasananya

Yulaika Nurmayasari
Mahasiswa di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
13 Desember 2021 13:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yulaika Nurmayasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Malioboro saat pagi hari, belum ramai pedagang dan pengunjung. Foto: Dokumentasi pribadi Yulaika Nurmayasari
zoom-in-whitePerbesar
Malioboro saat pagi hari, belum ramai pedagang dan pengunjung. Foto: Dokumentasi pribadi Yulaika Nurmayasari
ADVERTISEMENT
Menggunakan ojek atau kendaraan pribadi roda dua saat perjalanan ke Malioboro adalah kegiatan yang menyenangkan. Ditambah dengan udara Jogja pada pagi atau sore hari menjelang malam yang cukup sejuk. Penggunaan kendaraan roda empat kalau bisa dihindari, mengingat jalanan Jogja yang ramai dan padat, terutama jika akhir pekan. Jika menggunakan roda dua, pengunjung dapat memarkirkan kendaraannya di Parkiran Abu Bakar Ali, yang terletak di sebelah utara Malioboro. Tarif parkir yang dipatok cukup terjangkau, hanya Rp3.000.
ADVERTISEMENT
Pemandangan sore hari dari Parkiran Abu Bakar Ali, parkiran luas bertingkat dua di utara Malioboro: Rel kereta api Stasiun Tugu. Foto: Dokumentasi pribadi Yulaika Nurmayasari
Parkiran kendaraan roda dua disediakan di lantai dua dan tiga, untuk lantai pertama disediakan untuk kendaraan beroda empat atau lebih, seperti bus pariwisata, truk pengangkut sampah, dan kendaraan besar lainnya. Setelah memarkirkan kendaraan, pengunjung dapat berjalan kaki atau menggunakan jasa becak atau delman untuk menyusuri sepanjang jalan Malioboro. Selama masa pandemi, beberapa perubahan tampak menghiasi wisata Malioboro, seperti ditambahkannya mesin keran air untuk mencuci tangan dan petugas yang mengimbau seluruh warga di Malioboro untuk selalu menggunakan masker.
Mesin keran air dan himbauan menggunakan masker oleh petugas yang berpakaian seperti prajurit Keraton Yogyakarta di sepanjang ruas pedestrian Malioboro. Foto: Yulaika Nurmayasari
"Pemisi, Pak, saya izin untuk mendokumentasikan Bapak berdua, nggih,"
Bagi penulis, ramahnya respons yang disampaikan petugas tersebut menambah kehangatan suasana Malioboro pada sore hari. Diketahui bahwa imbauan untuk selalu menggunakan masker di Malioboro baru diadakan saat masa pandemi ini.
Ramainya kegiatan di Malioboro pada sore hari. Foto: Dokumentasi pribadi Yulaika Nurmayasari
Pandemi yang terjadi ternyata tidak mengurangi daya tarik Malioboro sebagai salah satu ikon wisata Yogyakarta. Apabila dicermati, secara tidak langsung terdapat pembagian pengelompokan pedagang di sepanjang Malioboro. Di sebelah barat jalan lebih banyak digunakan untuk pedagang yang menjual barang-barang yang berasal dari kain, seperti daster, kaus, celana, tas, dan kain batik. Sedangkan di sebelah timur jalan lebih banyak digunakan untuk tempat kuliner, di antaranya adalah angkringan dan tempat makan lesehan yang menggunakan tenda. Meskipun begitu, kedua daerah sama-sama diramaikan oleh pedagang kaki lima yang berjalan kaki keliling untuk menawarkan dan menjual dagangannya kepada para pengunjung.
ADVERTISEMENT
Walaupun sempat tutup sementara pada awal pandemi, Malioboro perlahan kembali menjadi tempat wisata dan pusat perbelanjaan, baik untuk turis maupun penduduk sekitar. Beberapa mata pencaharian penduduk, seperti pedagang, penarik becak, kusir delman, termasuk tukang parkir, bergantung pada keramaian pengunjung Malioboro.
Becak yang diparkirkan di pinggir jalanan Malioboro. Foto: Dokumentasi pribadi Yulaika Nurmayasari
Satu hal yang cukup mengejutkan bagi penulis adalah tarif yang dipatok oleh beberapa penarik becak. Setelah mengobrol dengan salah satu penarik becak, ternyata masa pandemi menyebabkan pendapatan penarik becak turun drastis. Hal itu menyebabkan beberapa penarik becak harus berlapang dada untuk menurunkan tarif becak, bahkan ada yang menyerahkan jumlah tarif sesuai dengan keikhlasan penumpang.
Jalanan Malioboro tanpa kendaraan bermotor setelah pukul 17.00. Foto: Dokumentasi pribadi Yulaika Nurmayasari
Menjelang adzan Maghrib, suasana di Malioboro perlahan menjadi lebih sepi. Salah satu penyebabnya adalah aturan pelarangan kendaraan pribadi dan bermotor untuk melintasi jalanan Malioboro. Sehingga, mulai pukul 17.00 jalanan Malioboro diramaikan oleh pengunjung yang berjalan kaki ataupun bersepeda.
ADVERTISEMENT
Dari banyaknya tempat wisata di Yogyakarta, Malioboro merupakan satu yang paling menarik untuk dikunjungi. Keramahan setiap orang yang ada di Malioboro, baik sesama pengunjung, pedagang, kusir delman, penarik becak, maupun petugas yang berjaga menambah kemanisan Malioboro sebagai tempat berwisata, berbelanja, atau sekadar menghibur diri dari kesibukan sehari-hari. Sedikit tips untuk berwisata di Malioboro adalah berkunjung pada sekitar pukul 15.30 hingga menjelang malam, karena jalanan Jogja yang belum begitu ramai dan cuaca panas yang sudah mulai meredup. Apabila ingin berbelanja atau sekadar membeli barang atau makanan ringan dengan jumlah yang banyak ataupun sedikit, pembeli tidak perlu ragu untuk melakukan negosiasi harga dengan pedagang atau penyedia jasa. Para pedagang dan penyedia jasa di Malioboro tidak sedikit yang sering memberikan potongan harga kepada pembeli.
ADVERTISEMENT
Selama berwisata di Malioboro atau pun di tempat lain, usahakan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, terutama selama masa pandemi untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan orang-orang di sekitar.