Tidak Tahu Terima Kasih

Yulia Rosa Purba
Journalism Student of Polytechnic State Jakarta
Konten dari Pengguna
27 Mei 2022 10:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yulia Rosa Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi orang yang tidak bisa berucap terimakasih. Foto: Pixels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang yang tidak bisa berucap terimakasih. Foto: Pixels.com
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat orang lupa diri? Padahal orang yang telah membantu sampai titik jayanya hanya di biasakan mengeluarkan air mata oleh tingkahnya, bahkan kata terima kasih tidak pernah terucap dari bibir manis itu.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan menuju sekolah, aku sempat ragu apakah tindakan ini adalah keputusan yang tepat. Bagaimana kalau dia malah menyakiti kedua orang tuaku? Bagaimana kalau selama ini hanya berpura-pura baik untuk di bantu?
Banyak tanya yang muncul di benakku, keraguanku selama ini pun menjadi sesuatu yang nyata. Malam sebelum tidur aku selalu gelisah, bahkan tidurku tidak nyenyak. Aku pikir berat sekali yang ayah dan ibu jalani padahal dia hanya membantu saudaranya. Tetapi sudah biar tuhan membalas itu semua.
Bahkan, sampai air matanya menetes ia tetap membantu, aku tidak tau jelas ceritanya kadang ibu meneteskan air matanya. Namun, ucapan terima kasih tidak pernah aku dengar dari mereka. Kini anak-anak itu sudah sukses menjadi penolong negara namun, seragam yang di kenakan tidak melambangkan hati yang mulai.
ADVERTISEMENT
Ibu dan ayahku di jadikan bahan tontonan memperlihatkan air mata yang selalu di tuangkan karena tingkah laku mereka. Aku selalu melihat ibu dan ayah yang jarang ada waktu demi menolong, tetapi semua itu tidak berbuah manis.
Pada pagi hari ibu selalu bergegas untuk bekerja begitu juga ayahku setelah pulang bekerja ia membantu saudaranya untuk mencapai cita-cita yang di impikan. Sedangkan aku hanya terdiam termenung tidak ada yang bisa ku ajak berbicara dirumah.
Saat merasa lapar ku buka tudung saji menyantap makanan sendirian tanpa siapa pun. “Sedih tetapi tidak mengapa kan ibu dan ayah menolong saudara,” pikir ku dalam diam. Terkadang air mata menetes mengingat itu semua. Tetapi, aku tidak boleh menunjukkan itu di hadapan ayah dan ibu agar mereka tidak khawatir.
ADVERTISEMENT
Ternyata masih banyak orang yang tidak tau terima kasih terhadap orang yang menolongnya. Hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Saudara ibu dan ayah itu bahkan tidak mau mendengarkan nasihat dari orang sekitarnya.
Aku pikir biarlah itu semua terjadi biar Allah yang balas. Paku yang tertancap lalu di cabut perlahan akan meninggalkan bekas. Begitu juga dengan luka yang tidak berdarah yang selalu di goreskan saudara ayah dan ibu itu.
Mengung¬kit kesalahan orang lain akan membuat kita kecewa dan sakit hati. Jika ini terus dilakukan, khawatir akan timbul sikap dendam terhadap orang yang telah berbuat buruk kepada kita.
Oleh karena itu, belajar ikhlas da¬pat kita lakukan dengan cara melupa¬kan kebaikan kita kepada orang lain dan melupakan keburukan orang lain kepada kita. Belajar syukur bisa kita lakukan dengan cara mengingat kebaikan orang lain kepada kita dan mengingat keburukan kita kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana pepatah mengatakan, jika engkau menerima sesuatu dari orang lain, tulislah hal itu di batu. Namun, jika engkau memberi sesuatu kepada orang lain, tulislah hal itu di atas pasir.
Hal itu lah yang membuatku tidak begitu sedih lagi. Namun, walaupun sudah di sakiti ayah selalu berpesan padaku, nak, kalau orang melempar dengan batu lempar lah dengan pisang. Jangan balas apa yang mereka lakukan biar itu jadi urusan Allah, cukup berbuat baik tanpa melihat balasan.
Begitu baik sekali ayah dan ibu apa pun yang dilakukan saudaranya bahkan orang di sekitarnya ia tidak pernah mencemooh.