Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
PIDs Juga Perlu Pelindungan Pemerintah
29 April 2018 21:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Yulius Kaka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Varian masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan juga WNI di luar negeri makin unik saja. Persoalan tidak berakhir pada kasus pidana, ketenagakerjaan dan masalah keimigrasian yang telah menjadi persoalan klasik. Kompleksitas masalah keimigrasian pun memiliki sendi kepelikan yang tidak sedikit menguras energi dan kas negara. Sebut saja penanganan warga keturunan Indonesia tidak terdokumentasi (undocumented) di Filipina Selatan yang saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah. Pemerintah tidak sekedar melakukan pendataan dan verifikasi, tetapi juga harus memastikan status kewarganegaraan mereka. Belum lagi Pemerintah harus menjamin WNI yang ingin pulang ke tanah air, memang tidak mudah.
ADVERTISEMENT
Alpius begitu dia disapa adalah seorang warga keturunan Indonesia tidak terdokumentasi atau bahasa menterengnya persons of Indonesian descents (PIDs) yang telah menetap di Mindanau selama 40 tahun. Dengan wajah kusuh dan lesu, WNI asal Sulawesi Selatan itu terlihat berusaha senyum ketika bertemu pejabat Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Davao City. Mengapa tidak, WNI keturunan Bugis itu tidak saja senang dikunjungi Pemerintah, tetapi juga gembira mendengar kabar Pemerintah mulai memperjuangkan nasibnya dan seluruh keturunan Indonesia tidak terdokumentasi di Filipina Selatan. Alpius tinggal di desa (barangai) Glan, provinsi Sarangani, desa yang tergolong udik dan susah dijangkau di Filipina Selatan.
Berita gembira ini tentunya sudah ditunggu-tunggu seluruh warga keturunan Indonesia di negeri yang bertetangga dengan provinsi Sulawesi Utara tersebut. Selain Alpius dan keluarganya, WNI lainnya akan merasakan manfaat dari program tersebut. “Saya dan keluarga sangat senang mendengar kabar bahwa Pemerintah Indonesia dan Filipina sedang memperjuangkan status kewarganegaraan kami” kata Alpius dengan dialek bugis yang masih kental. Beberapa dekade silam, kedua orangtuanya berangkat dari Sulawesi dan menikah di Mindanao. Selang beberapa tahun, mereka melahirkan Alpius dan beberapa saudaranya. Kini Alpius telah berusia 56 tahun dan telah menikah dengan WN Filipina dengan dikaruniai delapan orang anak.
ADVERTISEMENT
Sejarah Masuknya WNI di Filipina Selatan
Kedekatan geografis dan sejarah nenek moyang antara Indonesia dan Filipina memang sudah tidak bisa dipertanyakan lagi -pulau-pulau kedua negara yang saling berdekatan dengan jarak hanya beberapa kilo meter saja. Belum lagi secara tradisional sejak sebelum dan sesudah kemerdekaan terjadi hubungan dan kerjasama perdagangan yang sangat erat dengan mobilisasi manusia dan barang yang sangat bebas. Kedekatan psikologis dan emosional juga sangat kental diantara komunitas perbatasan yang umumnya bekerja sebagai nelayan. Perkawinan campur bagi mereka adalah hal biasa.
Kian dekatnya hubungan kedua negara, banyak PIDs di daerah perbatasan lebih mengenai pemimpin Filipina ketimbang pemimpin Indonesia. Hal ini diakui oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bitung, Efreinhard Lomboan, “Banyak warga Indonesia di pulau perbatasan seperti Sangir, Talaut, lebih kenal presiden Filipina Ferdinan Carlos (1965-1968) dibandngkan presiden Soeharto,” katanya dalam perbincangan dengan Tim Kemlu di ruang kerjanya bulan September 2017 silam.
ADVERTISEMENT
Menjadi warga tanpa dokumen ato stateless bukanlah hal yang menyenangkan dan tentunya bukan pilihan setiap insan manusia termasuk PIDs di Filipina Selatan. Itu sebabnya, Alpius Lahama, bersikeras memproses kewarganegaraannya beserta 8 (delapan) orang anaknya. Kepada UNHCR yang juga selalu damping Tim KJRI, Loreta, istri seorang PID menceritakan pengalamannya mengurus kewarganegaraan sang anak. “Rasanya seperti jatuh di jurang,” jelas wanita yang telah dinikahi sejak tahun 1994 itu. “Jika mereka (anak-anak saya) orang Filipina, mereka tidak memiliki bukti bahwa mereka orang Filipina. Jika mereka orang Indonesia, mereka juga tidak punya bukti apa-apa untuk ditunjukkan.” Imbuhnya kepada wakil UNHCR.
Diperkirakan terdapat 8.745 orang warga keturunan Indonesia di wilayah Mindanao dan sekitarnya tidak memiliki dokumen kewarganegaraan seperti paspor atau surat keterangan status kewarganegaraan sehingga rentan terhadap masalah keimigrasian di Filipina. Para PIDs tersebar di beberapa provinsi, yaitu Sarangani, Davao Del Sur, General Santos, South Cotabato, North Cotabato, Davao Oriental, Davao City, dan Sultan Kudarat. Hasil pendataan Tim gabungan kedua negara menunjukkan jumlah PIDs terbanyak berada di provinsi Sarangani. sebagian besar adalah keturunan generasi ke-2 atau ke-3 yang lahir di Filipina (umumnya kedua orang tua berasal Indonesia). Meskipun telah lahir di wilayah Filipina, mereka tidak serta merta diakui sebagai warga negara Filipina karena Filipina menganut asas Ius Sanguinis (penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan).
ADVERTISEMENT
Upaya Pelindungan Pemerintah
Sejak tahun 2011, telah dilakukan pendataan ulang dan verifikasi seluruh WNA di Filipina Selatan yang diduga kuat keturunan Indonesia. Program yang dikenal dengan nama Persons of Indonesian Descent Registration Project tersebut bertujuan untuk memberikan status kewarganegaraan kepada PIDs. Pelaksanaan registrasi dilakukan oleh Tim Gabungan yang terdiri dari perwakilan KJRI Davao City, Department of Justice, Bureau of Immigration, Public Attorney Office (Filipina), UNHCR dan LSM PASALI.
Hingga saat ini, sebanyak 2.425 orang telah dinyatakan sebagai WNI melalui pemberian Surat Penegasan Kewarganegaraan Indonesia (SPKI). “Pemerintah terus melakukan pendataan dan verifikasi warga keturunan Indonesia di wilayah Mindanau dan sekitarnya serta memastikan mereka memiliki status kewarganegaraan,” kata Berlian Napitupulu, Konsulat Jenderal RI di Davao City, saat memimpin tim sosialisasi di salah satu desa di Provinsi Sarangani pada 4 April 2017. “Selama ini mereka dianggap sebagai orang asing (alien) sehingga mereka diberikan tanda pengenai oleh pemerintah Filipina berupa Alien Certificate of Registration (ACR)” tambahnya. Pengurusan ACR tidak gratis sehingga banyak PIDs yang tidak memiliki kartu identitas tersebut. Bagi para PIDs yang telah memiliki SPKI akan diberikan paspor oleh KJRI Davao City bekerjasama dengan Ditjen Imigrasi RI.
ADVERTISEMENT
Dalam penanganan kasus PIDs, setidaknya Indonesia dan Filipina telah memiliki beberapa mekanisme kerjasama bilateral serta instrument hukum sebagai acuan, seperti Joint Statement on Cooperation in Border Control and Immigration Matters ditandatangani tanggal 11 Oktober 2013, MoU between the Republic of the Philippines and the Republic of Indonesia on Mandatory Consular Notification and Assistance ditetapkan tanggal 24 Februari 2014 dan MoU on the Establishment of Joint Commission for Bilateral Cooperation. Dalam setiap pertemuan melalui mekanisme bilateral ini, kedua negara juga selalu membahas isu PIDs. Filipina juga berkepentingan untuk melindungi warganya yang masih berada di Indonesia terutama di pulau-pulau terluar seperti Bitung, Talaut, Tahuna, Sangihe dan Manado.
Selain malakukan sosialisasi dan pendataan langsung di kantong-kantong PIDs yang dikenal dengan program Solution Feedback Mission, KJRI Davao City juga telah membentuk tim penghubung dan pamong dari tokoh masyarakat Indonesia di daerah sekitar terutama di kantong-kantong PIDs. Tim ini sangat membantu KJRI sebagai saluran komunikasi antara KJRI dan masyarakat Indonesia, sebagai counselor yang membimbing dan mendampingi masyarakat dan sebagai promotor untuk mempromosikan citra budaya Indonesia di wilayah masing-masing.
ADVERTISEMENT
Salah satu pekerjaan penting bagi pemerintah adalah menampung dan memberikan jaminan kepada PIDs yang ingin kembali ke Indonesia. Pemerintah pusat dan KJRI Davao City terus mendorong kerjasama dengan pemerintah daerah yang siap menerima pada PIDs. Salah satunya adalah provinsi Sulawesi Utara. Dalam rangka menyukseskan kegiatan repatriasi PIDs, Konsul Jenderal Berlian Napitupulu telah menemui Walikota Bitung Max Lomban untuk menanyakan kesediaan dan kesiapannya menerima dan menyediakan sumber atau fasilitas penghidupan bagi PIDs yang telah ditegaskan status kewarganegaraannya.
Pada awal Januari 2018 silam, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, telah memberikan paspor secara simbolis kepada 300 PIDs di kantor KJRI Davao City. Program ini merupakan bentuk perhatian Pemerintah kepada PIDs yang tidak mampu. Paspor yang diberikan secara cuma-cuman tersebut pada tahap awal akan ditujukan kepada 2000 PIDs setelah melalui proses verifikasi oleh pihak KJRI Davao City. “Pemberian paspor adalah bentuk paling mendasar dari kehadiran negara bagi WNI di luar negeri” kata Retno saat menyerahkan paspor kepada PIDs di KJRI Davao City tanggal 3 Januari 2018 silam.
ADVERTISEMENT