Potret Hari Libur PMI Singapura

Konten dari Pengguna
7 September 2020 23:59 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yulinur Rudy Purnadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Per tahun 2018 diperkirakan ada lebih dari 3,6 juta WNI yang merantau di luar negeri untuk bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 125 ribu bekerja di Singapura. Mayoritas merupakan perempuan dan bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga. Selain dari Indonesia, pekerja migran ART di Singapura juga berasal dari Filipina, Myanmar dan India.
ADVERTISEMENT
Dari 125 ribu ini, ada yang memiliki permasalahan kerja di Singapura, mulai dari yang tidak betah bekerja karena sering dimarahi majikannya, mengalami kesulitan karena tidak paham bahasa setempat, mengalami pelecehan, mengalami penganiayaan, gajinya tidak dibayar, sampai yang telah dipanggil oleh yang maha kuasa dikarenakan berbagai sebab.
Tapi disini saya tidak akan banyak membahas panjang lebar mengenai kesedihan PMI yang mengalami masalah, yang menjadi pekerjaan yang saya tangani sehari-hari sewaktu bertugas di Singapura. Saya justru akan banyak menceritakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PMI di hari liburnya dan beberapa lembaga yang turut membantu memberikan wadah aktivitas PMI di Singapura.
Setiap hari Minggu, merupakan hari yang biasanya dinanti-nantikan oleh kebanyakan PMI di Singapura. Di hari tersebut, para pekerja migran akan diberikan hari libur dan bisa keluar rumah untuk sejenak lepas dari kegiatan kerjanya. Tentu ini semua bergantung pada kebaikan masing-masing majikan karena pemberian hari libur sebatas bersifat himbauan dari pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
Nah, kemana biasanya para PMI pergi di hari Minggu? Bagi yang ingin bersantai dan berkumpul bersama teman, biasanya akan berkumpul di taman-taman yang tersebar di Singapura, tapi yang biasanya menjadi pusatnya adalah taman di daerah Geylang. Ada juga wadah bagi PMI yang ingin berkumpul dengan komunitas-komunitas di bidang tertentu seperti komunitas organisasi, keagamaan, atau bernyanyi.
Suasana salah satu taman di Geylang di hari Minggu. Sumber: koleksi pribadi
Selain bersantai dan berjalan-jalan, ada juga PMI yang berminat untuk sekolah dan mengambil kursus di hari liburnya. Saya selalu sampaikan rasa salut saya kepada mereka. Kenapa demikian? Bayangkan saja, selama enam hari bekerja sebagai asisten rumah tangga, di satu-satunya hari libur mereka masih punya keinginan untuk belajar di beberapa lembaga yang menyediakan kursus, seperti di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja di Sekolah Indonesia Singapura (PKBM P3K SIS). Lembaga ini berada dibawah naungan KBRI Singapura. Disini para PMI bisa mendaftar untuk mengikuti kursus bahasa Inggris, komputer atau Caregiver serta bisa juga mengikuti program kejar paket b dan c. Sampai tahun 2019, P3K SIS sudah meluluskan lebih dari 2.000 peserta didik. Bahkan ada juga yang meneruskan pendidikannya hingga ke tingkat pasca-sarjana.
Suasana kelas di PKBM P3K SIS. Sumber: Instagram PKBM KBRI Singapura.
Di samping P3K SIS ada juga lembaga-lembaga setempat yang mengulurkan tangan untuk memberikan pelatihan dan memberikan pemberdayaan kepada pekerja migran. Salah satunya adalah AIDHA. Saya berkesempatan beberapa kali menghadiri penganugerahan penghargaan kepada para pekerja migran dari berbagai negara yang telah melalui pelatihan entrepreneurship beberapa bulan oleh lembaga ini. Di akhir pelatihan, para pekerja migran diminta merancang proyek bisnis secara riil dan mempresentasikan business plan tersebut untuk dapat diterapkan ketika mereka kembali ke negara masing-masing.
ADVERTISEMENT
Sebagai perwakilan undangan dari Indonesia pada acara itu, saya ikut bangga karena pekerja migran Indonesia memperoleh juara di kategori yang berbeda. Wajah keluarga para majikan mereka pun terharu sampai meneteskan air mata bahagia. Belakangan saya mendapat informasi bahwa majikan membiayai penuh kursusnya. Hal ini sebagai bentuk dukungan kepada para PMI atas kerja baiknya selama bertahun-tahun. Bagi saya yang setiap hari mengurusi permasalahan PMI, hubungan kerja dan kekeluargaan antara pekerja dan pemberi kerja semacam ini adalah hubungan ideal bagi PMI yang bekerja di luar negeri. Seandainya saja semua hubungan kerja antara majikan dan PMI seperti ini: saling mendukung, saling mempercayai, dan sudah seperti keluarga sendiri.
Suasana acara penghargaan AIDHA. Sumber: koleksi pribadi
Sayangnya, tidak semua hubungan kerja berjalan demikian. Ada yang memiliki hubungan seperti di perkantoran: kaku, berjarak dan dingin. Ada juga yang baru bekerja sebentar sudah tidak cocok, mengalami hal yang membuat trauma, dan bermacam kejadian lainnya. Begitu bervariasinya kasus-kasus yang kami tangani ibarat warna-warni yang tersedia di palet warna Adobe Photoshop. Bagi mereka yang mengalami masalah, selain bisa mengadu ke KBRI, bisa juga mendatangi lembaga-lembaga seperti HOME dan CDE.
ADVERTISEMENT
HOME merupakan salah satu lembaga yang memberikan uluran tangan kepada pekerja migran di Singapura, baik yang bermasalah ataupun tidak. Bagi yang memiliki masalah, HOME menyediakan penampungan dan memberi dukungan pendampingan hukum pro bono. Baru-baru ini salah satu PMI yang ditampung di HOME karena mengalami masalah hukum dibebaskan dari tuntutan hukum setelah berjuang empat tahun lamanya. Beberapa tahun lalu saya menangani dugaan trafficking bekerjasama dengan HOME. Bagi PMI yang tidak mengalami masalah, HOME juga memberikan pemberdayaan berupa pelatihan-pelatihan seni. Kami pernah menghadiri acara yang memamerkan hasil-hasil karya para PMI yang berada dibawah pengawasan HOME. Hasil karya tersebut membuat saya optimis akan masa depan yang cerah untuk para pekerja migran setelah pulang kembali di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain HOME, ada juga lembaga bernama CDE yang ikut memberikan pendampingan, pemberdayaan dan kepada para PMI di Singapura. CDE juga memiliki penampungan bagi pekerja migran yang mengalami masalah. Bedanya dengan HOME, CDE ini memiliki kedekatan lebih dengan pemerintah Singapura melalui National Trade Unions Congress (NTUC), satu-satunya serikat buruh di Singapura.
Susasana di salah satu acara CDE. Sumber: koleksi pribadi
Selain CDE, ada juga lembaga FAST yang mendapat dukungan dari Kementerian Ketenagakerjaan Singapura. FAST merupakan lembaga yang banyak menyediakan fasilitas rekreasional bagi pekerja migran, mirip Community Centre/Club yang dikhususkan bagi pekerja migran, selain juga memberikan layanan lainnya. Setiap tahunnya diselenggarakan acara peringatan hari besar keagamaan dan juga hari nasional negara asal para pekerja migran, termasuk Indonesia.
Bersama lembaga-lembaga ini, saya berkesempatan untuk mengembangkan kerjasama sekaligus mempelajari lebih dalam mengenai dunia pekerja migran di Singapura. Kerjasama ini terus berlanjut hingga saat ini setelah saya tidak lagi bertugas di Singapura.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, ketika melihat semakin banyak PMI yang berada di luar rumah pada hari Minggu, saya akan semakin tenang dan senang, karena hal itu berarti semakin banyak PMI yang tidak memiliki masalah.