Konten dari Pengguna

Membaca di Era Hiper-Informasi: Perpustakaan sebagai Filter Pengetahuan

Yulianingsih
Mahasiswa UIN Jakarta Prodi Manajemen Pendidikan
14 Mei 2025 11:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yulianingsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah derasnya arus informasi digital yang mengalir tanpa henti, masyarakat modern kini dihadapkan pada tantangan baru: bagaimana memilah dan memilih informasi yang benar, kredibel, dan bermanfaat dari lautan data yang sering kali simpang siur. Era hiper-informasi memang menawarkan kemudahan akses tanpa batas, namun di sisi lain juga membawa risiko besar berupa misinformasi dan hoaks yang dapat menyebar dengan sangat cepat. Dalam situasi seperti ini, peran perpustakaan menjadi sangat vital, bahkan lebih penting dari sebelumnya.
Gambar di Ambil dari Kamera Handphone Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Gambar di Ambil dari Kamera Handphone Penulis
Perpustakaan modern telah bertransformasi dari sekadar tempat menyimpan buku menjadi institusi yang berperan sebagai filter pengetahuan. Di tengah kemudahan akses informasi digital, perpustakaan hadir sebagai penjaga kualitas dan kredibilitas pengetahuan yang diterima masyarakat. Emily Stannard, Kepala Perpustakaan dan Koordinator Extended Essay IB di Bradfield College, menegaskan pentingnya peran perpustakaan dalam membentuk literasi digital dan akademik. Ia menyatakan, “Siapa pun bisa menaruh informasi di internet dan para pelajar belum tentu memiliki keterampilan untuk membedakan mana yang berharga dan mana yang tidak. Mencari sumber berkualitas itu seperti menambang berlian; butuh waktu dan keahlian khusus yang tidak didapatkan di tempat lain. Di sinilah perpustakaan benar-benar memberi nilai tambah dalam pendidikan seumur hidup.”
ADVERTISEMENT
Salah satu peran utama perpustakaan saat ini adalah membekali masyarakat dengan keterampilan literasi informasi. Literasi informasi bukan hanya tentang kemampuan mencari data, tetapi juga menilai, memverifikasi, dan menggunakan informasi secara kritis. Di era di mana siapa pun bisa menjadi produsen konten, kemampuan ini menjadi sangat krusial. Banyak perpustakaan kini aktif memberikan pelatihan literasi informasi, baik melalui workshop, seminar, maupun bimbingan langsung. Peran ini diakui semakin penting oleh para pustakawan dan peneliti. Dalam sebuah artikel tentang peran perpustakaan akademik melawan misinformasi, disebutkan: “Peran perpustakaan telah berkembang dari penjaga gerbang dan pemeriksa fakta menjadi pendidik aktif dalam mengenali misinformasi. Pustakawan kini memprioritaskan pengajaran literasi informasi dan berpikir kritis-kompetensi kunci untuk mengenali sumber yang dapat dipercaya.”
ADVERTISEMENT
Teknologi memang memudahkan akses, namun tidak semua informasi digital dapat dipercaya. Neil Gaiman, penulis terkenal, pernah berkata, “Google bisa memberimu 100.000 jawaban, tapi pustakawan bisa memberimu jawaban yang benar.” Kutipan ini menegaskan bahwa di tengah banjir data, peran perpustakaan sebagai penyaring tetap sangat relevan. Perpustakaan menyediakan sumber yang telah dikurasi, baik dalam bentuk fisik maupun digital, sehingga pengunjung dapat mengakses pengetahuan yang kredibel dan terjamin kualitasnya. Selain itu, perpustakaan juga menyediakan akses ke koleksi langka dan arsip yang tidak tersedia secara online. Koleksi ini menjadi sumber daya penting untuk penelitian dan pelestarian sejarah, sekaligus membedakan perpustakaan dari sekadar mesin pencari.
Salah satu tantangan terbesar di era hiper-informasi adalah maraknya misinformasi, terutama di bidang sains dan kesehatan. Perpustakaan berperan aktif sebagai garda terdepan dalam melawan penyebaran informasi palsu. Mereka tidak hanya menyediakan sumber tepercaya, tetapi juga mengedukasi masyarakat agar mampu mengenali dan memverifikasi informasi secara mandiri. Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah ulasan tentang perpustakaan akademik: “Perpustakaan dan pustakawan kini menjadi pendidik aktif dalam mengenali misinformasi. Mereka membekali siswa dan peneliti dengan keterampilan penting untuk menavigasi lingkungan yang penuh tantangan ini.”
ADVERTISEMENT
Tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan informasi digital. Perpustakaan hadir sebagai jembatan yang mengatasi kesenjangan ini dengan menyediakan fasilitas internet, komputer, dan sumber belajar gratis. Dengan demikian, perpustakaan memastikan bahwa pengetahuan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.
Perpustakaan masa kini juga mulai memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan pengalaman pengguna. Seorang komentator perpustakaan dalam studi tentang “intelligent library” menyatakan: “Jika kita mampu mengubah pola pikir untuk menjadi pusat pengetahuan, bukan sekadar penjaga gerbang, maka perpustakaan dan pustakawan akan menjadi pihak yang dapat membimbing masyarakat menavigasi big data dan machine learning.” Dengan berbagai inovasi dan peran barunya, perpustakaan tetap menjadi institusi yang adaptif dan vital dalam menjaga kualitas pengetahuan di tengah arus informasi yang semakin deras.
ADVERTISEMENT
Jadi, di era hiper-informasi, perpustakaan bukan lagi sekadar tempat membaca, melainkan pilar utama dalam membangun masyarakat yang cerdas, kritis, dan mampu menyaring pengetahuan yang benar. Dengan koleksi berkualitas, pelatihan literasi, inovasi teknologi, dan peran aktif melawan hoaks, perpustakaan memastikan bahwa setiap individu dapat membaca dan memahami dunia dengan lebih bijak.