Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Toko Buku Gulung Tikar, Apakah Ini Dampak Kebiasaan Pembaca Milenial?
23 Mei 2023 7:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yulianing Nafisah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidakkah kita sadari, kian hari makin sulit kita temui toko-toko buku di sudut jalanan. Dulu, rasa rasanya sangat mudah kita temukan rak toko buku di pinggir jalan memamerkan koleksi terbaru.
ADVERTISEMENT
Lalu, pejalan kaki yang tengah tergesa-gesa sontak menghentikan langkahnya guna mengintip judul buku yang tengah dipamerkan toko buku di sudut jalan itu.
Namun, rangkaian peristiwa tersebut sulit untuk dapat kita ikut rasakan di masa sekarang mengingat toko buku yang semakin langkah.
Dalam masyarakat yang dimanjakan dengan eksistensi teknologi, milenium sering dicap sebagai era digital. Digitalisasi merambah hingga dunia kepenulisan dan literasi.
Sebagai masyarakat dengan mobilitas tinggi dan kecintaannya dalam membaca buku, e-book menjadi solusi bagi para penggemar buku. Kita dapat membaca kapanpun dan di mana pun.
E-book sangatlah praktis karena kita dapat mengakses melalui gadget. Jika dibandingkan dengan buku fisik yang tebal dan berat untuk dibawa ke mana-mana, e-book menjadi juaranya perihal kepraktisannya.
ADVERTISEMENT
Adanya kebiasaan baru dalam membaca, penulis juga ikut menyesuaikan dengan mulai membuat buku buku mereka versi e-book. Pergeseran budaya baca yang dialami generasi masa kini dapat dilihat dari kebiasaan baru tersebut. Kebiasaan baru pembaca milenial tersebut, digadang gadang sebagai akar permasalahan mengapa banyak toko buku fisik berguguran.
Baru baru ini, pengguna Instagram @yorissebastian membuka diskusi melalui akun pribadinya mengenai toko buku fisik yang banyak gulung tikar dikarenakan generasi milenial yang dinilai tidak lagi suka membaca buku fisik.
Para penggemar buku, sontak membanjiri kolom komentar untuk membagikan pemikiran mereka. Banyak dari mereka yang berkomentar bahwa bukan minat baca milenial yang menjadi penyebab tutupnya toko-toko buku, melainkan kebiasaan dan preference mereka dalam berbelanja buku fisik yang menjadi penyebab utamanya.
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah kita ketahui, bahwasanya berbelanja online sangat mudah dan praktis. Hanya perlu membuka gadget, memilih toko buku online, dan melakukan pemesanan, lalu beberapa hari barang kita akan sampai di depan pintu.
Selain itu, seringkali toko-toko buku online menawarkan potongan harga serta promo promo menarik lainnya. Serta yang menjadi nilai tambah lainnya yakni, saat berbelanja buku fisik secara online banyak variasi buku yang ditawarkan.
Sehingga kita tidak perlu susah susah untuk mencari buku yang ingin kita beli. Berbeda dengan saat kita membeli buku fisik di toko-toko buku offline, ketika kita tidak menemukan buku yang kita cari di suatu toko maka kita harus berpindah ke toko lain hingga menemukan toko yang menjual buku tersebut.
ADVERTISEMENT
Dapat dibayangkan berapa waktu dan biaya yang kita korbankan dalam pencarian buku tersebut. Jadi tak heran apabila membeli buku fisik melalui platform belanja online lebih digandrungi masyarakat.
Mengenai pergeseran minat baca, sebagian dari pecinta buku lebih suka membaca buku fisik daripada buku digital. Karena buku fisik lebih memberikan kesan emosional dan kepemilikan.
Selain itu, pengalaman membaca buku fisik tidak dapat dirasakan saat membaca buku digital. Sensasi membolak balik halaman buku, merasakan tekstur kasar tiap halaman yang sedang kita baca, serta mencium bau khas buku yang tentunya tidak dapat kita lakukan saat membaca e-book.
Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih menggandrungi buku fisik, namun tidak untuk berbelanja buku fisik di toko toko buku pinggir jalan.
ADVERTISEMENT
Untuk pengelola toko buku, hendaknya mulai memikirkan terobosan dan inovasi agar toko mereka dapat eksis di tengah tengah ekosistem belanja online yang semakin digandrungi masyarakat.
Pengelola toko buku dapat mengubah pola pikirnya dalam mengelola toko buku. Buku tidak hanya sebagai komoditas dagang yang ia tawarkan kepada para kutu buku saja.
Alangkah lebih bijak, jika pengelola toko buku melihat potensi dari apa yang mereka jual. Toko buku dapat dijadikan sebagai ruang interaksi antara buku dan ekosistem yang mengelilinginya.
Seperti menjadi sarana interaksi sesama pembaca, tempat diadakannya acara acara diskusi bedah buku, workshop kepenulisan, atau mungkin sebagai tempat temu penulis dengan pembaca setianya. Sesungguhnya banyak yang dapat pengelola toko buku lakukan untuk menjaga eksistensi tokonya di masa kini.
ADVERTISEMENT