Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Teman tapi Rasa Saudara
11 Mei 2020 14:11 WIB
Tulisan dari Yuli Nurlaili Amar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manusia selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani hidup. Itu sudah menjadi sifat dasar makhluk sosial.
ADVERTISEMENT
Sering bertemu dengan banyak orang baru adalah hal yang sudah biasa terjadi. Berlaku juga denganku. Aku membutuhkan orang yang datang disaat aku butuh. Bukan hanya saat dia membutuhkanku saja. Hayo, menurut kalian siapa ? Mungkin teman dekat atau sahabat ? Yeay, benar sekali.
Memiliki sahabat adalah anugerah indah yang Tuhan berikan kepadaku. Menjadi orang yang paling akrab dan mengerti diriku. Aku senang bertemu denganmu yang hadir mewarnai hidupku.
Sahabatku itu Nuriyah Nofasari nama lengkapnya. Aku satu kampus dengannya. Aku mengenalnya dari salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang olahraga. Pertama aku bertemu dengannya saat aku janjian untuk latihan bareng. Bertemu setelah mata kuliah di pengkolan dekat jurusan. Kami langsung bergegas ganti baju dan menuju tempat latihan. Selesai sudah latihan, kebetulan kami satu arah jadi pulang bareng. Aku sangat senang karena ada juga yang searah denganku. Sehingga aku ada teman ngobrol di jalan.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu saja, aku juga satu forum beasiswa dengannya. Dia menjadi pengurus beasiswa di jurusan. Aku dan Nuriyah satu prodi namun beda kelas. Ketika ada informasi untuk kumpul mengenai beasiswa kami selalu pergi bersama dan pulang bareng.
Memang awal aku bertemu dengannya dia itu agak jutek, cuek, diam, dan terkesan bodo amat. Namun setelah mengenalnya dia tidak seperti yang ada dipikiranku. Sering bertemu dan pulang bareng membuatku nyaman ngobrol dengannya.
Setelah semakin dekat, aku dan Nuriyah selalu janjian untuk berangkat bareng ke kampus dan ketemuan di Stasiun Manggarai. Nuriyah selalu nanya kepadaku, udah sampai stasiun belum, sekarang lagi di mana, aku di peron 8 ya. Itulah yang selalu iya katakan. Sederhana namun berharga bagiku.
ADVERTISEMENT
Disela-sela perjalanan ke kampus, aku ngobrol dengan Nuriyah mulai dari ada tugas apa saja, mata kuliah siapa, suasana di kereta gimana, dan yang paling penting itu pulang jam berapa ? kenapa itu penting ? karena ketika salah satu dari kami ada yang sudah pulang maka satu lagi pasti menunggu hingga akhirnya pulang bersama.
Kalau aku sedang ada masalah yang dialami yang tidak bisa kuceritakan kepada orang tuaku. Aku tidak ragu untuk selalu curhat ke dia. Menurutku dengan curhat aku merasa lebih ringan masalahku dan mendapatkan solusi darinya. Bukan hanya aku saja yang curhat, tetapi dia pun begitu. Saling memahami dan mendengarkan satu sama lain itulah yang kami lakukan.
ADVERTISEMENT
Saat aku dan Nuriyah bertemu pasti tidak pernah akur. Selalu ribut, berantem, berisik, dan debat padahal masalah kecil. Namun sifat asliku keluar ketika bersamanya. Tidak ada kata jaim lagi. Tanpa sadar kebiasaanku dan dia memiliki banyak kesamaan. Yang paling kurindukan adalah saat kami bernyanyi di dalam kereta sehabis pulang kampus tanpa malu dilihat oleh banyak orang.
Banyak orang yang bilang kalau kami itu kembar. Kata mereka, karena kami sering berdua, ke mana-mana pasti berdua, dan kadang kita tidak sengaja memakai baju yang sama. Ada juga yang salah memanggil kami, Nuriyah jadi aku dan sebaliknya. Ada lagi yang bilang, di situ ada Nuriyah pasti ada aku juga. Aneh sih tapi kadang membuat kami tertawa bahagia karena lucu saja.
ADVERTISEMENT
Teruntuk kamu, aku bersyukur Tuhan mempertemukanku denganmu. Terima kasih sudah menjadi sahabatku. Aku sudah menganggapmu sebagai Saudaraku sendiri. Makasih sudah mau mendengarkan curhatku, mengingatku, menyemangatiku dalam segala hal, dan mau direpotkan. Maaf jika aku belum bisa menjadi sahabat yang baik bagimu. Tapi tenang saja, aku akan berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya. Terima kasih pernah membuatku merasakan tawa, marah, bahagia, tersenyum, dan kesal kepadamu. Tapi aku sangat sayang kepadamu sahabatku. Jangan pernah berubah ya.
(Yuli Nurlaili Amar/Politeknik Negeri Jakarta)